Tangerang Selatan, NU Online Banten
Ketua Lembaga Bahtsul Masail (LBM) Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Tangerang Selatan (Tangsel) Kiai Muhammad Hanifuddin mengatakan, perbedaan antara tahadduts binni’mah atau menceritakan kenikmatan dan riya atau pamer dalam praktiknya bisa jadi tipis. ’’Tahadduts binni’mah itu bagian dari rasa syukur kepada Allah,’’ ujar pria yang sejak kecil suka wayang itu saat ngaji rutin Kitab Kasyful Ghummah karya Sayyid Muhammad al-Maliki di Lantai 1 Graha Aswaja NU Tangsel, Jalan Otista Raya, Ruko Prima Blok B, No 25-26, Ciputat, Tangsel, Selasa (4/6/2024) malam.
Dijelaskan pria yang pernah menimba ilmu di Pondok Pesantren Ringinagung, Kediri, Jawa Timur, itu, menceritakan kenikmatan dan pamer, pada dasarnya berbeda. Dari segi akar kata misalnya, tahadduts binni’mah itu menceritakan kenikmatan, yang di dalamnya ada pengakuan kepada Dzat Pemberi, yakni Allah.’’Supaya yang lain, yang mendengarkan, termotivasi,’’ ujar pria berkacamata yang malam itu seperti biasa mengenakan baju putih lengan panjang dipadu peci hitam.
Sedangkan riya, lanjut pria asal Sragen, Jawa Tengah, itu, pamer atau menceritakan dengan tujuan supaya dilihat atau dipuji orang lain.’’Lupa bahwa itu anugerah yang didapat dari Allah,’’ imbuh pria yang memakai sarung motif dengan dominasi gelap sembari sesekali tangan kanannya memegang kacamata yang dikenakan.
Selain itu, tambah pria yang saat ini sedang menempuh S3 tersebut, dari segi rasa, tentu masing-masing mengetahui apa itu riya atau tahadduts binni’mah. ’’Di sini, hati yang jadi penentu, yang tahu, diri orang masing-masing,’’ ungkap santri dari almaghfurlah KH Ali Mustafa Yakub, pendiri Pondok Pesantren Darus-Sunnah, Ciputat, Tangerang Selatan, itu.
Tak hanya itu. Dosen Pondok Pesantren Darus-Sunnah itu juga menerangkan, tahadduts binni’mah diperintahkan dalam Islam. Setidaknya hukumnya sunnah. Sedangkan riya, dilarang. ’’Termasuk sifat tercela,’’ ucapnya di hadapan para jamaah.
Malam itu, Kiai Hanif membaca halaman 79 hingga 82 Kitab Kasyful Ghummah. Bab wajib bersyukur atas kebaikan dan membalas pelaku kebaikan tersebut merupakan bagian terakhir. Ada 11 hadits yang dikupas. Mayoritas berisi penekanan pentingnya bersyukur. Salah satunya, hadits yang diriwayatkan Sahabat Jarir. Nabi bersabda, yang artinya kurang lebih, barang siapa yang tidak bersyukur kepada manusia, maka tidak disebut bersyukur kepada Allah. ’’Jadi kualitas syukur kita kepada Allah semakin baik, selagi mau bersyukur kepada manusia,’’ tegasnya.
Hadits-hadits di bagian ini, lanjutnya, merupakan dasar bagi orang yang diberi. ‘’Bagi mereka yang diberi bantuan, diberi sesuatu, diajarkan untuk menyebut pemberian tersebut. Mengucapkan terima kasih dan mendoakan pemberi. Ini juga bagian dari merawat hubungan dan jaringan. Termasuk kepada suami-istri, saling memberi hadiah misalnya. Saling memberi hadiah itu menumbuhkan saling cinta,’’ terangnya.
Seperti biasa, sebelum ngaji kitab di Kantor Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Tangsel itu didahului istighotsah. Di antaranya membaca shalawat nariyah.
Sekadar diketahui, Sayyid Muhammad al-Maliki hidup pada 1944-2004. Kasyful Ghummah, penawar kegalauan, merupakan salah satu karyanya. Kitab setebal 84 halaman ini memuat penjabaran hadits-hadits terkait kesalehan sosial. (Mutho)
Terpopuler
1
Dakwah Harus Berbentuk Aksi Nyata, Bukan Hanya Berhenti di Atas Mimbar
2
Temui Menkum, Mudir 'Ali Sampaikan Keabsahan JATMAN 2024-2029
3
Sampaikan Belasungkawa, Presiden Prabowo Ingat Momen Paus Fransiskus ke Jakarta
4
Khutbah Jumat: Balasan Kebaikan Adalah Kebaikan Selanjutnya
5
Ketum PBNU Respons Kritik AS soal Aturan Sertifikasi Halal di Indonesia
6
Sampaikan Dukacita, Ketum PBNU Kunjungi Kedubes Vatikan
Terkini
Lihat Semua