• logo nu online
Home Nasional Banten Raya Warta Keislaman Tokoh Khutbah Sejarah Opini Pesantren NU Preneur Ramadhan 2023
Selasa, 30 April 2024

Khutbah

Khutbah Idul Fitri: Bermaafan Penyempurna Ibadah Ramadhan

Khutbah Idul Fitri: Bermaafan Penyempurna Ibadah Ramadhan
Ilustrasi merayakan Idul Fitri. (Foto: Freepik)
Ilustrasi merayakan Idul Fitri. (Foto: Freepik)
Khutbah I 
اللهُ أَكْبَرُ (×٣) اللهُ أَكْبَرُ (×٣) اللهُ أَكْبَرُ (×٣) وَ لِلّٰهِ اْلحَمْدُ اللهُ أَكْبَرُ كَبِيْرًا، وَالحَمْدُ لِلّٰهِ كَثِيْرًا وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَأَصِيْلًا لاَإِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ صَدَقَ وَعْدَهُ وَنَصَرَ عَبْدَهُ وَأَعَزَّ جُنْدَهُ وَهَزَمَ الأَحْزَابَ وَحْدَهُ لَاإِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَلَا نَعْبُدُ إِلاَّ إِيّاَهُ مُخْلِصِيْنَ لَهُ الدِّيْنَ وَلَوْكَرِهَ الكاَفِرُوْنَ الحَمْدُ لِلّٰهِ الَّذِيْ حَرَّمَ الصِّياَمَ أَيّاَمَ الأَعْياَدِ ضِيَافَةً لِعِباَدِهِ الصَّالِحِيْنَ. أَشْهَدُ أَنْ لاَإِلٰهَ إِلاَّاللهُ وَحْدَهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ الَّذِيْ جَعَلَ الجَّنَّةَ لِلْمُتَّقِيْنَ وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا وَمَوْلاَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ االدَّاعِيْ إِلىَ الصِّرَاطِ المُسْتَقِيْمِ. اللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَباَرِكْ عَلى سَيِّدِنَا مُحَمَّـدٍ وَعَلى آلِهِ وَأَصْحاَبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلى يَوْمِ الدِّيْنَ أَمَّا بَعْدُ، فَيَآ أَيُّهَا المُؤْمِنُوْنَ أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ المُتَّقُوْنَ. وَاتَّقُوْا اللهَ حَقَّ تُقاَتِه وَلاَتَمُوْتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ. قال الله تعالى كَيْفَ تَكْفُرُوْنَ بِاللّٰهِ وَكُنْتُمْ اَمْوَاتًا فَاَحْيَاكُمْۚ ثُمَّ يُمِيْتُكُمْ ثُمَّ يُحْيِيْكُمْ ثُمَّ اِلَيْهِ تُرْجَعُوْنَ
 
Ma’asyiral Muslimin jamaah Shalat Idul Fitri yang dirahmati Allah 
Alhamdulillah, puji syukur tak henti-hentinya kita panjatkan kepada Allah swt yang telah memberikan nikmat yang besar kepada kita semua pada hari ini, yaitu teraihnya kemenangan di hari yang fitri dalam keadaan sehat wal afiat tanpa kekurangan apa pun dan tetap beriman kepada Allah. Shalawat dan salam mari kita haturkan kepada junjungan kita, Nabi Muhammad saw beserta para sahabat dan pengikutnya.  
 

Selanjutnya, melalui mimbar yang mulia ini, khatib mengajak khususnya kepada diri khatib sendiri dan semua jamaah untuk terus istikamah dalam menjalankan ibadah dan meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah swt, serta menjauhi semua larangan-larangan-Nya. Sebab, tidak ada bekal yang paling baik untuk kita bawa menuju akhirat selain ketakwaan. 
 

Ma’asyiral Muslimin jamaah Shalat Idul Fitri yang dirahmati Allah
Hari ini kita bersama-sama menjalankan Shalat Idul Fitri dalam rangka menyambut kemenangan setelah satu bulan menjalankan berbagai macam ibadah di Bulan Suci Ramadhan. Di siang hari kita menjalankan ibadah puasa dan di malam hari kita melaksanakan qiyamul lail secara istikamah. 
 
Kemenangan ini ditandai dengan berkumandangnya lantunan gema takbir dari berbagai macam penjuru secara serentak seperti dari  rumah, masjid, mushala, radio, televisi, media online, dan lainnya. Kalimat takbir tersebut merupakan Kalimat sakral yang hanya disyariatkan pengucapannya hanya pada malam 1 Syawal hingga selesainya Shalat Idul Fitri atau pada Hari Raya Idul Adha sampai selesainya Hari Tasyrik tanggal 13 Dzulhijjah sebelum Maghrib. Kalimat takbir adalah kalimat suci yang syarat dengan muatan akidah dan tauhid. Kontennya berisi kata-kata pengagungan (takbir), pentauhidan (tahlil), serta penyucian kepada Allah (tahmid). 
 

