Nasional

Maulid Nabi Lebih Meriah dengan Makan-Makan dan Sedekah

Jumat, 20 September 2024 | 11:44 WIB

Maulid Nabi Lebih Meriah dengan Makan-Makan dan Sedekah

Penceramah KH Ahmad Muwafiq saat tausiah Memperingati Maulid Nabi Muhammad saw dan Haul Syarif Hidayatullah/Sunan Gunung Jati yang digelar di Masjid Fathullah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Ciputat Timur, Tangerang Selatan, Kamis (19/9/2024) malam. (Foto: NUOB/Dahno)

Tangerang Selatan, NU Online Banten

KH Ahmad Muwafiq berharap, Peringatan Maulid Nabi ke depan bisa lebih meriah. Seperti ada acara makan-makan dan sedekah. ’’Sebab, Maulid adalah bentuk syukur kita sebagai pengingat-ingat akan kelahiran Nabi. Dengan bersedekah, makan-makan akan jauh membawa keberkahan,’’ ujar penceramah kondang dari Jogjakarta itu saat tausiah Memperingati Maulid Nabi Muhammad saw dan Haul Syarif Hidayatullah/Sunan Gunung Jati yang digelar di Masjid Fathullah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Ciputat Timur, Tangerang Selatan, Kamis (19/9/2024) malam.



Dilanjutkan, segala sesuatu yang berhubungan dengan makanan, biasanya akan selalu melibatkan banyak orang. Dalam membuat sajian makanan tentu melewati tahapan-tahapan. ’’Selaras dengan doa Allahuma barik lana fima razaqtana waqina ‘adzabannar, akan membawa keberkahanan dan dijauhkan oleh api neraka,’’ jelasnya.

ADVERTISEMENT BY OPTAD



Pada kesempatan itu, pria yang saat mahasiswa dikenal sebagai aktivis itu juga mengajak kepada para jamaah untuk meneladani Nabi Muhammad saw.’’Bukan hanya lewat qasidah, tapi juga harus memahami lewat sejarah,’’ imbuhnya.



Gus Muwafiq—sapaan akrab KH Ahmad Muwafiq –menjelaskan, meneladani Nabi Muhammad hendaknya tidak hanya melihat dari sisi kenabiannya saja.’’Akan tetapi Rasulullah itu min anfusikum (bangsa manusia) sama seperti yang lain. Merasakan fase kelahiran, menikah, dan seperti lumrahnya manusia. Jadi memperingati jangan terlalu ekstrem. Rasulullah juga mempunyai orang tua, kakek dan nenek, melewati fase kanak-kanak, remaja, hingga dewasa,’’ jelas pria pria kelahiran 2 Maret 1974 itu.


Secara sosiologi, lanjutnya, Rasulullah juga merasakan apa yang dirasakan umumnya manusia. Rasulullah bahkan merasakan hidup di titik terendah, diembargo. ’’Secara ilmu sosiologi agama dan antropologi, Rasulullah harus berjuang lebih keras, harus mengubah cakrawala, harus menghadapi tantangan lebih berat dari umumnya manusia. Dari sini kita bisa tahu hikmahnya mempelajari sejarah perjalanan,’’ terang penceramah berambut panjang itu.

ADVERTISEMENT BY ANYMIND



Pria yang malam itu memakai baju putih lengan panjang dipadu sarung warna senada dan peci hitam tersebut pun minta agar semua memahami Rasulullah sampai akar pohon agar bisa lebih mengenal. ’’Sehingga kita tahu secara teori pembelajaran dasar, Rasulullah adalah manusia yang out the box atau tidak sesuai sistematis. Dari yang tak mungkin menjadi mungkin. Dalam ilmu pendidikan mencatat tidak ada satu tokoh pun posisinya di atas nama Rasulullah,’’ tegasnya di hadapan ratusan jamaah yang hadir, termasuk Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta Asep Saepudin Jahar. (Dahno)

ADVERTISEMENT BY OPTAD

ADVERTISEMENT BY ANYMIND