Ada seorang perempuan berusia 75 tahun pembuat gula merah. Warga Karanggude, Karanglewas, Banyumas, Jawa Tengah. Tarisem namanya. Tulus ikhlas mewakafkan tanah seluas 20 ubin atau setara 240 meter persegi untuk pembangunan mushala. Tanah ini diwakafkan disaksikan oleh Ketua JPZIS (Jaringan Pengelola Zakat, Infak, Sedekah) Berkah Remen Silaturahim (Beres) Purwokerto Barat Daryanto, ketua RT, tokoh masyarakat dan petugas lapangan JPZIS Beres.
Baca Juga
Filantropi Solusi Sindrom Shopaholic
Melihat praktik ini setidaknya memicu orang untuk turut berbuat baik dengan mendahulukan kepentingan orang lain ketimbang diri sendiri. Alih-alih harta milik pribadi digunakan untuk kepentingan diri sendiri, nenek ini melakukan untuk kepentingan orang lain. Jika tindakan yang berorientasi diri sendiri biasa disebut egoisme, tindakan yang berorientasi orang lain ini dikenal dengan altruisme.
Kita pandangi bagaimana sesungguhnya altruisme dipahami secara umum. Dalam KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) berbunyi: al·tru·is·me n 1 paham (sifat) lebih memperhatikan dan mengutamakan kepentingan orang lain (kebalikan dari egoisme); 2 Antr sikap yang ada pada manusia, yang mungkin bersifat naluri berupa dorongan untuk berbuat jasa kepada manusia lain.
ADVERTISEMENT BY OPTAD
Sejak kemunculan altruisme dalam kosakata umat manusia, pengertian terhadap kata ini beragam dan terkadang berlawanan satu dengan yang lain (Ricard, 2015). Jika kita merujuk pengertian altruisme dari pertama. Altruisme merupakan istilah yang diambil dari bahasa Spanyol, kata autrui mempunyai makna orang lain. Sedangkan dalam bahasa Latin altruisme berasal dari kata alter yang bermakna yang lain atau lain. Sementara altruism dalam bahasa Inggris disebut altruism yang bermakna mementingkan kepentingan orang lain. Lebih jelasnya lagi dalam kamus ilmiah menerangkan bahwa istilah altruisme mempunyai arti suatu pandangan yang menekankan kewajiban manusia memberikan pengabdian, rasa cinta, dan tolong-menolong terhadap sesama.
Auguste Comte sebagai bapak positivisme mengenalkannya pada abad ke-19 yang mengatakan bahwa dalam altruisme terkandung "penghapusan hasrat mementingkan diri sendiri dan egosentrisme, serta menjalani kehidupan yang ditujukan untuk kesejahteraan orang lain" (Ricard, 2015). Dari pengertian paling mula tersebut, tampaknya tidak tersurat apakah altruisme itu tindakan, paham, sifat, atau dorongan. Hasrat dalam pengertian Comte tersebut dekat dengan dorongan; menjalani kehidupan dekat dengan tingkah laku.
ADVERTISEMENT BY ANYMIND
Para ahli lainnya turut menggambarkan altruism. Pengertian altruisme muncul lebih karena ragam sudut pandang para orang yag memaknainya. Ilmuwan biologi evolusioner misalnya memandang altruisme sebagai tingkah laku terkait daya tahan dan reproduksi. Segala tingkah laku disebut altruisme jika dapat meningkatkan kebugaran pihak (orang atau mahluk hidup) lain dan mengurangi kebugaran pelakunya (Sober dan Wilson, 1998).
Melalui pengertian ini, ilmuwan biologi evolusioner bisa menjelaskan segala tingkah laku altruis, tidak hanya pada manusia, tapi juga pada mahluk hidup yang lain. Tingkah laku altruis tidak menguntungkan secara evolutif jika dilihat secara individual, namun menguntungkan dalam kebertahanan kelompok. Mahluk hidup yang tinggal dalam kelompok yang punya tingkah laku altruis lebih bertahan hidup daripada yang tidak.
ADVERTISEMENT BY OPTAD
Sementara, ilmuwan psikologi perkembangan menganggap altruisme sebagai tindakan. Altruisme merupakan salah satu tipe tingkah laku prososial, yakni “tindakan yang didorong oleh motif-motif internal seperti perhatian dan simpati terhadap orang lain, atau oleh nilai-nilai dan ganjaran-diri daripada oleh keuntungan pribadi” (Eisenberg dan Mussen, 1989). Nilai-nilai yang membuat orang bertindak altruis di antaranya nilai-nilai kesejahteraan dan keadilan.
Alih-alih perhatian pada tindakan atau tingkah laku, ilmuwan psikologi sosial justru memandang altruisme sebagai motif atau dorongan. Ilmuwan biologi evolusioner dan psikologi perkembangan yang memandang altruisme sebagai tingkah laku tidak bisa memberi penjelasan yang memadai apa motif di balik tingkah laku itu, padahal motif merupakan masalah penting dalam membahas altruisme (Baston, Ahmad, Lishner & Tsang, 2009). Mengingat peran penting motivasi, di sini altruisme lebih terbatas pada fenomena yang dialami manusia. Baston pada 2011 menyebut altruisme menurut pandangan psikologi sosial merupakan “keadaan motivasional yang tujuan akhirnya adalah meningkatkan kesejahteraan orang lain.” Altruisme merupakan salah satu jenis motivasi yang membuat orang terdorong untuk melakukan tindakan prososial.
ADVERTISEMENT BY ANYMIND
Bagi Batson, orang yang dimotivasi oleh altruisme dalam melakukan tindakan prososial mungkin mendapat sejumlah keuntungan seperti mood yang meningkat, citra yang baik, pujian dari orang lain, dan mendapat balasan kebaikan, namun semua itu hanya konsekuensi yang tidak diniatkan dari upayanya mencapai tujuan akhir yakni kesejahteraan orang lain.
Kembali ke praktik baik Nenek Tarisem. Tindakan proporsional yang dilakukan dengan harapan agar tanah wakaf memberi manfaat kebaikan berupa mushala untuk beribadah. Sebagaimana niat nenek untuk berwakaf ini selaras dengan makna wakaf itu sendiri yakni wakaf seperti sebuah ‘teks yang hidup’ dan memajukan kehidupan umat. Ya, legalitas berupa sertifikat tanah wakaf ‘teks yang hidup’ dan melalui ibadah shalat dan keagamaan lainnya di mushala itu nantinya memajukan kehidupan umat.
Pamugkas, penulis akan mengakhiri bagian artikel ini dengan sebuah dawuh Presiden RI ke-4 Gus Dur (KH Abdurrahman Wahid) “tidak penting apa pun agama atau sukumu Kalau kamu bisa melakukan sesuatu yang baik untuk semua orang, orang tidak pernah tanya agamamu.”
ADVERTISEMENT BY ANYMIND
Wallahu a‘lamu bisshawab
Singgih Aji Purnomo, Bidang Kajian dan Riset Lakpesdam PCNU Jakarta Selatan, Redaktur NU Online Banten
ADVERTISEMENT BY ANYMIND