Nasional

Berikut Pesan Hadratussyekh KH Hasyim Asy’ari dalam Mengambil Ilmu Agama

Rabu, 16 Juli 2025 | 15:40 WIB

Berikut Pesan Hadratussyekh KH Hasyim Asy’ari dalam Mengambil Ilmu Agama

Ngaji Kitab Syarhun Lathifun ‘ala Muqaddimatil Qanunil Asasiyyi li Jam’iyyati Nahdatil Ulama di Lantai 3 Graha Aswaja NU Tangsel, Ciputat, Tangsel, Selasa (15/7/2025) malam. (Foto: NUOB/Mutho)

Tangerang Selatan, NU Online Banten

Pendiri Nahdlatul Ulama (NU) Hadratussyekh KH Hasyim Asy’ari dalam Mukaddimah Qanun Asasi memulainya dengan mengutip Al-Qur’an Surat Al-Furqan ayat pertama, bukan tanpa alasan. Hal tersebut memberi isyarat sebagai peringatan bahwa NU menjadikan Al-Qur’an dan Sunah Rasulullah merupakan fondasi dasar organisasi.


’’’Ala manhajis salafis shalih. Rujukannya NU itu Al-Qur'an dan Sunah Rasulullah. Hanya cara merujuk mengikuti manhaj salaf shalih. Tidak cukup berpegang terjemahan Al-Qur’an dan hadits semata,’’ ujar Ketua Lembaga Bahtsul Masail (LBM) Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Tangerang Selatan (Tangsel) Kiai Muhammad Hanifuddin saat ngaji Kitab Syarhun Lathifunala Muqaddimatil Qanunil Asasiyyi li Jam’iyyati Nahdatil Ulama di Lantai 2 Graha Aswaja NU Tangsel, Ciputat, Tangsel, Selasa (15/7/2025) malam.


Dijelaskan, Al-Quran dan Sunah Rasulullah merupakan sumber pokok dan pegangan hidup. ’’Mengambil petunjuk dalam memperoleh kebahagiaan yang sebenarnya di dunia dan akhirat,’’ imbuh kiai berkacamata asal Sragen, Jawa Tengah, tersebut.


Kiai Hanif yang malam itu membaca halaman 31 hingga 34 itu, melanjutkan, seseorang tidak boleh menafsiri Al-Qur’an tanpa merujuk ulama terdahulu dan kaidah-kaidah yang ditentukan. Begitu juga hadits. ’’Butuh keilmuan untuk memahami Al-Quran dan hadits. Maka ketika tidak punya kemampuan wajib taklid dan mengikuti ulama, imam-imam mujtahid dari Ahlussunnah wal Jama’ah yang mengusai ilmu agama,’’ kata pria yang pernah sembilan tahun menimba ilmu di Pondok Pesantren Ringinagung, Kediri, Jawa Timur, itu.


Hadratussyekh KH Hasyim Asy’ari juga berpesan agar berhati-hati mengambil ilmu agama.’’Harus jelas sanadnya, gurunya. Hadratussyekh mengutip apa yang disampaikan oleh Ibnu Sirin yang bernama Muhammad bin Sirin, seorang tabiin.  Ilmu itu agama, maka lihatlah dari siapa kamu mengambil agama. Agama yang kita ambil harus dari orang yang punya kepakaran,’’ terang dosen Pondok Pesantren Darus-Sunnah Ciputat, itu.


Hadratussyekh juga mengutip apa yang disampaikan Ibnul Mubarak yang bernama Abdullah bin Mubarak.’’Yakni, sanad itu bagian dari agama. Seandainya tidak ada sanad, maka orang dapat mengatakan semaunya,’’ ucapnya.


Oleh karena itu, lanjutnya, NU dan warga NU dalam beragama harus memastikan sanad gurunya. Dan Hadratussyekh sudah membuat rumus untuk NU dalam memahami Islam.


Rumus tersebut adalah, dalam syariat, NU berpegang fiqih mazhab empat. Imam An Nu’man bin Tsabit Abi Hanifah, Imam Malik bin Anas, Imam Muhammad bin Idris Asy Syafii, dan Imam Ahmad bin Hambal.’’Imam Syafii adalah mazhab yang dipegangi oleh penduduk Indonesia,’’ tambahnya.



Dalam masalah aqidah mengikuti Imam Abul Hasan Al Asy'ari dan Abu Mansur Al Maturidy. Sedangkan dalam tasawuf, mengikuti Imam Abu Hamid Al Ghazali dan Imam Abul Qasim Muhammad Al Junaidi.


’’Kenapa memilih para imam tersebut? NU memilih mazhab yang masyhur dengan mazhab Ahlussunnah wal Jama’ah, karena assawadul a’dham, kelompok besar dan kitab-kitabnya tertulis dan terjaga hingga saat ini sampai ke kita. Dan sebagaimana salah satu hadits, Rasulullah memerintahkan agar mengikuti assawadul a’dham,’’ pungkas santri almaghfurlah KH Ali Mustafa Yakub, pendiri Pondok Pesantren Darus-Sunnah, Ciputat, Tangerang Selatan, itu.

 


Sekadar diketahui, ngaji kitab rutin ini dilaksanakan setiap Selasa malam. Satu rangkaian dengan istighotsah dan pembacaan Shalawat Nariyah yang digelar Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Tangsel.


Perlu diketahui, Mukaddimah Qanun Asasi disusun Hadratussyekh KH Hasyim Asy’ari. Dalam menulis qanun asasi itu, Hadratussyekh merujuk sebanyak 39 ayat dan 9 hadist sebagai pijakan. Sedangkan Kitab Syarhun Lathifun ‘ala Muqaddimatil Qanunil Asasiyyi li Jam’iyyati Nahdatil Ulama ditulis oleh Khoiruddin Habziz, santri dan pengurus Ma’had Aly Situbondo, Jawa Timur. Kitab ini diberi pengantar oleh Wakil Rais ’Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama KH Afifuddin Muhajir, yang juga mengajar di Ma’had Aly Situbondo. (Mutho)