• logo nu online
Home Nasional Banten Raya Warta Keislaman Tokoh Khutbah Sejarah Opini Pesantren NU Preneur Ramadhan 2023
Selasa, 16 April 2024

Fragmen

Dibalik Sejarah Tradisi Kupatan Serta Nilai Filosofisnya

Dibalik Sejarah Tradisi Kupatan Serta Nilai Filosofisnya
Bakda Lebaran adalah Hari Raya Idul Fitri dimana seluruh umat Islam diharamkan untuk Puasa. Bakda Kupat adalah hari raya orang yang melaksanakan puasa Syawal selama enam hari. Nah kali ini kita akan membahas tentang istilah kupatan (Foto: NU Online)
Bakda Lebaran adalah Hari Raya Idul Fitri dimana seluruh umat Islam diharamkan untuk Puasa. Bakda Kupat adalah hari raya orang yang melaksanakan puasa Syawal selama enam hari. Nah kali ini kita akan membahas tentang istilah kupatan (Foto: NU Online)

Setelah melewati 30 hari bulan Ramadhan orang-orang muslim menyambut dengan bahagia akan datangnya bulan Syawal. tepat pada 1 syawal atau biasa yang dikenal dengan hari lebaran atau  idul fitri dimana semua orang muslim merayakan kemenangannya karena telah melewati 30 hari bulan Ramadhan. Menahan nafsu makan,minum,serta segala sesuatu yang dapat membatalkan puasa.  

 

Setelah satu bulan penuh kita melaksanakan puasa Ramadan dalam adat Jawa, ada istilah bakda dua, bakda lebaran dan bakda kupat. Bakda dalam bahasa arab berasal dari kata بعد yaitu berarti setelah. Jadi Bakda Lebaran adalah Hari Raya Idul Fitri dimana seluruh umat Islam diharamkan untuk Puasa. Bakda Kupat adalah hari raya orang yang melaksanakan puasa Syawal selama enam hari. Nah kali ini kita akan membahas tentang istilah kupatan

 

Sejarah Kupatan

 

Ketupat sebenarnya sudah ada sejak zaman Hindu-Budha di Jawa. Pada tahun 1600-an, di mana Islam mulai menyebar di Jawa, ketupat diperkenalkan dengan filosofi bermakna. Sosok yang memperkenalkan filosofi ketupat adalah Raden Mas Sahid atau yang dikenal sebagai Sunan Kalijaga.

 

Pada masa ini, Sunan Kalijaga memperkenalkan ketupat sebagai makanan dengan filosofi khas lebaran. Ketupat atau kupat dalam bahasa Jawa merupakan kependekan dari Ngaku Lepat dan Laku Papat. Ketupat menjadi simbol perayaan hari raya Idulfitri pada masa kerajaan Demak yang dipimpin oleh Raden Patah
Lebaran ketupat dilaksanakan tiap 8 Syawal di mana sebelumnya umat Islam melakukan puasa Syawal pada tanggal 2-7 Syawal. Perayaan tradisi lebaran ketupat ini dilambangkan sebagai simbol kebersamaan dengan memasak ketupat dan mengantarkannya kepada sanak kerabat.

 

Berbagai macam ketupat disajikan dalam menyambut makna tradisi lebaran ketupat oleh masyarakat Jawa ini. Ada ketupat glabed yang berasal dari Tegal, ketupat babanci dari Betawi serta ketupat bawang khas Madura

 

Puasa 6 hari di bulan syawal ini merupakan ibadah sunah yang sangat dianjurkan oleh Nabi Muhammad SAW karena keutamaannya yang sangat besar.
Nabi Muhammad SAW bersabda:

 

"Barangsiapa yang berpuasa Ramadhan kemudian berpuasa enam hari di bulan Syawal, maka dia berpuasa seperti setahun penuh." (HR Muslim)

 

Makna Filosofis Ketupat

 

Ketupat memiliki arti ngaku lepat, yaitu mengakui kesalahan. Semua manusia pasti punya kesalahan dan sebaik-baiknya orang adalah mereka yang mau mengakui kesalahannya. Selain itu dari seluruh komponennya kupat memiliki arti lagi. Mari kita bahas satu persatu.

 

Dimulai dari bahannya yaitu janur. Janur menurut filosofis Jawa merupakan kepanjangan dari sejatine nur yang melambangkan seluruh manusia berada dalam kondisi yang bersih dan suci setelah menlaksanakan ibadah puasa. Selain itu, juga menurut orang Jawa, Janur memiliki kekuatan magis sebagai tolak bala. Karena itu banyak juga yang menggantungkan kupat di depan pintu rumah mereka sebagai tawasul agar jauh dari bala.

 

Dan selanjutnya dari anyaman kupat yang sangat rumit memiliki arti bahwa hidup manusia itu juga penuh dengan liku-liku, pasti ada kesalahan di dalamnya. Kupat juga memiliki bentuk segi empat yang menggambarkan empat jenis nafsu dunia yaitu al amarah, yakni nafsu emosional; al lawwamah atau nafsu untuk memuaskan rasa lapar; supiah adalah nafsu untuk memiliki sesuatu yang indah; dan mutmainah, nafsu untuk memaksa diri. Dan orang yang memakan kupat menggambarkan pula telah bisa mengendalikan keempat nafsu tersebut setelah melaksanakan ibadah puasa.

 

Selanjutnya, isi ketupat yang berbahan beras sebagai bentuk harapan agar kehidupannya dipenuhi dengan kemakmuran. Selain itu saat kita membelah ketupat, kita akan menjumpai warna putih yang mencerminkan kita memohon maaf atas segala kesalahan dan juga berharap bisa seputih isi kupat tersebut.

 

Terakhir, dari cara memakan ketupat yaitu dengan sayur cecek dan lain sebagainya, terkhusus biasanya berbahan santen. Santen berarti juga pangapunten, yaitu memohon maaf atas kesalahan. Dari itu ada istilah “Mangan kupat nganggo santen. Menawi lepat, nyuwun pangapunten (makan ketupat pakai santan, bila ada kesalahan mohon dimaafkan”.

 

Demikian arti filosofis kupatan, tradisi yang diajarkan Sunan Kalijaga. Tradisi semcacam itu harus dilakukan dengan sebijak mungkin agar tidak disalahgunakan menuju kesyikiran, tetapi tetap dilestarikan sebagai bagian dari syiar Islam Indonesia yang berciri khas akulturasi budaya. Mari kita lestarikan bersama tradisi tersebut agar anak-anak kita dapat merasakannya juga kelak.

 

Dari berbagai Sumber.

 

Oleh: Adin Tamam Fauzi, Penulis adalah Mahasiswa Fakultas Dirasat Islamiyyah (FDI) UIN Jakarta dan Kader PMII Ciputat

 


 


Editor:

Fragmen Terbaru