Siapa pun yang membaca kalimat tersebut dapat dipastikan akan terjaga dan bertambah nilai keimanannya kepada Allah. Atas dasar itu, umat Islam sangat dianjurkan untuk memperbanyak berdzikir menyebut nama Allah swt dengan bacaan-bacaan takbir sebagai bentuk syukur kepada Allah karena telah memberikan pertolongan berupa kemudahan menjalankan ibadah di Bulan Ramadhan dengan sempurna. Hal ini sebagaimana ditegaskan dalam surat Al Baqarah ayat 185, Allah swt berfirman:
 
 
   وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ  
 

Artinya: “Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, agar kamu bersyukur.”  
 

Alhamdulillah selama satu bulan penuh kita telah berhasil melewati masa-masa ujian yang sangat berat yaitu berjihad melawan diri sendiri atau hawa nafsu selama Ramadhan. Dikisahkan pada suatu ketika, sesaat selesai perang yang sangat sangat monumental bagi umat Islam, yaitu Badar yang terjadi pada 17 Ramadhan tahun 2 Hijriah. Di mana, perang ini menjadi tonggak sejarah bagi umat Islam sebagai bentuk perlawanan terhadap kaum Musyrikin Makkah untuk pertama kalinya dan langsung meraih kemenangan. Dahsyatnya perang tersebut diikuti dengan persiapan dan kelengkapan perang di pihak Islam yang tidak sebanding dengan kekuatan kaum Musyrikin Makkah. Sebanyak 313 pasukan Muslimin yang bukan tim ahli dan terlatih dalam berperang melawan 1000 pasukan Musyrik yang terdiri atas pakar dan elite peperangan. Tiba-tiba Nabi berpesan kepada para sahabat dengan sebuah nasihat yang cukup mengagetkan:
 
 
  مرحباً بكم قدمتم من الجهاد الأصغر إلى الجهاد الأكبر " قيل يا رسول الله ومال الجهاد الأكبر؟ قال " جهاد النفس وقال صلى الله عليه وسلم " المجاهد من جاهد نفسه في طاعة الله عز وجل 

 
’’Selamat datang kepada kalian dalam menghadapi dari jihad ashghar (kecil) menuju jihad akbar (besar). Para sahabat bertanya: Apakah jihad akbar itu Rasulullah? Jihad akbara akbar adalah jihad melawan hawa nafsu sendiri. Seorang mujahid sejati adalah orang yang mampu melawan hawa nafsunya dalam rangka menjalankan ketaatan ibadah kepada Allah.’’
 
 
 Di Bulan Ramadhan secara resmi Allah membuka pintu-pintu surga, menutup semua akses neraka bahkan membelenggu semua celah iblis dan kroninya. Semua ibadah dilipatgandakan nilainya pahalanya. Ibadah sunnah seperti Shalat Taraweh kedudukannya berubah setara dengan ibadah wajib di luar Ramadhan. Ibadah puasa, shalat lima waktu dan pembayaran zakat menjadi ibadah wajib yang nilai ibadahnya tanpa batas karena langsung ditentukan oleh Allah. Sebagaimana ditegaskan di dalam hadits qudsi yang diredaksikan oleh Abu Hurairah:
 
 
 كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ لَهُ إِلَّا الصِّيَامَ فَإِنَّهُ لِي وَأَنَا أَجْزِي بِه 

 
Begitu dahsyatnya Allah membuka peluang bagi kaum Muslimin agar dapat melakukan tazkiyatun nafs atau pensucian jiwa dan muraqabah atau mendekatkan hamba-Nya kepada diri-Nya. Siapa pun yang berhasil mengimplementasikan ibadah dengan dibarengi keikhlasan di dalam hatinya, maka dapat dipastikan akan memperoleh jaminan maghfirah, pahala, surga, dan terbebas dari neraka. 
 

