LBH GP Ansor Temukan Fakta Baru Kasus Penusukan Santri Krapyak
Rabu, 6 November 2024 | 17:23 WIB

LBH GP Ansor DIJ memaparkan fakta-fakta baru soal kasus penusukan santri Pondok Pesantren Al Munawwir Krapyak, Senin (4/11/2024). (Foto: Dok GP Ansor DIJ)
Jakarta, NU Online Banten
Lembaga Bantuan Hukum (LBH) GP Ansor Daerah Istimewa Jogjakarta (DIJ) menemukan fakta-fakta baru dalam kasus pengeroyokan dan penusukan terhadap dua santri Pondok Pesantren Al Munawwir Krapyak. Berdasarkan keterangan dari para korban, para pelaku pengeroyokan dan penganiayaan disertai penusukan tersebut dilakukan oleh lebih dari 15 orang. "Sehingga penangkapan yang dilakukan oleh Polresta Jogjakarta terhadap 7 tersangka belumlah selesai," kata Ulinnuha kepada NU Online, Senin (4/11/2024).
Pihaknya menyampaikan apresiasi dan penghargaan yang setinggi-tingginya terhadap Polresta Jogjakarta dan Pemerintah Daerah Sleman yang telah secara cepat mampu melakukan penangkapan terhadap para terduga pelaku pengeroyokan dan penganiayaan disertai penusukan terhadap 2 santri Pondok Pesantren Al Munawwir Krapyak dan menetapkan para pelaku sebagai tersangka dan menutup beberapa toko miras yang berada di area Sleman. "Kami juga meminta Polresta Jogjakarta menegakkan hukum secara transparan terhadap para pelaku tanpa pandang bulu demi menegakkan keadilan dan menjaga keamanan masyarakat Yogyakarta," kata Ulin selaku koordinator advokat LBH GP Ansor DIJ.
LBH Ansor DIJ selaku yang ditunjuk oleh 2 korban dan mandat yang diberikan oleh Pondok Pesantren Al Munawwir Krapyak, sudah mengumpulkan advokat se-Nusantara sementara sebanyak 50 orang dan sangat mungkin bertambah. Ulin menjelaskan berdasarkan keterangan para korban, saat pengeroyokan, di sekitar lokasi ada mobil patroli polisi yang berjarak sekitar 200 meter. Akan tetapi aparat kepolisian itu seperti tidak langsung melakukan tindakan pencegahan. "Pada saat setelah kejadian, dalam kondisi salah satu santri bersimbah darah, polisi datang dan membawa santri ke klinik Pratama terdekat," jelasnya.
Kemudian berdasarkan olah tempat kejadian perkara (TKP) LBH Ansor DIJ mendapatkan laporan kejadian dan menemukan fakta bahwa aparat keamanan yang berseragam preman dan mobil patroli polisi sudah berada di sekitar lokasi sejak petang atau Maghrib.
LBH Ansor berkeyakinan pihak aparat dan intel telah mempunyai cukup informasi akan adanya potensi kerusuhan oleh sekelompok orang. "Pihak aparat cenderung melakukan pembiaran atas potensi kerusuhan dan tidak melakukan deteksi dini terkait dengan kekerasan tersebut," katanya.
ADVERTISEMENT BY OPTAD
Menurutnya, aparat polisi yang telah sejak petang berada di sekitar lokasi peristiwa tersebut jika melakukan tindakan pencegahan, maka sangat mungkin pengeroyokan dan penganiayaan yang disertai penusukan terhadap 2 santri tersebut tidak akan terjadi. "Saat korban yang telah bersimbah darah tersebut berteriak dan meminta tolong kepada warga sekitar dan berlari ke salah satu konter HP, malah para santri dibilang, jangan berkelahi di sini," jelasnya.
Sebagai masyarakat Jogja tentu menginginkan lingkungan aman tentram, santun, dan bersosial tinggi. Namun justru kejadian penusukan ini mempertegas akan adanya ketakutan yang sangat mendalam di benak masyarakat terhadap kelompok orang-orang atau pelaku tersebut.
