Keislaman

Sekilas tentang Dalil Hukum Syar'un Man Qoblana

Sabtu, 1 April 2023 | 21:07 WIB

Sekilas tentang Dalil Hukum Syar'un Man Qoblana

Ilustrasi. (Foto: Freepik)

Cukup asing di telinga kita istilah syar'un man qoblana, karena memang bukan dalil hukum yang ‎disepakati (muttafaq fiha), melainkan dalil hukum yang posisinya jadi ukuran atau cerminan atas ‎syariat Islam yang tengah kita terapkan sehari-hari. Pengaruh syar'un man qoblana ini dalam ‎kapasitasnya sebagai dalil hukum meski tidak disepakati, tapi tetap dalam satu hal menjadi rujukan, ‎contoh khitan yang berasal dari syariat Nabi Ibrahim ‘alaihissalam di syariat Islam masih ‎diberlakukan. ‎
‎ 

Kenapa Islam, sebagai tuntutan syariat justru masih tercampuri syariat nabi-nabi terdahulu, ‎karena sejatinya agama-agama sebelum Islam, dasarnya hampir sama, tentang ketuhanan yang ‎tersampaikan lewat rasulnya yakni keesaan Allah, kesaksian atas rasul utusannya. Yang ‎membedakan itu syari'atnya, meski penerapannya syari'at tersebut menyesuaikan lisan atau ‎bahasa kaumnya (budaya dan kebiasaan kaum). ‎

‎ 
Membaca Tafsir Ibnu Katsir pada Surat Ibrahim ayat 4, Allah berfirman:‎
‎ 

وَمَاۤ أَرۡسَلۡنَا مِن رَّسُولٍ إِلَّا بِلِسَانِ قَوۡمِهِۦ لِیُبَیِّنَ لَهُمۡۖ فَیُضِلُّ ٱللَّهُ مَن یَشَاۤءُ وَیَهۡدِی مَن یَشَاۤءُۚ وَهُوَ ٱلۡعَزِیزُ ٱلۡحَكِیمُ﴾ [إبراهيم ٤]‏

‎ 
Artinya: ’’Dan tidaklah kami utus seorang rasul kecuali berdasarkan lisan kaumnya. Agar mereka ‎menerima penjelasan, maka Allah bisa menyesatkan kepada orang yang dikehendaki, dan ‎memberi petunjuk kepada yang dikehendaki dan ia maha mulia dan maha menghukumi.’’
‎ 

هَذَا مِنْ لُطْفِهِ تَعَالَى بِخَلْقِهِ: أَنَّهُ يُرْسِلُ إِلَيْهِمْ رُسُلًا(١) مِنْهُمْ بِلُغَاتِهِمْ لِيَفْهَمُوا عَنْهُمْ مَا يُرِيدُونَ وَمَا أُرْسِلُوا بِهِ إِلَيْهِمْ، كَمَا قَالَ الْإِمَامُ ‏أَحْمَدُ‎:‎
حَدَّثَنَا وَكِيعٌ، عَنْ عُمَرَ(٢) بْنِ ذَرٍ قَالَ: قَالَ مُجَاهِدٌ: عَنْ أَبِي ذَرٍّ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ: "لَمْ يَبْعَثِ اللَّهُ، عَزَّ وَجَلَّ، نَبِيًّا إِلَّا بِلُغَةِ قَوْمِهِ
‎ 

Kata lisan ditafsiri oleh mufassir adalah lughat, dan lughat itu bahasa, karena bahasa bagian dari ‎budaya setempat. Begitu pula dalam tafsir Ibnu Jarir al-Thobary (hlm. 310). ‎
‎ 

‏﴿وَمَاۤ أَرۡسَلۡنَا مِن رَّسُولٍ إِلَّا بِلِسَانِ قَوۡمِهِۦ لِیُبَیِّنَ لَهُمۡۖ فَیُضِلُّ ٱللَّهُ مَن یَشَاۤءُ وَیَهۡدِی مَن یَشَاۤءُۚ وَهُوَ ٱلۡعَزِیزُ ٱلۡحَكِیمُ﴾ [إبراهيم ٤]‏
‎ 

القول في تأويل قوله تعالى: ﴿وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ رَسُولٍ إِلا بِلِسَانِ قَوْمِهِ لِيُبَيِّنَ لَهُمْ فَيُضِلُّ اللَّهُ مَنْ يَشَاءُ وَيَهْدِي مَنْ يَشَاءُ وَهُوَ الْعَزِيزُ ‏الْحَكِيمُ (٤) ﴾‏
‎ 

