Ketum PBNU Respons Presidential Threshold Dihapus dan Wacana Libur Sekolah saat Ramadhan
Ahad, 5 Januari 2025 | 22:50 WIB
Jakarta, NU Online Banten
Ketua Umum (Ketum) Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Yahya Cholil Staquf mendorong lembaga tinggi negara yang berurusan dengan pemilihan umum mempertimbangkan lonjakan jumlah calon presiden dan wakil presiden. Juga mengantisipasi munculnya partai politik (parpol)-parpol baru yang bisa jadi sekadar menjadi kendaraan politik.
"Tapi jangan sampai orang hanya bikin partai politik hanya sekadar untuk nyalon, nantikan kasihan KPU (Komisi Pemilihan Umum)-nya, kasihan yang nyoblos juga kalau calonnya kebanyakan," kata Gus Yahya—sapaan KH Yahya Cholil Staquf-- saat Ngopi Bareng Gus Yahya dengan Sahabat Media di Gedung PBNU Jakarta, Jumat (3/1/2025).
Gus Yahya tidak memungkiri bahwa banyak sekali kader-kader NU yang berada di dalam parpol. Ia mengatakan, urusan penghapusan ambang batas itu adalah urusannya lembaga-lembaga yang berurusan langsung dengan perpolitikan, termasuk partai politik. "Buat kami, kami tidak menganggap ini sebagai domain dari NU, karena demokrasi itu tiangnya atau fondasinya adalah partai-partai politik. Jadi ini domain partai politik, demokrasi kita, demokrasi melalui partai-partai politik, maka pertama-tama partai politik ini harus diberikan kepercayaan untuk membangun konstruksi demokrasi di Indonesia ke depan," jelasnya, dilansir NU Online.
Lebih lanjut, Gus Yahya menegaskan bahwa posisi NU dan warganya adalah sebagai pencoblos. Sehingga jika diberi kesempatan untuk mencoblos atau tidak, maka dilakukan tergantung ketentuan yang sudah ditetapkan Mahkamah Konstitusi (MK). "Soal siapa yang boleh nyalon atau tidak ini domain dari aktor-aktor politik dan kelembagaan yaitu partai-partai, DPR dan lain sebagainya," katanya.
Dia meyakini bahwa putusan MK memiliki nalar konstitusinya sendiri dengan apa yang menurut MK lebih konstitusional. Sementara itu, baginya aktor-aktor politik memiliki visi tentang bagaimana tipe politik di Indonesia. "Ke depan harus diciptakan supaya ada keseimbangan tuntutan demokratisasi, efisiensi manajemen produktivitas. Kita tidak hanya berpikir asal dengan melibatkan sistem politik yang tidak efisien, tentu tidak. Tentu yang harus kita ketahui prinsipnya itu ada di pemimpin politik," jelasnya.
Gus Yahya mendorong agar demokrasi perlu dipelihara oleh parpol, sehingga parpol dapat bekerja untuk rakyat. Hal itu dibutuhkan dengan adanya sistem kepercayaan rakyat terhadap parpol. "Kita butuh adanya kepercayaan atau trust rakyat terhadap partai-partai politik sebagai jembatan menyambungkan aspirasi kepada instansi politik di tingkat negara pemerintahan," jelasnya.
Sebelumnya, Ketua MK Suhartoyo menghapus soal ambang batas minimal persentase 20 persen pengusulan pasangan calon presiden dan wakil presiden (presidential threshold) usai dinilai melanggar hak politik dan kedaulatan rakyat sebagaimana tercantum dalam Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu). MK juga telah menerima gugatan Perkara Nomor 62/PUU-XXII/2024 digugat oleh empat orang pemohon asal Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, Jogjakarta, yaitu Enika Maya Oktavia, Rizki Maulana Syafei, Faisal Nasirul Haq, dan Tsalis Khoirl Fatna.
Di bagian lain, Gus Yahya menyarankan agar pemerintah mempertimbangkan model libur selama bulan Ramadhan bagi anak-anak sekolah. Menurutnya, libur yang diberikan harus direncanakan secara matang agar memberikan manfaat yang maksimal bagi siswa. Selain itu, Gus Yahya juga menyoroti terkait siswa non-Muslim saat Ramadhan tiba. Padahal tidak ada singgungannya sama sekali puasa Ramadhan dengan kegiatan belajar mengajar bagi mereka. "Ramadhan itu digunakan untuk apa bagi anak-anak sekolah ini? Apalagi kalau kita lihat anak-anak sekolah yang non-Muslim, apakah mereka juga libur? Nah, kalau ikut libur, untuk apa? Ini juga harus dipikirkan," katanya saat Ngopi Bareng Gus Yahya dengan Sahabat Media di Gedung PBNU Jakarta, Jumat (3/1/2025).
"Jadi, libur bukan hanya soal ada libur atau tidak, tetapi libur untuk apa. Ini yang harus dirancang modelnya. Suka atau tidak suka, saya lihat selama ini belum ada model yang baik untuk diterapkan," tambahnya.
Gus Yahya menekankan bahwa libur bukan hanya soal memberi waktu istirahat bagi siswa, tetapi juga harus memiliki tujuan yang jelas. Oleh karena itu, ia menyarankan agar model libur selama Ramadhan dirancang dengan lebih baik dan tidak hanya berdasarkan kebiasaan semata.
"Kita sudah pernah libur satu bulan, juga pernah tidak libur, dan kita sudah tahu apa yang bisa dilakukan selama liburan itu. Maka, evaluasi perlu dilakukan sejauh mana waktu libur selama Ramadhan ini bisa bermanfaat bagi anak-anak sekolah," jelasnya.
Gus Yahya mengenang bahwa pernah ada model seperti kegiatan keagamaan yaitu Shalat Tarawih, bisa menjadi bagian dari pengalaman yang lebih mendalam bagi siswa, seperti meminta tanda tangan imam sebagai bentuk ibadah yang lebih tekun. "Tapi, apakah itu model yang bisa kita andalkan? Tergantung apa yang kita usulkan untuk anak-anak sekolah selama Ramadhan ini," katanya merespons wacana libur sekolah selama satu bulan penuh pada Ramadhan. (Haekal Attar)
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Asyura
2
Katib Syuriyah PWNU Banten: PD-PKPNU Menguatkan Silaturahim dan Sinergitas
3
Ketum PBNU: Butuh Konsolidasi Gerakan untuk Mencapai Kemaslahatan
4
Hukum, Keutamaan, dan Niat Puasa Muharram, Termasuk Tasu’a dan Asyura
5
Pengunjuk Rasa soal ODOL Sempat Ditangkap, Ini Kata Ketua PBNU
6
Demo soal ODOL, Minta Payung Hukum bagi Sopir
Terkini
Lihat Semua