Sidang Shalat Idul Fitri yang dimuliakan oleh Allah
Setelah kita berupaya membersihkan diri dan menyucikan hati di hadapan Allah pada Bulan Ramadhan, kini tiba Bulan Syawal sebagai bulan untuk untuk membuka hati dan melapangkan dada untuk saling maaf memaafkan antarsesama. Tidak dipungkiri bahwa manusia adalah mahluk yang sering berbuat luput dan salah. Nabi bersabda dalam haditsnya:
 
 
 إِنَّ اللَّهَ وَضَعَ عَنْ أُمَّتِي الْخَطَأَ وَالنِّسْيَانَ 

 
Seringkali kita berkata-kata atau berbuat salah kepada orang lain dalam kehidupan sehari-hari. Disadari atau tidak, ternyata tindakan kita dapat memicu orang lain tersinggung dan sakit hati. Atas dasar itu, momentum Idul Fitri merupakan kesempatan emas bagi kita untuk mengimplementasikan jiwa sosial dan naluri kemanusiaan untuk kembali kepada fitrah secara sempurna. 
 
Ungkapan secara tulus dan ikhlas dari lubuk hati, permohonan, dan penerimaaan maaf ditebarkan kepada seluruh manusia. Idul Fitri dan permohonan maaf seperti dua mata sisi uang yang tidak bisa dipisahkan antara satu dengan yang lainnya. Di dalam perayaan Idul Fitri pasti ada bermaafan. Bahkan salah satu keunikan di Indonesia yang tidak dijumpai di negara lain adalah diadakannya halal bihalal oleh segala lapisan masyarakat. Halal bihalal adalah sebuah forum silaturahim sekaligus saling bermaafan yang diadakan pada Bulan Syawal. Semua akan berkumpul dalam balutan bahagia dan saling bersalaman dan bertegur sapa. Segala makanan khas labaran akan dihidangkan di meja. Tidak lupa uang Lebaran disiapkan dan dibagikan kepada sanak saudara. Sebuah kesempatan yang sangat sayang jika dilewatkan. Acara Halal bihalal merupakan sebuah ide brilian yang digagas oleh KH Abdul Wahab kepada Presiden Soekarno pada 1948. Tujuan utamanya adalah untuk membuka pintu maaf dan menyatukan bangsa yang sedang tidak baik-baik saja ketika itu.  
 
Kata halal bihalal disandarkan kepada hadits Nabi
 
 
 مَنْ كَانَتْ لَهُ مَظْلَمَةٌ لِأَخِيهِ مِنْ عِرْضِهِ أَوْ شَيْءٍ فَلْيَتَحَلَّلْهُ مِنْهُ 

 
Artinya: ’’Barang siapa yang pernah mendzalimi harga diri saudaranya atau lainnya maka memintalah maaf darinya.’’ 

 
Kata falyatahallal inilah yang kemudian diadopsi menjadi kata halal bihalal dan populer hingga saat ini. Falyatahallal atau perinitah pemohonan maaf merupakan sebuah perintah Allah yang bersifat wajib dan harus dilakukan dalam rangka menghapus dosa khilaf yang terjadi dengan sesama manusia. Sebab permohonan maaf inilah satu-satunya cara untuk menyelesaikan hak adam di alam dunia. Tanpa mendapatkan ridha dan mendapatkan maaf, maka dosa akan terus mengalir meskipun beristighafar kepada Allah telah dilakukan secara istikamah.  

 
Jamaah Sidang Shalat Idul Fitri yang berbahagia
Permohonan maaf adalah sebuah ibadah dan termasuk tindakan yang mulia. Nabi Muhammad seringkali memberikan contoh dan teladan kepada kita tentang bagaimana memohon dan menerima maaf di hadapan keluarga, sahabat, bahkan orang yang memusuhinya. Misalnya dikisahkan suatu saat Rasulullah saw pulang larut malam. Diketuknya pintu, tapi tidak ada yang membukakan. Rasulullah saw kemudian duduk menunggu sampai kemudian tertidur. Siti Aisyah yang merasa sampai larut malam Rasulullah saw berusaha untuk mencari. Saat membuka pintu yang kemudian membangunkan Rasulullah yang ketiduran. Bergegas Rasulullah saw bangun dan meminta maaf karena terlambat pulang dan membangunkan Siti Aisyah ra yang tertidur. Siti Aisyah ternyata juga melakukan hal serupa dengan meminta maaf kepada Rasulullah saw karena telah ketiduran, sehingga tidak tahu saat Rasulullah saw datang.  
 