قال أبو جعفر: يقول تعالى ذكره: وما أرسلنا إلى أمة من الأمم، يا محمد، من قبلك ومن قبلِ قومك، رسولا إلا بلسان الأمة التي ‏أرسلناه إليها ولغتهم
‎ 

Setelah kita mengambil rujukan pada tafsir ayat itu, ada pemahaman bahwa Allah mengutus rasul ‎ke seluruh umat manusia, mulai Nabi Nuh hingga Nabi Isa sebelum diutusnya Rasul akhir zaman al-‎Musthofa Muhammad Ibnu Abdullah, itu disesuaikan dengan kebiasaan bahasanya kaumnya ‎tersebut, dan Rasul Allah ini diutus merata di seluruh penjuru bumi. ‎
‎ 

Ada sabda Kanjeng Nabi Muhammad yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori, yang menjelaskan ‎syariat para nabi terdahulu yang saling berbeda, meski dasar teologisnya sama yaitu menuhankan ‎Tuhan yang Esa. ‎
‎ 

عن أبي هريرة: أنا أوْلى النّاسِ بعِيسى ابْنِ مَرْيَمَ في الدُّنْيا والآخِرَةِ، والأَنْبِياءُ إخْوَةٌ لِعَلّاتٍ، أُمَّهاتُهُمْ شَتّى ودِينُهُمْ واحِدٌ
‎ 

Lalu, apa pengertian syar'un man qoblana ini? Ulama Ushul Fiqh mendefinisikan bahwa syar'un ‎man qoblana itu adalah syariat hukum dari ajaran-ajaran yang berlaku pada para rasul Allah ‎sebelum Nabi Muhammad diutus sebagai nabi akhir zaman, penutup seluruh nabi dan rasul. ‎
‎ 

Secara istilah, Imam al-Jurjani dalam kitabnya at-Ta'rifat menjelaskan bahwa syariat itu adalah jalan ‎dalam agama, mudahnya kita pahami bahwa syariat itu adalah tata cara dalam agama. ‎
‎ 

الشريعة هي الطريق في الدين‎ ‎
‎ 

Artinya: ’’Syariat itu ialah tata cara dalam agama.’’
‎ 

Bagaimana petunjuk Al-Quran terkait syar'un man qoblana ini, apa betul itu ada dalilnya? ‎Jawabnya jelas ada. Dalam Surat an-Nahl Ayat 123:‎
‎ 

ثم اوحينا اليك أن اتبع ملة إبراهيم حنيفا، و ما كان من المشركين‎ ‎
‎ 

Diperkuat pula oleh ayat-ayat lainnya yang menunjukkan kedudukan syar'un man qoblana, ‎memang bisa jadi dalil hukum, karena syariat terdahulu tersebut menjadi rujukan dalam syariat ‎Islam. ‎
‎ 

Petunjuk Al-Quran tentang kedudukan syar'un man qoblana sebagai dalil hukum adalah berikut ‎ini: ‎
‎ 

شرع لكم من الدين ما وصى به نوحا و الذي اوحينا اليك و ما وصينا به ابراهيم و موسى و عيسى أن أقيموا الدين و لا تتفرقوا فيه‎ ‎
‎ 

Artinya: ‘’Allah telah mensyariatkan bagi kamu agama, yang telah diwasiatkan kepada nabi Nuh, ‎dan telah kami wahyukan kepadamu dan yang telah kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa, dan ‎Isa bin Maryam…..’’‎
‎ 

Kalimat akhir, bahwa syar'un man qoblana tetap menjadi dalil hukum, meski tidak disepakati oleh ‎jumhur ulama Ahlisunnah wal Jama'ah. Apakah boleh jadi rujukan, ya boleh. tetapi ketika bicara ‎kepastian syariat Islam itu pasti didasari 4 dalil hukum; yaitu Al-Quran, al-Sunah, al-Ijma, dan al-‎Qiyas. ‎
‎ 

Hamdan Suhaemi, Wakil Ketua PW GP Ansor Banten; Ketua PW Rijalul Ansor Banten; Sekretaris ‎Komisi HAUB MUI Banten; Idaroh Wustho Jatman Banten