Khutbah I
اَلْحَمْدُ لِله، اَلْحَمْدُ لِلهِ الَّذِي وَفَّقَ بِرَحْمَتِهِ مَنْ شَاءَ مِنْ عِبَادِهِ، فَعَرَفُوْا أَقْدَارَ مَوَاسِمِ الْخَيْرَاتِ، وَعَمَّرُوْهَا بِالْإِكْثَارِ مِنَ الطَّاعَاتِ، وَخَذَلَ مَنْ شَاءَ بِحِكْمَتِهِ، فَعَمِيَتْ مِنْهُمُ الْقُلُوْبُ وَالْبَصَائِرُ، وَفَرَطُوْا فِى تِلْكَ الْمَوَاسِمِ فَبَاءُوْا بِالْخَسَائِرِ.
وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَاشَرِيْكَ لَهُ الْعَزِيْزُ الْحَكِيْمُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، أَقْوَمُ النَّاسِ بِطَاعَةِ رَبِّهِ فِى الْبَوَاطِنِ وَالظَّوَاهِرِ، صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَسَلَّمَ تَسْلِيْمًا كَثِيْرًا، أَمَّا بَعْدُ
فَيَا أَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ حَفِظَكُمُ اللهُ، أُوْصِيْ نَفْسِيْ وَإِيَّاكُمْ بَتَقْوَى اللهِ، فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ. قَالَ اللهُ تَعَالَى فِي كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ، يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنتُم مُّسْلِمُوْنَ
Hadirin Shalat Jumat hafidhakumullah
Puji syukur hanyalah milik Allah, Dzat yang telah memberikan nikmat iman, Islam, dan kesehatan bagi kita semua. Shalawat dan salam kita haturkan kepada Nabi Besar, Nabi Muhammad saw, panutan hidup terbaik bagi umat manusia.
Melalui mimbar yang mulia ini, khatib berwasiat kepada diri kami pribadi, dan umumnya kepada jama’ah kesemuanya untuk senantiasa meningkatkan kualitas ketakwaan kepada Allah ta’ala, yakni dengan cara senantiasa menjalankan perintah-Nya, serta menjahui larangan-Nya.
Sidang Jumat yang dimuliakan Allah
Dalam sepekan terakhir, kita dikagetkan dengan berita korupsi. Kenyataan pahit ini, menjadi tamparan keras bagi upaya pemberantasan korupsi di Indonesia. Gerakan antikorupsi yang diperjuangkan selama ini terasa tumpul dan mandul. Lantas, sebagai negara berpenduduk mayoritas Muslim, bagaimana seharusnya nilai-nilai agama dimaksimalkan guna menopang gerakan antikorupsi?
Sidang Jumat yang dirahmati Allah
Di masa Rasulullah, seorang petugas penarik zakat di daerah Bani Sulaim bernama Abdullah Ibn al-Lutbiyyah dinyatakan korupsi karena menerima hadiah dari warga Bani Sulaim.
Mengetahui perilaku Ibn Lutbiyyah, Rasul pun langsung bersabda di hadapan para sahabat bahwa tidak patut dan tidak layak seorang pejabat negara menerima hadiah (gratifikasi) dari masyarakat. Nabi bahkan mewacanakan bentuk-bentuk korupsi sistemik lainnya seperti pengambilan uang di luar gaji resmi, penggelapan hasil pekerjaan atau kekayaan negara (money laundring), dan penguasaan lahan secara tidak sah.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ لاَ تَأْكُلُواْ أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ إِلاَّ أَن تَكُونَ تِجَارَةً عَن تَرَاضٍ مِّنكُمْ وَلاَ تَقْتُلُواْ أَنفُسَكُمْ إِنَّ اللهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا (النساء: 29)
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang tidak benar, kecuali dalam perdagangan yang berlaku atas dasar suka sama suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sungguh, Allah Maha Penyayang kepadamu.” (QS An-Nisa’: 29)
Sedangkan korupsi nonsistemik, merupakan korupsi yang dilakukan di luar kanal-kanal pemerintahan dan birokrasi. Diriwayatkan, seorang sahabat bernama Mid’am atau Kirkirah diperintahkan mengantar harta rampasan perang, namun mati terkena panah musuh. Sontak para sahabat menyebut Mid’am syahid dan akan masuk surga.