 
Cerita lainnya adalah kisah Wahsyi dan Hindun binti Uthbah. Keduanya telah berhasil membunuh paman, sahabat sekaligus saudara sepersusuan Nabi yaitu Hamzah bin Abdul Muthalib dalam Perang Uhud. Wahsyi ditugaskan oleh Hindun untuk membunuh Hamzah. Ketika itu, Hamzah berhasil ditombak dengan mengenai bawah perutnya dan menembus ke arah bawah badannya. Kemudian, Hindun mendekati jenazahnya lalu mengoyak dan merobek hati orang yang dicintai oleh Nabi serta memakannya secara mentah-mentah. Hingga suatu waktu, Wahsyi mendatangi Nabi Muhammad dan memohon maaf atas kesalahan yang pernah dilakukannya. Nabi pun memaafkan kesalahan yang pernah dilakukannya. Bahkan ketika itu Wahsyi sempat bertanya kepada Nabi apakah pertobatan dirinya akan diterima oleh Allah? Pertanyaan ini dijawab dengan turunnya wahyu Allah Surat Al Zumar ayat 53:
 
 
 قُلْ يَا عِبَادِيَ الَّذِينَ أَسْرَفُوا عَلَى أَنْفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوا مِنْ رَحْمَةِ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعًا إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ 

 
’’Katakanlah (Nabi Muhammad), “Wahai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas (dengan menzalimi) dirinya sendiri, janganlah berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa semuanya. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.’’
 
Rasulullah juga pernah mengingatkan kita dalam sebuah hadits riwayat Ahmad: Bahwasanya ketika seorang wanita Yahudi telah datang kepada Nabi saw membawa daging kambing yang diracuni. Nabi lalu memakannya, lalu dibawanya lagi daging itu kepada wanita tersebut seraya ditanya: “Apakah kamu membubuhkan racun di dalamnya? wanita tersebut menjawab “iya”. Ketika ditanya apa tujuan perbuatannya maka wanita itu menjawab “saya ingin membinasakanmu”. Di antara sahabat bertanya setelah mendengar respons wanita Yahudi tersebut  "Bagaimana kalau kita bunuh wanita itu?"  Beliau menjawab: "Jangan!" Justru Nabi memaafkannya dan menyebutkan firman Allah Surat Al A’raf ayat 199:
 
 
 خُذِ الْعَفْوَ وَأْمُرْ بِالْعُرْفِ وَأَعْرِضْ عَنِ الْجَاهِلِينَ 

 
"Berilah maaf, perintahkan yang makruf dan hindarilah orang-orang yang bodoh." 
 
 
Abu Daud bercerita bahwa salah satu penyebab sakitnya Nabi hingga mengantarkan kepada kewafatannya adalah sisa racun yang bersemayam di dalam badan Nabi akibat makan daging kambing yang pernah disajikan oleh wanita Yahudi tersebut.

 
Dari beberapa kisah tersebut dapat disimpulkan bahwa permohonan dan penerimaan maaf adalah salah satu ciri umat Islam sebagai umat Nabi Muhammad yang kelak mendapatkan syafaat. Permohonan maaf ini tidak hanya berlaku bagi orang yang masih hidup, tetapi juga dilakukan kepada orang yang telah mendahului kita. Di antara caranya dengan berziarah kubur dan mendoakannya. Sebagaimana diceritakan oleh Imam Al Bujairemi:
 
 
 وَرُوِيَ : { إنَّ الرَّجُلَ لَيَمُوتُ وَالِدَاهُ وَهُوَ عَاقٌّ لَهُمَا فَيَدْعُو اللَّهَ لَهُمَا مِنْ بَعْدِهِمَا فَيَكْتُبُهُ اللَّهُ مِنْ الْبَارِّينَ } 

 
“Diriwayatkan bahwa seorang anak yang kedua orang tuanya wafat sementara ia pernah berdurhaka terhadap keduanya, lalu ia berdoa kepada Allah sepeninggal keduanya, niscaya Allah mencatatnya sebagai anak yang berbakti.” (Al-Bujairimi, Tuhfatul Habib alal Khatib, juz II, halaman 573)

 
Ma’syiral Muslimin rahimakumullah
Berhati-hatilah jika kita tidak maaf-memaafkan. Dikisahkan dalam dalam Kitab an-Nawâdir karya Syekh Syihabuddin Ahmad ibn Salamah al-Mishri al-Qalyubi asy-Syafi‘i, Suatu kali Iblis mendatangi Fir’aun dan berkata, “Apakah kau mengenaliku?” “Ya,” sahut Fir’aun. “Kau telah mengalahkanku dalam satu hal.” “Apa itu?” tanya Fir’aun penasaran. “Kelancanganmu mendaku sebagai tuhan. Sungguh, aku lebih tua darimu, juga lebih berpengetahuan dan lebih kuat ketimbang dirimu. Tapi aku tidak berani melakukannya.”  “Kau benar. Tapi aku akan bertobat,” kata Fira’un. “Jangan buru-buru begitu,” bujuk Iblis la’natullah ‘alaih, “Penduduk Mesir sudah menerimamu sebagai tuhan. Jika kau bertobat, mereka akan meninggalkanmu, merangkul musuh-musuhmu, dan menghancurkan kekuasaanmu, hingga kau tesungkur dalam kehinaan.” “Kau benar,” jawab Fir’aun, “Tapi, apakah kau tahu siapa penghuni muka bumi ini yang lebih buruk dari kita berdua?” Kata Iblis, “Ya. Orang yang tidak mau menerima permintaan maaf orang lain. Ia lebih buruk dariku dan darimu.” 