Sebelumnya, Gerakan Pemuda Ansor DIJ membentuk Satuan Tugas Khusus (Satgasus) Anti-Miras untuk menegakkan amar makruf nahi munkar. Satgas ini di deklarasikan bersamaan dengan apel solidaritas 10.000 Banser bertemakan Satu Komando Jaga Keistimewaan dari Miras dan Kriminalitas di Lapangan Pondok Pesantren Minggir, Sleman, DIJ, Ahad (3/11/2024).
Ketua PW GP Ansor DIJ Abdul Muiz mengatakan, hal ini merupakan langkah tegas Nahdlatul Ulama yang telah mengeluarkan pernyataan sikap menolak dengan tegas peredaran miras di seluruh wilayah DIJ. Pihaknya menyebut, sudah mengajukan izin ke pengurus GP Ansor pusat. "Kami sudah mengajukan izin Banser pusat untuk mendirikan Satgas Khusus Banser Bebas Miras. Sehingga kami betul-betul bisa memastikan generasi muda kita bisa selamat dari bahaya miras itu,” katanya.
Menurutnya Banser lebih banyak mengimbau, karena untuk penegakan menjadi kewenangan polisi. "Kami meminta pihak kepolisian menindak tegas peredaran miras dan pelaku kriminalitas di DIJ. Tapi jika polisi lamban dalam menyelesaikan persoalan ini, Satgasus Banser Anti-Miras akan mengambil langkah tegas," katanya.
ADVERTISEMENT BY ANYMIND
Seperti diketahui, kasus penganiyaan dan penusukan terhadap dua orang korban yang merupakan santri Pondok Pesantren Al-Munawwir, Krapyak terjadi beberapa hari lalu oleh segerombol orang di Prawirotaman, Jogjakarta. Mereka dalam keadaan mengonsumsi minuman keras (miras). Adanya kasus tersebut membuat santri Krapyak menuntut kepada pihak kepolisian melalui aksi. “Santri Menggugat” untuk usut tuntas kasus penusukan dan menolak peredaran miras yang semakin meluas pada DIJ.
Aksi tersebut berlangsung di Lapangan Mapolda DIY yang dihadiri 14 ribu santri dan para kiai/nyai se-DIJ dan sekitarnya serta jajaran pengurus Nahdlatul Ulama (NU) serta banom-banomnya. Santri Krapyak pada aksi tersebut menurunkan seribuan lebih santri dari 800-an santri Pondok Pesantren Al-Munawwir dan 1.100-an santri Pondok Pesantren Ali Maksum, Selasa (29/10/2024).
Koordinator Lapangan dari Pondok Pesantren Al-Munawwir Akhmad Munadi menuntut aparat menindaklanjuti dan memproses pelaku penusukan kepada korban dengan penegakan hukum sampai akhir dan secara adil. “Kami menuntut untuk segera diproses dan ditangkap lalu dirilis secara resmi oleh pihak Kapolda dan bisa proses hukumnya sampai akhir,” ujar Munadi kepada NU Online, Selasa (29/10/2024).
Ia menambahkan, tuntutan selanjutnya, menutup dan mencabut izin penjualan miras di toko-toko wilayah DIJ. “Kami menuntut kepada pihak-pihak kebijakan untuk menutup segala jenis bentuk peredaran minuman keras, mencabut izin dari seluruh toko-toko yang disinyalir menjual minuman keras,” ujarnya. “Peredaran miras yang hari ini di DIY makin terang-terangan, makin bebas, dan siapapun bisa mengakses itu,” tambahnya.
Salah satu korban penganiayaan Muhammad Aufal Maromi berharap dengan adanya aksi tersebut dapat memberikan hasil yang sesuai dan tidak ada lagi bentuk kekerasan apapun di wilayah DIJ. “Semoga dengan aksi tadi membuahkan hasil yang sangat diharapkan oleh masyarakat dan tidak ada lagi kekerasan atau hal-hal yang tidak diinginkan,” ujar Aufal kepada NU Online, Selasa (29/10/2024).
