Internasional

Mustasyar PBNU Nyai Sinta Hadiri Konferensi Internasional, Perempuan Pilar Peradaban Muslim

Selasa, 27 Agustus 2024 | 16:58 WIB

Mustasyar PBNU Nyai Sinta Hadiri Konferensi Internasional, Perempuan Pilar Peradaban Muslim

Nyai Sinta Nuriyah disambut Grand Syekh Al-Azhar Syekh Ahmad al-Thayyeb dan Menteri Wakaf Mesir Syekh Usamah Al-Azhari. (Foto: Instagram @usamaalazhary)

Jakarta, NU Online Banten

Mustasyar Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Nyai Hj Sinta Nuriyah Abdurrahman Wahid mengatakan, perempuan memiliki peran sentral dalam kehidupan umat manusia. Perempuan mengandung sembilan bulan dan berjuang mati-matian untuk melahirkan, hingga merawat dan mengajari anak berbicara sampai dewasa. “Perempuan atau ibu pulalah yang mengajarkan tentang cinta dan kasih sayang. Tetapi mengapa, sosok yang penuh kelembutan ini masih harus bersimbah dengan ketertindasan?” katanya dengan nada tanya saat menghadiri Konferensi Internasional bertajuk Peran Perempuan dalam Membangun Kesadaran di Kairo, Mesir, Ahad (25/8/2024).


Perlu diketahui, Nyai Sinta hadir sebagai tamu kehormatan. Menyambut kehadiran Nyai Sinta, Menteri Wakaf Mesir Syekh Usamah Al-Azhari menyebut bahwa kehadirannya sebagai upaya penyegaran hubungan yang dulu melalui KH Abdurrahman Wahid sebagai sosok ulama dan Presiden Republik Indonesia ke-4 yang pernah belajar di Al-Azhar. “Dan kesempatan kali ini melalui Ibu Sinta Nuriyah Wahid sebagai representasi perempuan yang kita banggakan di hadapan dunia,” katanya, Ahad (25/8/2024), dilansir NU Online.

 


Nyai Sinta melanjutkan, perempuan tidak dilahirkan sebagai bayang-bayang lelaki. Namun, perempuan berhak untuk menentukan jalan hidupnya sendiri. Karenanya, ia bersama sejumlah akademisi mendirikan Puan Amal Hayati sebagai wadah gerakannya dalam mengangkat harkat dan martabat perempuan. Nama Amal Hayati juga, jelasnya, merupakan pemberian suaminya, KH Abdurrahman Wahid, yang menggemari Ummi Kultsum saat studinya di Al-Azhar. Di antara lagu disukainya adalah lagu Amal Hayati.


Amal Hayati melakukan advokasi dan pendampingan terhadap perempuan korban kekerasan atau perlakuan tidak adil di ranah domestik, publik, tempat kerja, ranah politik, kekerasan akibat pemahaman bias gender.  “Di ranah domestik, akibat kekerasan yang dilakukan oleh suami atau yang dilakukan oleh orang orang serumah, di ranah publik, seperti perkosaan, pelecehan, dan lain sebagainya.


Selanjutnya di tempat kerja, seperti gaji yang berbeda antara laki laki dan perempuan, di ranah politik, seperti kuota perempuan masih tidak sebanding dengan kuota laki-laki, dan kekerasan yang diakibatkan oleh pemahaman agama yang bias gender,” jelasnya. 

ADVERTISEMENT BY OPTAD



Di samping itu, Amal Hayati juga melakukan kajian-kajian kritis terhadap kitab-kitab yang menjadi rujukan di kalangan pesantren. Kitab kuning yang dikaji adalah yang terkait dengan ketimpangan gender atau gender inequality.  “Dalam kajian ini melibatkan para ulama, akademisi, penggerak sosial, dan aktivis perempuan,’’ imbuhnya.



Selain itu, Amal Hayati juga bergerak melakukan berbagai kegiatan sosial kemanusiaan, memberikan bantuan kepada mereka yang mengalami kesulitan, khususnya dalam bidang pendidikan dan kesehatan. Tak hanya berfokus pada kemanusiaan, Amal Hayati juga bergerak dalam bidang pluralisme dan kerukunan umat beragama. Hal ini dilakukan sebagai upaya membangun relasi dan interaksi yang setara antar umatberagama supaya terbentuk kesadaran dan pemahaman keagamaan yang toleran, moderat, dan berkemanusiaan.“Kegiatan ini dikemas dalam bentuk sahur bersama kaum duafa dan kaum marginal,” jelasnya.

ADVERTISEMENT BY ANYMIND



Di sela kegiatan itu, Nyai Sinta juga memiliki agenda bertemu dengan Grand Syekh Al-Azhar Syekh Ahmad al-Thayyeb. Menurut Syekh al-Thayyeb, kunjungan tersebut sangatlah bersejarah. “Ini adalah kunjungan yang luar biasa bahkan bersejarah,” kata Syekh Al-Thayyeb, sebagaimana dilansir dari Instagram Syekh Usamah Al-Azhari.


Syekh al-Thayyeb juga menyampaikan kenyamanannya dalam berkunjung ke Indonesia. Ia menerima sambutan yang begitu hangat dari masyarakat dan presiden. Terlebih hubungan Indonesia dan Al-Azhar sangatlah erat. “Ia memuji hubungan dan ikatan Al-Azhar dengan Indonesia dan kehangatan yang diterimanya selama melakukan kunjungan ke Indonesia, baik dari Presiden Indonesia, maupun rakyat Indonesia,” tulis Syekh Usamah.


Grand Syekh juga menegaskan bahwa perempuan merupakan pilar peradaban Muslim. Tanpa perempuan, seolah-olah masyarakat itu hanya berjalan dengan satu kaki. (Mufidah Adzkia, Muhammad Syakir NF)

ADVERTISEMENT BY OPTAD

ADVERTISEMENT BY ANYMIND