 
Dari kisah ini dapat kita ambil hikmah bahwa manusia yang berhati mulia adalah mereka yang mau meminta maaf dan menerima maaf. Jangan sampai hubungan baik kita begitu mesra dengan Allah, tetapi tidak dengan sesama. Tentu perbuatan ini tidak mencerminkan sebagai jati diri kepribadian orang yang saleh. Kesalehan dapat tercipta apabila terjadi hubungan yang baik antara mahluk dengan Tuhannya dan mahluk dengan mahluk secara seimbang. 
 
Mudah-mudahan Ramadhan tahun ini menjadi Ramadhan terindah yang lebih baik dari tahun kemarin. Dan semoga tahun depan kita mendapat kesempatan untuk berjumpa dengan Ramadhan 1446 Hijriah. Serta semua ibadah yang telah kita lakukan diterima dan diridhai oleh Allah. 
 
 بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِيْ هذَا الْيَوْمِ الْكَرِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَاِيَاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الصَّلَاةِ وَالزَّكَاةِ وَالصَّدَقَةِ وَتِلَاوَةِ الْقُرْاَنِ وَجَمِيْعِ الطَّاعَاتِ، وَتَقَبَّلَ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ جَمِيْعَ أَعْمَالِنَا إِنَّهُ هُوَ الْحَكِيْمُ الْعَلِيْمُ، أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ، اِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ

 
Khutbah II
 اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ  اللهُ أَكْبَرُ  اللهُ أَكْبَرُ  اللهُ أَكْبَرُ  اللهُ أَكْبَرُ  اللهُ أَكْبَرُ وَ لِلّٰهِ اْلحَمْدُ  اللَّهُ أَكْبَرُ كَبِيرًا، وَالْحَمْدُ لِلَّهِ كَثِيرًا، وَسُبْحَانَ اللَّهِ بُكْرَةً وَأَصِيلًا. أَشْهَدُ أَنْ لَااِلَهَ اِلَّا الله وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، اِلَهٌ لَمْ يَزَلْ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ وَكِيْلًا. وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ وَحَبِيْبُهُ وَخَلِيْلُهُ، أَكْرَمُ الْأَوَّلِيْنَ وَالْأَخِرِيْنَ، اَلْمَبْعُوْثُ رَحْمَةً لِلْعَالَمِيْنَ. اللهم صَلِّ وَسَلِّمْ عَلى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلى أَلِه وَأَصْحَابِه وَمَنْ كَانَ لَهُمْ مِنَ التَّابِعِيْنَ، صَلَاةً دَائِمَةً بِدَوَامِ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضِيْنَ   أَمَّا بَعْدُ، فَيَا أَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ، أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ الْعَلِيِّ الْعَظِيْمِ وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ عَظِيْمٍ، أَمَرَكُمْ بِالصَّلَاةِ وَالسَّلَامِ عَلى نَبِيِّهِ الْكَرِيْمِ فَقَالَ: إِنَّ اللهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا، اَللّٰهُمَّ صَلِّ عَلى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَبَارِكْ عَلى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ، فِيْ الْعَالَمِيْنَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ  اَللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ والْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ الْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ، اللّهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا الْبَلَاءَ وَالْغَلَاءَ وَالْوَبَاءَ وَالْفَحْشَاءَ وَالْمُنْكَرَ وَالْبَغْيَ وَالسُّيُوْفَ الْمُخْتَلِفَةَ وَالشَّدَائِدَ وَالْمِحَنَ، مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ، مِنْ بَلَدِنَا هَذَا خَاصَّةً وَمِنْ بُلْدَانِ الْمُسْلِمِيْنَ عَامَّةً، إِنَّكَ عَلى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ عِبَادَ اللهِ، إنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإحْسَانِ وَإِيْتَاءِ ذِي الْقُرْبى ويَنْهى عَنِ الفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالبَغْيِ، يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ
 

 
KH M Alvi Firdausi, Ketua Rabithah Ma’ahid Islamiyah (RMI) PCNU Tangsel, Pengasuh Pondok Pesantren Al Tsaniyyah Serpong, Tangsel 


Khutbah Terbaru