
Ngaji Syarhun Lathifun di Graha Aswaja NU Tangsel, Ciputat, Tangsel, Selasa (17/12/2024) malam. (Foto: NUOB/Mutho)
Tangerang Selatan, NU Online Banten
Ketua Lembaga Bahtsul Masail (LBM) Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Tangerang Selatan (Tangsel) Kiai Muhammad Hanifuddin menyampaikan, Nahdlatul Ulama (NU) dan warga NU diharapkan masuk kategori ghuraba, langka, asing.’’Orang-orang yang berkhidmat dengan ikhlas, sehingga menjadikan NU sebagai wasilah yang mengantarkan kemanfaatkan dan keberkahan, kembali menuju kejayaan Islam dan Muslimin,’’ ujarnya membacakan halaman 82 Kitab Syarhun Lathifun ‘ala Arbain Haditsan Tata'allaq bi Mabadi' Jamiyyah Nahdatil Ulama di Lantai 3 Graha Aswaja NU Tangerang Selatan (Tangsel), Ciputat, Tangsel, Selasa (17/12/2024) malam.
Santri almaghfurlah KH Ali Mustafa Yakub, pendiri Pondok Pesantren Darus-Sunnah, Ciputat, Tangerang Selatan, itu, pada malam tersebut membaca hadits ke-27. Hadits dari Abu Hurairah ra yang diriwayatkan Imam Tirmidzi tersebut berbunyi, innaddina badaa ghariban wayarji’u ghariban, fa thuba lil ghurabai alladzina yushlihuna ma afsadannasu min sunnati.’’Dalam syarahnya (penjelasan), hadits tersebut memberi isyarat bahwa Islam di akhir zaman bakal asing, langka dari jiwa umat Muhammad dan kehidupan keseharian, meskipun jumlahnya banyak.’’Apalagi terkena wahn, yaitu senang dunia dan takut mati. Ini menyebabkan Islam lemah,’’ terang pria berkacamata tersebut.
ADVERTISEMENT BY OPTAD
Dalam syarah, lanjutnya, juga mengutip salah satu riwayat terkait ghurabai fiddunya arba’atun.’’Ghuraba di dunia ada empat,’’ lanjut pria asal Sragen, Jawa Tengah, yang juga dosen Pondok Pesantren Darus-Sunnah Ciputat, itu. Di antaranya adalah masjid di tengah masyarakat, tapi tidak ada yang shalat; mushaf Al-Qur’an di rumah, tapi tidak ada yang baca; dan pria saleh bersama kaum atau komunitas yang jelek.
Baca Juga
Antara Tahadduts Binni’mah dan Riya
Oleh karena era saat ini adalah masa banyak fitnah, lanjutnya, umat Islam hendaknya kembali kepada kemuliaan Islam dengan cara senantiasa menghidupkan syariat Nabi Muhammad saw.’’Dengan makna yang luas, disertai kesungguhan dan kepedulian,’’ tambah pria yang pernah menimba ilmu di Pondok Pesantren Ringinagung, Kediri, Jawa Timur, tersebut.
Sekadar diketahui, ngaji kitab rutin ini dilaksanakan setiap Selasa malam. Satu rangkaian dengan istighotsah dan pembacaan Shalawat Nariyah yang digelar Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Tangsel.
Perlu diketahui juga, Arbain Haditsan Tata'allaq bi Mabadi' Jamiyyah Nahdatil Ulama merupakan karya Hadratussyekh KH Hasyim Asy’ari, pendiri NU. Kitab Mbah Hasyim—sapaan Hadratussyekh KH Hasyim Asy’ari—yang berkenaan dengan berdirinya Jam’iyyah NU itu, memiliki kekhasan. Kitab tersebut dilampirkan bersamaan dengan Mukaddimah Qanun Asasi Nahdatul Ulama yang berkaitan erat (tata'allaq) dengan berdirinya NU.
Arbain Haditsan Mbah Hasyim ini dimulai dengan pesan kebaikan, bagaimana esensi agama, lalu bagaimana pula jika agama diserahkan kepada mereka yang bukan ahlinya. Redaksi yang ditulis oleh Mbah Hasyim dalam Arbain Haditsan tidak melulu dari Shahih Al-Bukhari, Shahih Muslim saja, akan tetapi juga dari Tabrani, Abi Dawud hingga kutipan dari Abu Nuaim Al-Asfahani, yang masih relevan hingga sekarang. Artinya, ada unsur continuity (keberlangsungan) di situ. Dari sinilah keistimewaan sosok Mbah Hasyim mampu meletakkan 40 hadits pilihan sebagai fondasi Jam'iyyah Nahdatul Ulama.
ADVERTISEMENT BY ANYMIND
Sedangkan Syarhun Lathifun merupakan syarah atas Arbain Haditsan yang ditulis oleh Khoiruddin Habziz, santri dan pengurus Ma’had Aly Situbondo, Jawa Timur. Kitab dengan tebal 124 halaman tersebut diberi pengantar oleh Wakil Rais ’Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama KH Afifuddin Muhajir, yang juga mengajar di Ma’had Aly Situbondo. (Mutho)
ADVERTISEMENT BY ANYMIND