Singgih Aji Purnomo
Kolomnis
Abdurrahman Wahid, atau yang akrab disapa Gus Dur, adalah salah satu tokoh nasional yang memiliki peran penting dalam memperjuangkan hak-hak masyarakat Papua.
Selama masa kepemimpinannya sebagai Presiden Indonesia ke-4 (1999–2001), Gus Dur dikenal sebagai figur yang menjunjung tinggi nilai-nilai toleransi, pluralisme, dan keadilan sosial.
Salah satu warisan pemikirannya yang paling relevan hingga saat ini adalah pendekatannya terhadap isu Papua, yang sering kali menjadi titik panas dalam diskusi tentang kesatuan bangsa dan hak asasi manusia.
Baca Juga
Pesona Gus Dur
Dengan mempertimbangkan berbagai penelitian terbaru, tulisan ini akan mengeksplorasi bagaimana nilai-nilai Gus Dur dapat menjadi solusi bagi persoalan Papua di masa sekarang.
Gus Dur dan Pendekatan Humanis terhadap Papua
Gus Dur memiliki pandangan yang unik tentang Papua. Berbeda dengan pendekatan represif yang sering digunakan oleh pemerintah sebelumnya, Gus Dur lebih memilih dialog dan rekonsiliasi.
Salah satu kebijakan kontroversial namun progresif yang ia lakukan adalah mengizinkan penggunaan nama "Papua" menggantikan "Irian Jaya" pada tahun 2000 (ICG, 2001). Langkah ini bukan sekadar perubahan nama, melainkan pengakuan terhadap identitas kultural masyarakat Papua yang selama lama diabaikan.
Selain itu, Gus Dur juga membuka ruang bagi dialog dengan tokoh-tokoh Papua, termasuk mendengarkan aspirasi kelompok pro-kemerdekaan. Ia pernah mengusulkan otonomi khusus yang lebih luas bagi Papua, yang akhirnya diwujudkan dalam UU Otonomi Khusus Papua No. 21/2001 (Elsam, 2002).
Kebijakan ini menjadi landasan penting dalam upaya memberikan keadilan bagi masyarakat Papua, meskipun implementasinya hingga kini masih menuai kritik.
Toleransi sebagai Fondasi Relasi Papua-Jakarta
Salah satu prinsip utama yang dipegang Gus Dur adalah toleransi, bukan hanya dalam konteks agama, tetapi juga dalam hal kebudayaan dan politik. Ia percaya bahwa konflik di Papua tidak akan selesai dengan pendekatan militeristik, melainkan melalui pengakuan terhadap hak-hak dasar masyarakat Papua.
Dalam pidatonya di Jayapura (2000), Gus Dur menekankan pentingnya mendengarkan suara rakyat Papua dan menyelesaikan masalah dengan cara-cara damai (Wahid Institute, 2009). Pendekatan ini sangat berbeda dengan kebijakan pemerintah Orde Baru yang cenderung menutup ruang dialog dan menggunakan kekerasan dalam menangani separatisme.
Relevansi Pemikiran Gus Dur dalam Konteks Kekinian
Meskipun Gus Dur hanya menjabat selama dua tahun, pemikirannya tentang Papua masih relevan hingga saat ini. Beberapa isu yang masih menjadi tantangan antara lain:
Pertama, pelanggaran HAM yang belum terselesaikan. Kasus-kasus pelanggaran HAM di Papua, seperti peristiwa Wasior (2001) dan Wamena (2003), masih menjadi catatan kelam yang belum tuntas (KontraS, 2020). Pendekatan Gus Dur yang mengedepankan dialog dan keadilan bisa menjadi model penyelesaian yang lebih manusiawi.
Kedua, otonomi khusus yang belum optimal. Meskipun UU Otsus Papua telah berlaku lebih dari dua dekade, banyak evaluasi menunjukkan bahwa kebijakan ini belum sepenuhnya mensejahterakan masyarakat Papua (IPAC, 2021). Gagasan Gus Dur tentang otonomi yang lebih inklusif dan partisipatif perlu dihidupkan kembali.
Ketiga, narasi separatisme vs nasionalisme. Pemerintah saat ini masih sering menggunakan pendekatan keamanan dalam menangani isu Papua, sementara akar masalah seperti ketimpangan ekonomi dan diskriminasi kurang diperhatikan (Human Rights Watch, 2022). Gus Dur mengajarkan bahwa solusi terbaik adalah melalui pendekatan kultural dan dialog, bukan represi.
Penelitian Terkini tentang Papua dan Rekomendasi Kebijakan
Beberapa penelitian terbaru menunjukkan bahwa pendekatan toleransi dan dialog ala Gus Dur masih sangat dibutuhkan:
Studi LIPI tahun 2023 menegaskan bahwa konflik di Papua bersifat multidimensional, sehingga solusinya harus melibatkan aspek sosial, ekonomi, dan budaya, bukan hanya keamanan.
Penelitian dari Universitas Cenderawasih tahun 2023 menemukan bahwa generasi muda Papua lebih terbuka terhadap dialog jika pemerintah menunjukkan itikad baik dalam pembangunan.
Laporan Amnesty International tahun 2023 merekomendasikan agar Indonesia mengadopsi pendekatan Gus Dur dalam menyelesaikan kasus HAM di Papua melalui mekanisme yang transparan dan adil.
Gus Dur telah memberikan fondasi penting dalam membangun relasi Jakarta-Papua berdasarkan toleransi dan keadilan. Meskipun kebijakannya tidak sempurna, prinsip-prinsip yang ia usung berupa dialog, pengakuan identitas, dan pendekatan humanis yang tetap relevan hingga saat ini. Jika pemerintah ingin menyelesaikan konflik Papua secara berkelanjutan, maka mengadopsi nilai-nilai Gus Dur adalah langkah yang tepat.
Wallahu a’lam bis shawab.
Singgih Aji Purnomo, Dosen Sekolah Tinggi Agama Islam Al Amanah Al-Gontory, Redaktur Pelaksana Warta NU Online Banten
Terpopuler
1
Paradoks Jabatan Fungsional Dosen di Indonesia
2
Setelah Ojol Demo, Komisi V DPR Agendakan Rapat Bersama
3
Penguasa, Termasuk Pengurus NU Tidak Boleh Semena-mena
4
Ucapan Positif, Obat Ampuh Melawan Insecure
5
Khutbah Jumat: Ikhlas dalam Beribadah
6
Sejumlah Hal Disampaikan Pengemudi Ojol saat RDPU dengan DPR
Terkini
Lihat Semua