• logo nu online
Home Nasional Banten Raya Warta Keislaman Tokoh Khutbah Sejarah Opini Pesantren NU Preneur Ramadhan 2023
Jumat, 29 Maret 2024

Opini

100 Tahun Wajah Islam yang Ramah dan Aktor Pembaharu Menuju Kebangkitan Kedua NU

100 Tahun Wajah Islam yang Ramah dan Aktor Pembaharu Menuju Kebangkitan Kedua NU
Andik Kuswanto. (Foto: Dok Pribadi)
Andik Kuswanto. (Foto: Dok Pribadi)

Nahdlatul Ulama (NU) akan memperingati 100 hari kelahirannya. Tepat pada 7 Februari 2023, usia organisasi masyarakat yang masyhur ini menjadi paripurna. Peringatan ini bukan sekadar seremonial belaka, tetapi menjadi momentum reflektif yang bisa digaungkan kepada siapa saja yang merasakan hadirnya NU dari waktu ke waktu. 


NU sebagai jami’yyah sekaligus harakah telah membawa kemajuan Islam ke berbagai penjuru. Dari pelosok-pelosok desa, daerah pinggiran, gemerlapnya kota-kota besar, dan megahnya peradaban dunia, NU turut hadir mengiringi perubahan zaman.


Dari awal berdirinya pada 1926, NU turut andil dalam sejarah berdirinya bangsa Indonesia. Peran itu dapat dilihat dari masa sebelum kemerdekaan hingga hari ini. Ormas dengan nafas Ahlusunnah wal Jamaah ini tidak hanya berperan dalam hal keagamaan saja, namun juga dalam bidang kebangsaan. Tradisi Islam Nusantara yang digemakan dari pusat sampai ke dusun-dusun di desa terpencil menjadikan NU mempelopori gerakan-gerakan keragaman yang toleran, mendamaikan, dan menenangkan hati.


Tak jarang, bangsa kita diterpa kondisi yang menyebabkan ketegangan antarumat beragama. Namun, NU tetap berdiri di tengah, memoderasi, dan menggandeng demi terpeliharanya kesatuan dan persatuan. NU menjadi angin sejuk di tengah panasnya ujaran kebencian, fitnah, dan gerakan ekstrem yang merongrong persatuan bangsa. Tiga pondasi seperti amaliyah, fikrah, dan harakah menjadi landasan membangun konsep keberagamaan yang menjaga sunnah Nabi Muhammad SAW.


Membumikan Islam Nusantara yang Ramah dan Toleran
Kiprah NU dalam membangun negeri yang ramah dan toleran ialah dengan membumikan Islam Nusantara. Istilah Islam Nusantara merupakan praktik tradisi masyarakat Indonesia yang mengakomodasi kearifan lokal dalam amaliyah Islam. Dalam penerapannya, Islam Nusantara tidak bertentangan dengan ajaran Islam, yakni masih sesuai dengan apa yang diajarkan oleh Al-Qur’an dan Sunnah. Selain bersifat ilahiyah, mengutip pernyataan Wakil Rais ’Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Afifuddin Muhajir, Islam juga memiliki sifat ihsaniyah atau manusiawi. Maknanya Islam dengan sumber yang satu dan ilahiyah tetap harus memperhatikan realisasi dalam praktik keseharian.


Islam Nusantara dapat dipahami dengan meyakini adanya dimensi keagamaan dan kebudayaan yang saling berpaut. Dimensi inilah yang menjadi cara Islam berkompromi dengan batas wilayah yang mempunyai akar budaya tertentu. Oleh karenanya, dalam meneguhkan Islam di wilayah Indonesia (Nusantara) perlu menggunakan pendekatan kebudayaan yang sesuai dengan tradisi lokal sehingga membuat Islam dapat ditampilkan lebih luwes, tidak kaku dan tertutup. 