Namun di luar dugaan, Nabi yang saat itu berada dalam majelis bersama para sahabat, tiba-tiba berdiri dan berkata bahwa Mid’am masuk neraka. Para sahabat yang melakukan investigasi atas pernyataan Nabi, menemukan fakta bahwa Mid’am mengambil sebuah mantel dari hasil rampasan perang.
Beragam korupsi yang dilakukan koruptor saat ini, sebenarnya sudah jauh-jauh hari diperangi oleh Nabi Muhammad saw pada periode Islam awal. Dengan tegas, Rasulullah saw melarang pengikutnya untuk mendekati perilaku korup, sekecil apa pun itu. Tidak lain, karena korupsi adalah tindak khianat kepada amanat. Oleh karena itu, tidak aneh jika dalam sebuah riwayat hadis shahih dinyatakan bahwa Nabi Muhammad saw melaknat pelaku suap, baik yang menyuap ataupun yang menerima suap. Hal ini sebagaimana termaktub dalam kitab Sunan Abi Dawud karya Imam Abu Dawud (202-275 H).
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عَمْرٍو قَالَ لَعَنَ رَسُولُ اللهِ الرَّاشِىَ وَالْمُرْتَشِىَ (رواه أبو داود)
Artinya: ’’Diriwayatkan dari shahabat Abdillah bin Amr ra, beliau berkata, Rasulullah saw melaknat orang yang menyuap dan orang yang menerima suap.’’ (HR Abu Dawud)
Sidang Jumat yang dimuliakan Allah
Ada tiga faktor penting yang dapat dijadikan modal dasar pemberatasan korupsi. Pertama, internalisasi nilai-nilai keberagamaan. Beragama, bukan persoalan simbol. Keimanan tak bisa hanya sebatas lewat penggunaan simbol-simbol religiusitas semata, semisal peci dan koko. Sekalipun tidak salah menggunakan simbol-simbol tersebut, namun tak sedikit dari kita terjebak “keimanan kemasan”.
Oleh sebab itu, perilaku koruptif bisa dihindari jikalau setiap pemeluk agama, termasuk Muslim, mampu mengekstrasi nilai-nilai ajaran agama ke dalam dirinya. Mengartikulasikannya menjadi sebentuk perkataan dan perbuatan baik. Seperti, bersikap zuhud atau menghindari kehidupan duniawi yang berlebihan serta menjaga amanah. Ketidaksadaran akan sikap-sikap dasar inilah yang membuat seseorang tak lagi malu melakukan korupsi. Oleh karenanya, keimanan harus diejawantahkan ke dalam kehidupan sehari-hari. Demikian juga dalam perilaku berbangsa dan bernegara.
Kedua, memperluas resonansi gerakan antikorupsi lewat kanal digital. Di awal periode kepemimpinan khalifah Ummar Bin Khattab, tindakan yang dilakukan Umar adalah membersihkan borok-borok korupsi pejabat internal. Umar dikenal keras dalam memberantas korupsi. Ia memerintahkan seluruh pejabat di bawah kekuasaannya dari hulu hingga hilir untuk melaporkan kekayaan pribadi.
Dalam fase ini, Gubernur Mesir Amru Bin Ash pun terkena imbas sebab kedapatan memiliki harta di luar jabatan yang dinilai tidak halal. Harta Amru Bin Ash akhirnya dikembalikan ke kas negara. Bahkan, istri Khalifah Umar sendiri pun diminta mengembalikan hadiah dari Kaisar Romawi Timur ke baitul mal melalui perbendaharaan negara.
