• logo nu online
Home Nasional Banten Raya Warta Keislaman Tokoh Khutbah Sejarah Opini Pesantren NU Preneur Ramadhan 2023
Minggu, 28 April 2024

Sejarah

Ekspedisi Jejak Wali Songo di Champa (Vietnam-Kamboja), Thailand, dan Malaysia (2)

Kapal Bocor, Syekh Jumadil Kubro Bangun Masjid di Kelantan, Mirip Masjid Agung Demak

Kapal Bocor, Syekh Jumadil Kubro Bangun Masjid di Kelantan, Mirip Masjid Agung Demak
Muhammad Abid Muaffan di depan Masjid Kampung Laut, Kelantan, Malaysia. (Gus Abid for NUOB)
Muhammad Abid Muaffan di depan Masjid Kampung Laut, Kelantan, Malaysia. (Gus Abid for NUOB)

EKSPEDISI jejak Wali Songo di Champa (Vietnam-Kamboja), Thailand, dan Malaysia dilakukan oleh Muhammad Abid Muaffan, peneliti sanad qiraat Nusantara. Di antara tujuannya mengetahui bagaimana peninggalan Wali Songo yang ada di Champa.


’’Meskipun kabar yang kita dengar dari beberapa literatur maupun kawan yang sudah sampai ke sana jejaknya hampir hilang, tapi petilasannya insyaallah masih ada. Terbukti masih ada Muslim Champa meski minoritas. Jadi tujuannya, ingin mengetahui tentang bagaimana jejak Wali Songo di Champa sebelum mereka menyebarkan dakwahnya ke penjuru Nusantara, baik Indonesia, Malaysia, Thailand, dan negeri sekitarnya,’’ ujar Gus Abid—panggilan karib Muhammad Abid Muaffan, dari Laman Warisan Seni Kampung Laut, Kelantan, Malaysia, kepada NU Online Banten (NUOB), Jumat (4/8/2023).


Sebagaimana dikisahkan oleh Maulana Habib Luthfi bin Yahya, Pekalongan,  lanjutnya, Wali Songo adalah zuriyah atau keturunan dari Sayyid Abdul Malik bin Alwi Ammil Faqih bin Muhammad Shahib Mirbath yang merupakan Bani Alawi dan mereka adalah zuriyah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dari Sayyidina Husain.


Sayyid Malik kemudian punya zuriyah Syekh Ahmad Jalaluddin yang kemudian berdakwah ke Champa dan mendamaikan konflik yang ada di sana. Kemudian menikah dengan salah satu putri raja Champa. ’’Punya keturunan Syekh Jamaluddin Akbar Al-Husaini, di Jawa dikenal dengan nama Syekh Jumadil Kubro yang makamnya di Tosora,  Majauleng,  Wajo,  Sulawesi Selatan,’’ imbuh alumnus UIN Maulana Malik Ibrahim Malang,  kelahiran Malang, 16 September 1993, itu.


Saat ziarah ke sana, sebelum ke Malaysia, kondisi makamnya terawat baik. ’’Ada yang menyebut, Syekh Jumadil Kubro lahir di Champa, ada yang menyebut di India. Sedangkan terkait makamnya, banyak yang menyebut di Wajo, termasuk sejumlah literatur yang saya telusuri ya di Wajo. Sedangkan yang di lainnya, makam dalam arti petilasan. Hidup pada 1310-1394 M. Sebelum sampai ke Jawa untuk berdakwah dan wafat di Wajo, singgah di Kelantan. Konon sebelumnya kapal yang ditumpangi bocor, lalu ber’azam, kalau selamat, akan membangun masjid. Ada ikan yang menutup lobang bocor, kemudian bersandar di Kelantan. Singkat cerita, kemudian membangun Masjid Kampung Laut di Tumpat,  sekitar 1349 M,’’ imbuh putra pertama dari dua bersaudara itu.


Dari sejumlah sumber NUOB menyebutkan, Laman Warisan Kampung Laut dilengkapi  tiga komponen utama. Laman Warisan Serunding, Laman Warisan Seni, Masjid Kampung Laut di tanah seluas 1.04 hektare di tepi sungai Kelantan.


Masjid Kampung Laut secara resmi bernama Masjid Kampung Laut Nilam Puri adalah sebuah masjid bersejarah yang berada di kawasan Kampung Nilam Puri, distrik Kota Bharu, Provinsi Kelantan, Malaysia. Masjid ini awalnya dibangun sekitar 1349 dan di Kampung Laut, Tumpat, namun dikarenakan peristiwa banjir pada 1926, masjid ini hanyut dan terbawa arus. Kemudian pada 1968, masjid ini dipindahkan ke lokasi baru atas perintah Kementerian Agama Malaysia, dan saat ini masjid berlokasi di kawasan Kampung Nilam Puri.


Jadi masjid yang sekarang di Nilam Puri, aslinya terletak di Kampung Laut, sebuah kampung di tepi Sungai Kelantan, di seberang sebelah hilir bandar Kota Bharu. Disebut-sebut masjid tertua di Kelantan, meskipun tahun pasti dibangun tidak diketahui. Yang pasti berusia ratusan tahun. Bentuk bangunan berbeda dengan kebanyakan masjid lain di Kelantan. Mirip atau menyerupai bentuk Masjid Agung Demak, Jawa Tengah.


Syekh Jumadil Kubro merupakan keturunan raja di Champa, karena ayahnya mempersunting putri dari raja Champa. Garis nasab Syekh Jumadil Kubro sampai Rasulullah. Melalui jalur Sayyid Ahmad Jalaluddin, Sayyid Abdullah, Sayyid Abdul Malik Azmatkhan, Sayyid Alwi Ammil Faqih,  Sayyid Muhammad Shahib Mirbath, Sayyid Ali Khali’ Qasam, Sayyid Alwi, dan Sayyid Muhammad. Kemudian Sayyid Alwi, Sayyid Ubaidillah, Imam Ahmad Al-Muhajir, Imam Isa Ar-Rumi, dan Imam Ali Al-Uraidhi. Lalu Imam Ali Al-Uraidhi, Imam Ja’far Shadiq, Imam Muhammad Al-Baqir, Imam Ali Zainal Abidin, Imam Al-Husain, Sayyidah Fathimah Az-Zahra/Ali bin Abi Thalib, dan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam.


‘’Syekh Jumadil Kubro merupakan datuk Wali Songo. Di antaranya punya anak  Syekh Ibrahim Asmoroqondi atau Sayyid Ibrahim Zainuddin As-Samarqandy. Yang di antara putra Asmoroqondi ini adalah Ali Rahmatullah atau Raden Rahmad yang dikenal dengan Sunan Ampel,’’ jelas wakil ketua Pimpinan Cabang Jam'iyyatul Qurra' wal-Huffazh Nahdlatul Ulama (JQHNU) Kabupaten Bogor, itu.


Syekh Ibrahim Asmoroqondi wafat pada sekitar 1425 M dan dan  dimakamkan  di  Gesikharjo, Palang, Tuban, Jawa Timur. (M Izzul Mutho/bersambung)


Sejarah Terbaru