ADVERTISEMENT BY OPTAD
Perlu diketahui, peristiwa kriminal terjadi di Prawirotaman, Jalan Prangtritis, Brontokusuman, Mergangsan, Jogjakarta, Rabu (23/10/2024) malam. Peristiwa kriminal berupa penganiayaan dan penusukan kepada dua orang santri (pembimbing atau tenaga pendidik) Pondok Pesantren Al-Fatimiyah Al-Munawwir, Krapyak, Jogjakarta. Dua korban santri tersebut Shafiq Faskhan (20) dan Muhammad Aufal Maromi (23). Korban dianiaya dan salah satu korban bahkan ditusuk menggunakan senjata tajam saat membeli sate di daerah Prawirotaman, sekitar pukul 21.00 WIB.
"Setelah selesai makan kan tidak langsung pulang, ya kita (Shafiq dan Aufal) duduk santai, tiba-tiba itu kan ada keributan, keributannya itu ada gelas dan botol dilempar, dipecahkan di jalan, kan kita kaget. Nah tiba-tiba segerombol orang itu nyamperin kita sambil bilang ‘ini pelakunya’ kepada gerombolannya. Nah lalu dihantamlah kita,” ujar Aufal kepada NU Online, Ahad (27/10/2024).
Aufal menyampaikan bahwa gerombolan tersebut kemungkinan sedang mengonsumsi minuman keras (miras) karena nada bicaranya yang tidak jelas. "Kayaknya gerombolan itu sedang mabuk karena ketika ngomong banyak suara yang tidak begitu jelas," ujarnya. Ia dan temannya mengaku tidak tahu gerombolan tersebut dan merasa tidak melakukan kesalahan. “Karena saya tidak tahu apa-apa, jadi kita ga sempat lari dan saya sempat bilang ‘saya tidak tahu apa-apa’ tapi tetap saja dihatam,” kata Aufal.
Aufal menyampaikan bahwa yang menyerang jumlahnya banyak lebih dari lima orang. "Banyak, mungkin lebih dari lima orang karena menyerang saya aja lebih dari lima orang,” ungkapnya.
Aufal menambahkan bahwa dirinya dan temannya diserang menggunakan balok, kursi, hingga menggunakan senjata tajam berupa pisau. "Kepala saya dipukul, badan saya, ya semuanya, saya cuman bisa menggunakan tangan untuk melindungi kepala saya,” ujarnya.
“Saat itu, saya lari dan ada warga yang mengantar saya ke pondok, kemudian saya cerita kepada pembimbing yang lainnya, setelah itu langsung pembimbing lainnya ke lokasi kejadian,” tambahnya.
Shafiq menjelaskan hal serupa bahwa dirinya dipukul hingga diserang menggunakan pisau. "Saya cuman bisa melindungi kepala saya dengan tangan saya, karena semua badan saya dipukul pakai balok, bahkan saya baru sadar kalau ada penusukan ketika banyak darah yang keluar dari perut saya," katanya. Shafiq menyampaikan bahwa bagian tubuh yang ditusuk berada di perut sebelah kiri sedalam 15 cm dan tidak mengenai organ tubuh lainnya.
"Saya diantar pake mobil polisi ke Rumah Sakit Pratama, dan besoknya saya operasi. Ini jahitanya ada 10 jahitan dan kata dokter tidak ada yang kena organ dalam lainnya hanya dibersihkan saja,” ujarnya.
Pengasuh Pondok Pesantren Al-Munawwir KH Raden Chaidar Muhaimin (Gus Endar) menyampaikan ucapan terima kasih kepada pihak polisi, Gerakan Pemuda (GP) Ansor, Banser, Pagar Nusa Daerah Istimewa Jogjakarta (DIY), dan masyarakat telah bertindak cepat dalam kasus tersebut. "Saya mengucapkan terima kasih empati dan simpati," ujar Gus Endar dalam keterangan video yang beredar luas dan diterima NU Online, Sabtu (26/10/2024) malam. (Joko S, Rikhul Jannah)
ADVERTISEMENT BY ANYMIND