Melalui Islam Nusantara, NU menampilkan wajah Islam yang lebih inklusif, toleran, moderat, dan lembut. Hal ini dapat dilihat dari kegiatan-kegiatan jami’yyah NU yang tidak melepaskan diri dari tradisi lokal daerah tertentu. Gerakan-gerakan NU menjadi autentik, khas, dan sangat dekat dengan masyarakat. Sepanjang NU hadir di Indonesia, dalam kurun waktu satu abad, ia telah menjadi patron gerakan keagamaan dan kebangsaan yang mengikat kuat kerukunan antar umat Islam serta umat agama lainnya. Maka, meneguhkan Islam Nusantara sepanjang zaman akan terus membuat NU menampilkan wajah Islam yang ramah dan toleran sekaligus membentengi umat dan NKRI dari gempuran globalisasi.


Menyongsong Era Kebangkitan Baru
Satu Abad NU berada dalam masa kepemimpinan KH Yahya Cholil Staquf memiliki banyak tantangan. Salah satunya kontestasi politik Tanah Air pada 2024 mendatang. Sejak dikukuhkan sebagai Ketua Umum PBNU, KH Yahya Cholil Staquf atau yang akrab disapa Gus Yahya menggunakan slogan Merawat Jagad Membangun Peradaban. Slogan sekaligus visi PBNU masa khidmah 2022-2027 ini merupakan pemaknaan tentang mandat dari para pendiri NU untuk dikerjakan oleh organisasi masyarakat tersebut.


Menurut Gus Yahya, merawat jagad yaitu memelihara kesentosaan yang maknanya memelihara ketentraman, kesejahteraan, keamanan, dan perasaan bebas dari segala kesukaran. Kesentosaan yang dimaksud bisa melingkupi lingkungan hidup maupun tatanan kehidupan agar tidak terjadi kerusuhan yang dapat menimbulkan kesengsaraan. Sedangkan membangun peradaban bermakna mengusahakan atau berupaya memberikan sumbangsih agar dinamika peradaban umat manusia mengarah pada keadaan yang lebih mulia, adil dan harmonis. Merawat jagad membangun peradaban ini dilandaskan pada penghormatan terhadap kesetaraan hak dan martabat manusia.


Perjalanan merawat jagad membangun peradaban tidak lepas dari momentum hari lahirnya NU yang mencapai usia 1 abad. Di hari lahirnya, Mendigdayakan NU Menjemput Abad Kedua Menuju Kebangkitan Baru menjadi tema besar yang diusung dalam merayakan 100 tahun berdirinya NU. Menurut Gus Yahya, momentum melangkahkan kaki menuju gerbang abad kedua ialah momentum yang penting. Bukan sekadar secara faktual saja, akan tetapi juga secara spiritual. Dalam sebuah hadis Rasulullah menjelaskan bahwa akan datang sebuah mujadid atau seorang aktor pembaharuan pada setiap 100 tahun sekali (1 abad). Oleh karena itu, untuk menyongsong era kebangkitan baru perlu adanya mendigdayakan NU. Di mana dalam hal ini, mendigdayakan NU berarti mengembangkan kapasitas NU agar mampu menghadirkan kontribusi terhadap kehidupan umat manusia secara utuh dan menyeluruh.


Menyongsong kebangkitan baru tidak hanya butuh berdaya atau survive saja. Namun, dibutuhkan berdaya dan menentukan hidup agar makna NU lebih kokoh di tengah-tengah pergulatan hidup umat manusia. Kapasitas NU dibutuhkan agar mampu untuk menghadirkan kontribusi yang bermakna. Secara absolut, sepanjang sejarah pertama kali ada organisasi ulama yaitu Nahdlatul Ulama, kebangkitan ulama. Maka saat ini, kata Gus Yahya, NU akan menjemput kebangkitannya yang kedua dan menjadi aktor pembaharuan yang dapat merevitalisasi agama.


Andik Kuswanto, Wakil Bendahara PCNU Kota Tangerang Selatan
 


Opini Terbaru