Opini

Sumbangsih KH Bisri Mustofa dalam Bidang Hadits

Sabtu, 15 April 2023 | 23:30 WIB

Sumbangsih KH Bisri Mustofa dalam Bidang Hadits

KH. Bisri Mustofa. (Foto: NU Online)

KH Bisri Mustofa (1915-1977), ayah Gus Mus, adalah penulis produktif. Ini ‎sudah jamak diketahui. Beliau menulis lebih dari 170 buku. KH Bisri Mustofa ‎adalah orator andal. Ini sudah maklum. Dakwahnya dari level nasional hingga ‎pelosok desa. KH Bisri Mustofa adalah politisi. Ini juga tak terbantah. Menjadi ‎anggota konstituante, perwakilan NU. KH Bisri Mustofa adalah pendidik. Ini ‎adalah realita. Sebagai pendiri Pesantren Raudlatut Thalibin Leteh, Rembang. ‎KH Bisri Mustofa adalah pejuang kemerdekaan. Ini juga fakta sejarah. Ikut ‎memimpin perang 10 November 1945 di Surabaya. KH Bisri Mustofa adalah ‎pakar tafsir. Ini sudah banyak ditulis oleh jurnal, tesis, dan disertasi. Tafsir al-‎Ibriz adalah magnum opusnya. Namun bagaimana perannya dalam kajian ‎hadits?‎


Ada 3 penjelasan yang bisa diajukan. Pertama, dari sisi sanad dan genealogi ‎kajian hadits, KH Bisri Mustofa memiliki sanad kajian Shahih al-Bukhari dan ‎Shahih Muslim dari Syekh Umar Hamdan al-Maghribi (1875-1949). Tokoh ‎penting dalam kajian hadits di Hijaz. Selain itu, KH Bisri Mustofa juga belajar ‎kitab Manhaj Dzawi al-Nadhar dari Syekh Hasan Masyath (1317-1399 H). ‎Kitab ini adalah ulasan Alfiyah Suyuthi dalam bidang mushtholah hadits. Ditulis ‎oleh Syekh Mahfudz al-Tarmasi (1868-1920). Ditambah lagi juga belajar kitab ‎al-Aqwal al-Sunan al-Sittah dari Syekh Ali al-Maliki (1870-1949). Jalur sanad ‎keilmuan ini sudah dapat menjadi garansi latar belakang keilmuan KH Bisri ‎Mustofa, khususnya dalam bidang hadits.‎


Kedua, setelah selesai studi kajian hadits di atas di Tanah Suci, KH Bisri Mustofa ‎menyebarluaskannya. Pesantren Leteh menjadi basis pengajarannya. Berbagai ‎disiplin ilmu diajarkan. Mulai dari nahwu, sharaf, fiqih, ushul fiqih, ulumul ‎Qur'an, tarikh, tasawuf, tafsir, hingga hadits. Salah satunya adalah kajian ‎Shahih al-Bukhari dan Muslim. Dua kitab primer dalam bidang hadits. Selain itu ‎juga dilengkapi kajian mustholah hadits. Salah satunya adalah kitab al-‎Mandhumah al-Baiquniyah. Di titik ini, tampak bagaimana KH Bisri Mustofa ‎turut andil dalam pentradisian kajian hadits dan ilmu hadits di Indonesia.‎


Ketiga, melalui karya tulis. Ada 3 judul kitab dalam bidang hadits yang ‎diterjemahkan sekaligus syarah. Pertama, kitab al-Azwad al-Mushthafawiyah ‎terjemah dan penjelasan Kitab al-Arba'in al-Nawawiyah, karya Imam al-‎Nawawi (631-676 H). Kedua, terjemah dan penjelasan Kitab Bulugh al-Maram, ‎karya Imam Ibnu Hajar al-Asqalani (852 H). Ketiga, terjemah dan penjelasan al-‎Mandhumah al-Baiquniyah. Dalam ketiga karya ini, KH Bisri Mustofa tidak serta ‎merta mengalihbahasakan. Tetapi juga memberikan ulasan. Ditambah lagi ‎catatan-catatan penting. Karena itu, dapat kita rasakan bahwa ketiganya tidak ‎sekadar kitab terjemah. Tetapi juga sebagai kitab syarah (penjelasan). Kalau ‎kita lihat dari sisi historis, karya-karya ini ditulis pada 1960-an. Di mana kajian ‎hadits belum familiar seperti saat ini. ‎


Dari tiga hal ini, betapa besar dan signifikan peran KH Bisri Mustofa dalam ‎pentradisian kajian hadits di Nusantara. Lantas tertarikah Anda?‎


Muhammad Hanifuddin, Ketua LBM PCNU Tangsel dan Dosen Darus-Sunnah ‎Jakarta