Opini

Zuhud Kefanaan Dunia

Sabtu, 25 Maret 2023 | 12:00 WIB

Zuhud Kefanaan Dunia

Ilustrasi. (Foto: Freepik)

Perilaku manusia jahiliah modern atas harta yang telah dianugerahkan Allah SWT adalah ‎mengkufurinya. Sikap kufur ini ditandai dengan kepongahan atas nama harta dengan show off ‎pada sesama baik di dunia realita maupun di dunia maya. Hal ini dimaksudkan agar manusia lain ‎takjub dan menganggap hebat dengan harta yang diperolehnya. Padahal, Allah SWT melarang ‎manusia untuk bersikap angkuh (QS Al-Anfal:47) dan menyombongkan diri (QS Al-Isra’:37) ‎karena sesungguhnya Allah SWT tidak menyukai orang sombong dan membangga-banggakan ‎diri (QS An-Nisa’:36). ‎


Pamer harta benda apalagi dilakukan oleh pejabat publik, atau anak keturunannya adalah ‎tindakan ketidakwarasan akut karena ia menafikan derita dan empati publik, terlebih jika keadaan ‎masyarakat suatu bangsa sedang dilanda krisis multidimensional. Mereka ini lupa dan terlelap ‎dalam laku kehidupan hedonisme dunia—sebuah kehidupan yang bercorakkan pola pikir dan ‎tingkah laku yang didasarkan pada kelezatan dunia dan mencampakkan kehidupan akhirat. ‎


Seorang Muslim hendaknya memiliki neraca penyeimbang sehingga dapat menakar harta ‎kekayaan dengan perspektif keimanan. Dengan begitu, ia akan dapat memosisikaan harta ‎kekayaan sesuai dengan peruntukannya dan dapat bersikap zuhud terhadap dunia di atas ‎gelimang harta. Hal ini seperti tercermin dari kezuhudan seorang ulama besar dalam Islam, Imam ‎Malik R.A., yang seorang miliarder dan dermawan, namun dunia tidak singgah dalam hati dan ‎pikirannya.‎

ADVERTISEMENT BY OPTAD


Imam Al-Ghazali dalam pengembaraan spiritualnya, tercitrakan dalam masterpiecenya, Ihya ‎Ulumuddin pada lembar 211-237, juz 4, memberikan clue tentang zuhud. “Ketahuilah, banyak ‎orang mengira, orang yang meninggalkan harta duniawi adalah orang yang zuhud (zahid). ‎Padahal tidak mesti demikian. Pasalnya, meninggalkan harta dan berpenampilan “buruk” itu ‎mudah dan ringan bagi mereka yang berambisi dipuji sebagai seorang zahid.”‎


Berapa banyak kelompok rahib, kata Imam Al-Ghazali, yang mengonsumsi sedikit makanan ‎setiap harinya? Mereka juga mendiami padepokan tanpa pintu. Tetapi mereka mengharapkan ‎perhatian masyarakat agar disebut sebagai kelompok yang zuhud. Padahal sikap demikian tidak ‎menunjukkan sikap kezuhudan karena kezuhudan dari harta duniawi tidak dapat dilepaskan dari ‎kezuhudan yang berkaitan dengan ketenaran.‎

ADVERTISEMENT BY ANYMIND


Menurut Imam Al-Ghazali, terdapat tiga tanda kezuhudan. Pertama, tidak terpengaruh oleh ‎keberadaan dan ketiadaan benda. Kedua, tidak terpengaruh oleh pujian dan hinaan. Ketiga, ‎terhibur dan senang dengan Allah SWT. Merujuk dari ketiga tanda tersebut, maka contoh ‎sempurna yang bisa kita ambil sebagai role model kezuhudan di era modern di mana kita masuk ‎ke dalam pergumulan masyarakat Society 5.0 adalah Nabi Sulaiman A.S. Seorang nabi yang ‎dikuasakan atas dirinya sebuah kerajaan kaya raya, menguasai bahasa burung dan semua ‎binatang, mengendalikan angin, jin, dan setan. Alih-alih sombong dan congkak dengan ‎kehebatannya, putra Nabi Dawud dari istri Oria itu, seperti terekam dalam QS An-Naml: 40 ‎malah mengucapkan, “Ini termasuk karunia Tuhanku untuk mengujiku, apakah aku bersyukur ‎atau berbuat kufur.”‎


Akhirnya benang merah dalam menyikapi maraknya perilaku hedonisme dunia adalah dengan ‎bersikap sebenar-benarnya zuhud dengan kesederhanaan yang terpancar bukan citra glamor ‎selebritas.‎

ADVERTISEMENT BY OPTAD


Wallahu ‘Alamu Bisshawab


K Hadi Susiono Panduk, Kolumnis Muslim; Rais Syuriyah Majelis Wakil Cabang NU Bayah; ‎Pengurus Pergunu Kabupaten Lebak; Pengurus MUI Kabupaten Lebak; Lulusan Pondok ‎Pesantren Al-Khoirot, Sabilillah Kudus; dan Universitas Diponegoro Semarang

ADVERTISEMENT BY ANYMIND

ADVERTISEMENT BY ANYMIND


Terkait