• logo nu online
Home Nasional Banten Raya Warta Keislaman Tokoh Khutbah Sejarah Opini Pesantren NU Preneur Ramadhan 2023
Kamis, 16 Mei 2024

Keislaman

Sekilas tentang Dalil Hukum Syar'un Man Qoblana

Sekilas tentang Dalil Hukum Syar'un Man Qoblana
Ilustrasi. (Foto: Freepik)
Ilustrasi. (Foto: Freepik)

Cukup asing di telinga kita istilah syar'un man qoblana, karena memang bukan dalil hukum yang ‎disepakati (muttafaq fiha), melainkan dalil hukum yang posisinya jadi ukuran atau cerminan atas ‎syariat Islam yang tengah kita terapkan sehari-hari. Pengaruh syar'un man qoblana ini dalam ‎kapasitasnya sebagai dalil hukum meski tidak disepakati, tapi tetap dalam satu hal menjadi rujukan, ‎contoh khitan yang berasal dari syariat Nabi Ibrahim ‘alaihissalam di syariat Islam masih ‎diberlakukan. ‎
‎ 

Kenapa Islam, sebagai tuntutan syariat justru masih tercampuri syariat nabi-nabi terdahulu, ‎karena sejatinya agama-agama sebelum Islam, dasarnya hampir sama, tentang ketuhanan yang ‎tersampaikan lewat rasulnya yakni keesaan Allah, kesaksian atas rasul utusannya. Yang ‎membedakan itu syari'atnya, meski penerapannya syari'at tersebut menyesuaikan lisan atau ‎bahasa kaumnya (budaya dan kebiasaan kaum). ‎

‎ 
Membaca Tafsir Ibnu Katsir pada Surat Ibrahim ayat 4, Allah berfirman:‎
‎ 

وَمَاۤ أَرۡسَلۡنَا مِن رَّسُولٍ إِلَّا بِلِسَانِ قَوۡمِهِۦ لِیُبَیِّنَ لَهُمۡۖ فَیُضِلُّ ٱللَّهُ مَن یَشَاۤءُ وَیَهۡدِی مَن یَشَاۤءُۚ وَهُوَ ٱلۡعَزِیزُ ٱلۡحَكِیمُ﴾ [إبراهيم ٤]‏

‎ 
Artinya: ’’Dan tidaklah kami utus seorang rasul kecuali berdasarkan lisan kaumnya. Agar mereka ‎menerima penjelasan, maka Allah bisa menyesatkan kepada orang yang dikehendaki, dan ‎memberi petunjuk kepada yang dikehendaki dan ia maha mulia dan maha menghukumi.’’
‎ 

هَذَا مِنْ لُطْفِهِ تَعَالَى بِخَلْقِهِ: أَنَّهُ يُرْسِلُ إِلَيْهِمْ رُسُلًا(١) مِنْهُمْ بِلُغَاتِهِمْ لِيَفْهَمُوا عَنْهُمْ مَا يُرِيدُونَ وَمَا أُرْسِلُوا بِهِ إِلَيْهِمْ، كَمَا قَالَ الْإِمَامُ ‏أَحْمَدُ‎:‎
حَدَّثَنَا وَكِيعٌ، عَنْ عُمَرَ(٢) بْنِ ذَرٍ قَالَ: قَالَ مُجَاهِدٌ: عَنْ أَبِي ذَرٍّ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ: "لَمْ يَبْعَثِ اللَّهُ، عَزَّ وَجَلَّ، نَبِيًّا إِلَّا بِلُغَةِ قَوْمِهِ
‎ 

Kata lisan ditafsiri oleh mufassir adalah lughat, dan lughat itu bahasa, karena bahasa bagian dari ‎budaya setempat. Begitu pula dalam tafsir Ibnu Jarir al-Thobary (hlm. 310). ‎
‎ 

‏﴿وَمَاۤ أَرۡسَلۡنَا مِن رَّسُولٍ إِلَّا بِلِسَانِ قَوۡمِهِۦ لِیُبَیِّنَ لَهُمۡۖ فَیُضِلُّ ٱللَّهُ مَن یَشَاۤءُ وَیَهۡدِی مَن یَشَاۤءُۚ وَهُوَ ٱلۡعَزِیزُ ٱلۡحَكِیمُ﴾ [إبراهيم ٤]‏
‎ 