Ketiga, memperkuat kohesivitas kelompok gerakan. Sebenarnya, Indonesia punya banyak kelompok gerakan antikorupsi yang secara sukarela berdiri di belakang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Namun faktor apa saja yang bakal membuat kelompok ini tak goyah dan kokoh sebagai garda publik dalam gerakan antirasuah ini, tentu saja di antaranya adalah pendekatan moralitas-teologis. Pendekatan ini di masa Nabi dan kekhalifaan pertama, publik dan kelompok kepentingan diarahkan untuk memahami teks-teks agama sekaligus mematuhi tokoh utama, yang dalam hal ini adalah Nabi Muhammad saw dan ajaran Islam terkait larangan-laragan korupsi.
Dari ketiga langkah ini, masyarakat Muslim Indonesia memiliki tanggung jawab untuk tergerak dan ambil bagian. Ajaran-ajaran luhur agama, semisal amanat, adil, pantang merugikan dan mengambil hak orang lain adalah beberapa contoh nilai-nilai yang perlu diejawantahkan.
Semoga kita senantiasa dalam petunjuk-Nya. Amin.
اَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَاِن الرَّ جِيْمِ . ِبسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّ حِيْمِ
قُلْ اَعُوْذُ بِرَبِّ النَّاسِۙ ١
مَلِكِ النَّاسِۙ ٢
اِلٰهِ النَّاسِۙ ٣
مِنْ شَرِّ الْوَسْوَاسِ ەۙ الْخَنَّاسِۖ ٤
الَّذِيْ يُوَسْوِسُ فِيْ صُدُوْرِ النَّاسِۙ ٥
مِنَ الْجِنَّةِ وَالنَّاسِࣖ ٦.
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِيْ الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ، وَتَقَبَّلَ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلَاوَتَهُ، إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ. وَقُلْ رَبِّ اغْفِرْ وَارْحَمْ وَأَنْتَ خَيْرُ الرَّاحِمِيْنَ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْم
Khutbah II
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ حَمْدًا كَثِيْرًا كَمَا أَمَرَ، أَشْهَدُ أَنْ لَا اِلَهَ اِلَّا الله وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ إِرْغَامًا لِمَنْ جَحَدَ وَكَفَرَ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ سَيِّدُ الْخَلَائِقِ وَالْبَشَرِ، اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى أَلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ، أَمَّا بَعْدُ،
فَيَا أَيُّهَا الْحَاضِرُوْنَ، أُوْصِيْ نَفْسِيْ وَإِيَّاكُمْ بَتَقْوَى اللهِ اِتَّقُوْا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوْتُنَّ اِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ. وَقَالَ اللهُ تَعَالَى فِي الْقُرْأَنِ الْكَرِيْمِ إِنَّ اللَّهَ وَمَلائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا،
اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى أَلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ، اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ الْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ، رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَاِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ الْخَاسِرِيْنَ، اَللَّهُمَّ أَعِنَّا عَلَى ذِكْرِكَ وَشُكْرِكَ وَحُسْنِ عِبَادَتِكَ، اَللَّهُمَّ لَا تَدَعْ لَنَا ذَنْبًا اِلَّا غَفَرْتَهُ وَلَا عَيْبًا اِلَّا سَتَرْتَهُ وَلَا هَمًّا اِلَّا فَرَجْتَهُ وَلَا ضَرًّا اِلَّا كَشَفْتَهُ وَلَا دَيْنًا اِلَّا أَدَيْتَهُ وَلَا حَجَةً مِنْ حَوَائِجِ الدُّنْيَا وَالْأَخِرَةِ اِلَّا قَضَيْتَهَا وَلَا مَرِيْضًا اِلَّا شَفَيْتَهُ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ.
عِبَادَ الله إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وِالْإِحْسَانِ وَاِيْتَاءِ ذِيْ القُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ، فَاذْكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلَى نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَاسْأَلُوْهُ مِنْ فَضْلِهِ يُعْطِكُمْ، وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ.
Muhammad Hanifuddin, Dosen Ma’had Darus-Sunnah Jakarta dan Ketua LBM PCNU Tangerang Selatan