• logo nu online
Home Nasional Banten Raya Warta Keislaman Tokoh Khutbah Sejarah Opini Pesantren NU Preneur Ramadhan 2023
Jumat, 29 Maret 2024

Banten Raya

LAKPESDAM PWNU Banten Gelar FGD, Bahas Penanganan Konflik Sosial Keagamaan

LAKPESDAM PWNU Banten Gelar FGD, Bahas Penanganan Konflik Sosial Keagamaan
Direktur Indonesian Muslim Crisis Center (IMCC) Robi Sugara saat memaparkan materi. (Foto:Istiewa)
Direktur Indonesian Muslim Crisis Center (IMCC) Robi Sugara saat memaparkan materi. (Foto:Istiewa)

Kota Serang, NU Online Banten

Wakil Ketua Tanfidziyah Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Banten KH Syukron Makmun mengatakan, Indonesia memiliki kekayaan luar biasa yang tidak dimiliki oleh bangsa lain. Kekayaan sumberdaya alam yang melimpah. Disamping itu juga kekayaan dari keberagaman suku, ras dan harmonisasi hubungan antar agama yang tidak dimiliki oleh bangsa lain.

 

Demikian disampaikan olehnya, dalam acara Focus Disscusion Group (FGD) dengan tema ‘Mitigasi dan Pencegahan Konflik Sosial Bernuansa Agama di Banten’. Kegiatan yang dihelat atas kolaborasi Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumberdaya Manusia (Lakpesdam) PWNU Banten, Rumah Moderasi Beragama (RMB) UIN Sultan Maulana Hasanudin (SMH) Banten dan Direktorat Bimas Islam Kemenag RI, di Gedung PWNU Banten, Ahad (2/10/2022).

 

“Selain wilayah yang strategis, bangsa kita memiliki kekayaan yang tidak dimiliki oleh bangsa barat dan timur tengah,” Kata KH Syukron Makmun.

 

Kiai Syukron Makmun menilai, peristiwa Arab Spring yang melanda Timur Tengah. Hampir semua negara di wilayah tersebut mengalami krisis ekonomi dan politik. Terlebih, negara yang paling hancur itu terjadi karena polarisasi identitas yang kronis. 

 

“Polarisasi di kita masih aman karena masih ada peran Nahdlatul Ulama. Namun berbeda dengan krisis kemanusiaan di timur tengah terjadi karena polarisasi identitas. Menjadi hancur lebur karena polarisasi agama yang kronis disamping faktor-faktor eksternal,” ujar Kiai Syukron.

 

Sementara, Ketua Lakpesdam PWNU Banten Abdul Qodir, menyampaikan bahwa kerukunan umat beragama di Banten merupakan pekerjaan bersama. Atas dasar itulah, pihaknya menggelar FGD guna melakukan mitigasi dan memberikan solusi terkait masalah faktual beberapa pekan ini.

 

“Semoga kerukunan dan prinsip kebangsaan bisa kita jaga bersama-sama dan memberikan jawaban dalam penanganan konflik sosial keagamaan di Banten,” harap pria jebolan PTIQ Jakarta ini.

 

Kendati begitu, Ketua Pelaksana FGD Dr Ali Muhtarom, mengungkapkan terselenggaranya acara ini diharapkan bisa menjawab persoalan faktual di masyarakat. Meningkatkan peran dan penguatan civil society. Memberi pemahaman soal identifikasi, pendekatan dan strategi dalam dalam penanganan konflik sosial keagamaan di Banten.

 

“Cinta tanah air, komitmen kebangsaan dan toleransi merupakan indikator dalam moderasi beragama di masyarakat,” terang Dosen UIN SMH Banten ini.

 

Faktor Krisis Ekonomi dan Politik

Direktur Indonesian Muslim Crisis Center (IMCC) Robi Sugara, menyampaikan individu yang terlibat pada gerakan ekstrimis dilatarbelakangi oleh faktor ekonomi. Ia menemukan beberapa kasus yang terjadi. Beberapa individu tersebut menjadi radikal karena diberi janji gaji tinggi dan iming-iming pelunasan hutang.

 

“Faktor keterlibatan ekstrimis dalam gerakan radikalisme muncul karena faktor ekonomi. Janji pemberian gaji tinggi dan iming-iming hutang yang dilunasi meskipun diberi harapan palsu,” terang Robi.

 

Ia mengamati, faktor krisis ekonomi dan krisis politik merupakan dua hal yang berkaitan pada praktik beragama di masyarakat. Jika krisis ekonomi dan krisis politik tidak terjadi. Kata Robi, maka stabilitas sosial akan selalu terjaga. Namun jika terjadi pada keduanya. Stabilitas ekonomi dan krisis politik ambruk, maka akan timbul konflik-konflik horizontal pada masyarakat.

 

“Polarisasi dan segregasi sosial yang terjadi pada elit politik, akan berimbas pada masyarakat,” tandasnya.

 

Penguatan Peran Tokoh Agama

A’wan PBNU KH Matin Syarkowi menyampaikan, bahwa yang paling berperan dalam menyampaikan nilai-nilai toleransi adalah tokoh agama. Mengingat, pada era sekarang, peran tokoh agama di perkampungan memiliki peran maksimal karena bersentuhan langsung dengan masyarakat.

 

“Anggaran negara yang besar itu bisa diberikan langsung kepada mereka dan lembaga-lembaga sosial masyarakat,” ujar Kiai Matin.

 

Ketidakberhasilan membangun toleransi, kata Kiai Matin, karena tidak langsung melibatkan peran masyarakat. Kiai Matin menilai, setiap program berkaitan kerukunan dan toleransi, masih dianggap sebuah perayaan ketimbang pengajaran.

 

“Ini sudah menjadi tugas-tugas negara dalam melakukan pelayanan, maka libatkan masyarakat dalam setiap program sosial keagamaan,” tandas Kiai Matin yang juga Ketua PCNU Kota Serang.


Editor:

Banten Raya Terbaru