القول في تأويل قوله تعالى: ﴿وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ رَسُولٍ إِلا بِلِسَانِ قَوْمِهِ لِيُبَيِّنَ لَهُمْ فَيُضِلُّ اللَّهُ مَنْ يَشَاءُ وَيَهْدِي مَنْ يَشَاءُ وَهُوَ الْعَزِيزُ ‏الْحَكِيمُ (٤) ﴾‏
‎ 

قال أبو جعفر: يقول تعالى ذكره: وما أرسلنا إلى أمة من الأمم، يا محمد، من قبلك ومن قبلِ قومك، رسولا إلا بلسان الأمة التي ‏أرسلناه إليها ولغتهم
‎ 

Setelah kita mengambil rujukan pada tafsir ayat itu, ada pemahaman bahwa Allah mengutus rasul ‎ke seluruh umat manusia, mulai Nabi Nuh hingga Nabi Isa sebelum diutusnya Rasul akhir zaman al-‎Musthofa Muhammad Ibnu Abdullah, itu disesuaikan dengan kebiasaan bahasanya kaumnya ‎tersebut, dan Rasul Allah ini diutus merata di seluruh penjuru bumi. ‎
‎ 

Ada sabda Kanjeng Nabi Muhammad yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori, yang menjelaskan ‎syariat para nabi terdahulu yang saling berbeda, meski dasar teologisnya sama yaitu menuhankan ‎Tuhan yang Esa. ‎
‎ 

عن أبي هريرة: أنا أوْلى النّاسِ بعِيسى ابْنِ مَرْيَمَ في الدُّنْيا والآخِرَةِ، والأَنْبِياءُ إخْوَةٌ لِعَلّاتٍ، أُمَّهاتُهُمْ شَتّى ودِينُهُمْ واحِدٌ
‎ 

Lalu, apa pengertian syar'un man qoblana ini? Ulama Ushul Fiqh mendefinisikan bahwa syar'un ‎man qoblana itu adalah syariat hukum dari ajaran-ajaran yang berlaku pada para rasul Allah ‎sebelum Nabi Muhammad diutus sebagai nabi akhir zaman, penutup seluruh nabi dan rasul. ‎
‎ 

Secara istilah, Imam al-Jurjani dalam kitabnya at-Ta'rifat menjelaskan bahwa syariat itu adalah jalan ‎dalam agama, mudahnya kita pahami bahwa syariat itu adalah tata cara dalam agama. ‎
‎ 

الشريعة هي الطريق في الدين‎ ‎
‎ 

Artinya: ’’Syariat itu ialah tata cara dalam agama.’’
‎ 

Bagaimana petunjuk Al-Quran terkait syar'un man qoblana ini, apa betul itu ada dalilnya? ‎Jawabnya jelas ada. Dalam Surat an-Nahl Ayat 123:‎
‎ 

ثم اوحينا اليك أن اتبع ملة إبراهيم حنيفا، و ما كان من المشركين‎ ‎
‎ 

Diperkuat pula oleh ayat-ayat lainnya yang menunjukkan kedudukan syar'un man qoblana, ‎memang bisa jadi dalil hukum, karena syariat terdahulu tersebut menjadi rujukan dalam syariat ‎Islam. ‎
‎ 

Petunjuk Al-Quran tentang kedudukan syar'un man qoblana sebagai dalil hukum adalah berikut ‎ini: ‎
‎ 

شرع لكم من الدين ما وصى به نوحا و الذي اوحينا اليك و ما وصينا به ابراهيم و موسى و عيسى أن أقيموا الدين و لا تتفرقوا فيه‎ ‎
‎ 

Artinya: ‘’Allah telah mensyariatkan bagi kamu agama, yang telah diwasiatkan kepada nabi Nuh, ‎dan telah kami wahyukan kepadamu dan yang telah kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa, dan ‎Isa bin Maryam…..’’‎
‎ 

Kalimat akhir, bahwa syar'un man qoblana tetap menjadi dalil hukum, meski tidak disepakati oleh ‎jumhur ulama Ahlisunnah wal Jama'ah. Apakah boleh jadi rujukan, ya boleh. tetapi ketika bicara ‎kepastian syariat Islam itu pasti didasari 4 dalil hukum; yaitu Al-Quran, al-Sunah, al-Ijma, dan al-‎Qiyas. ‎
‎ 

Hamdan Suhaemi, Wakil Ketua PW GP Ansor Banten; Ketua PW Rijalul Ansor Banten; Sekretaris ‎Komisi HAUB MUI Banten; Idaroh Wustho Jatman Banten


Keislaman Terbaru