Opini

Rezeki Tertakar Tak Tertukar

Senin, 11 Agustus 2025 | 07:35 WIB

Rezeki Tertakar Tak Tertukar

Ilustrasi. Di pasar atau lainnya, sering dijumpai pedagang yang menjajakan atau menjual dagangan yang sama. Ada yang laris ada yang tidak. Semua sudah digariskan oleh Allah. Yang penting mau usaha. (Foto: NUOB/Mutho)

DALAM sebuah tes wawancara final, diikuti oleh tiga calon pegawai. Sebut saja: Dedeng, Dadang dan Diding, yang akan menduduki posisi puncak jabatan publik. Sang owner akhirnya memilih salah satu dari ketiga peserta tes. Alhasil, terpilihlah Dadang. Dia akan menjabat selama empat tahun. Dadang bergembira, sedangkan Dedeng dan Diding bersedih. Wajar, manusiawi.



Pada tahun kedua kepemimpinan Dadang, sebuah prahara mismanagement, terjadi ketika badan evaluasi yang dibentuk sang owner menemukan penyimpangan yang tidak termaafkan, ghairu ma’fu anhu. Dadang dipecat! Sang owner, kemudian mengangkat Diding untuk melanjutkan masa tersisa yang ditinggalkan oleh Dadang. Namun, baru saja enam bulan menjabat, Diding dinyatakan melanggar sumpah jabatan. Diding bernasib sama dengan Dadang. Dipecat! Sesuai ketentuan yang berlaku, sang owner, mau tidak mau harus memilih Dedeng. Dedeng berhasil menyelesaikan masa jabatan empat tahun yang ditinggalkan oleh Dadang dan Diding.



Dalam dunia realitas, mungkin akan terjadi cerita hidup yang lebih ekstrem, namun hal tersebut hanya ingin menggambarkan bagaimana ketentuan rezeki itu bergulir.



Bahwa Allah swt, pasti akan menjamin rezeki dari setiap makhluk-Nya. “Tidak satu pun hewan yang bergerak di atas bumi melainkan dijamin rezekinya oleh Allah. Dia mengetahui tempat kediamannya dan tempat penyimpanannya. Semua (tertulis) dalam Kitab yang nyata (Lauhulmahfuz).”



Dari Surat Hud, ayat 6 tersebut, dapat dijelaskan bahwa binatang-binatang yang melata, yang hidup di bumi yang meliputi binatang yang merayap, merangkak, atau pun yang berjalan dengan kedua kakinya, semuanya dijamin rezekinya oleh Allah. Binatang-binatang itu diberi naluri dan kemampuan untuk mencari rezekinya sesuai dengan fitrah kejadiannya, semuanya diatur Allah dengan hikmat dan kebijaksanaan-Nya sehingga selalu ada keserasian.


Jika tidak diatur demikian, mungkin pada suatu saat ada binatang yang berkembang-biak terlalu cepat, sehingga mengancam kelangsungan hidup binatang-binatang yang lain, atau ada yang mati terlalu banyak, sehingga mengganggu keseimbangan lingkungan. Jika ada sebagian binatang memangsa binatang lainnya, hal itu adalah dalam rangka keseimbangan alam, sehingga kehidupan yang harmonis selalu dapat dipertahankan.

 


Allah mengetahui tempat berdiam binatang-binatang itu dan tempat persembunyiannya, bahkan ketika masih berada dalam perut induknya. Pada kedua tempat itu, Allah senantiasa menjamin rezekinya dan semua itu telah tercatat dan diatur serapi-rapinya di Lauḥulmaḥfuẓ, yang berisi semua perencanaan dan pelaksanaan dari seluruh ciptaan Allah secara menyeluruh dan sempurna.



Pendek kata, Ibnu Katsir menjelaskan ayat ini."Allah swt menceritakan bahwa Dialah yang menjamin rezeki makhluk-­Nya, termasuk semua hewan yang melata di bumi, baik yang kecil, yang besarnya, yang ada di daratan, maupun yang ada di lautan. Dia pun mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya. Dengan kata lain, Allah mengetahui sampai di mana perjalanannya di bumi dan ke manakah tempat kembalinya, yakni sarangnya; inilah yang dimaksud dengan tempat penyimpanannya (Tafsir Ibnu Katsir, 2021, Jilid 2, Darul Kutub Al-Ilmiah, Bairut Lebanon, halaman 394).



Ayat 6 Surat Hud ini, juga dikuatkan oleh Firman Allah pada Surat Al-An’am, ayat 38 yang artinya, “Tidak ada seekor hewan pun (yang berada) di bumi dan burung-burung yang terbang dengan kedua sayapnya, melainkan semuanya merupakan umat (juga) seperti kamu. Tidak ada sesuatu pun yang Kami luputkan di dalam Kitab, kemudian kepada Tuhannya mereka dikumpulkan.”


Dalam ayat ini, dejelaskan bahwa Allah menguasai segala sesuatu, ilmu-Nya melingkupi seluruh makhluk yang ada, Dialah yang mengatur alam semesta. Semua yang melata di permukaan bumi, semua yang terbang di udara, semua yang hidup di lautan, dari yang terkecil sampai yang terbesar, dari yang tampak sampai yang tersembunyi, hanya Dialah yang menciptakan, mengembangkan, mengatur dan memeliharanya. Makhluk Allah yang hidup di dunia ini tidak hanya terbatas pada jenis manusia, tetapi masih terdapat banyak macam dan ragam makhluk-makhluk lain. Bahkan masih banyak yang belum diketahui oleh manusia (Tafsir Ibnu Katsir, 2021, Jilid 2, Darul Kutub Al-Ilmiah, Bairut Lebanon, halaman 120).



Semakin jelas, bahwa Allah akan menjamin rezeki kita, kecemasan yang terlalu berlebihan yang ada pada diri kita terkait rezeki perlu ditepis, manakala kita mempercayai dengan sepenuh jiwa dan raga akan Firman-Firman Allah terkait rezeki. Meskipun demikian, Allah juga memerintahkan hamba-hamba-Nya untuk berusaha atau bekerja dan ikhtiar sebagai manusia. Apabila salat (Jumat) telah dilaksanakan, bertebaranlah kamu di bumi, carilah karunia Allah, dan ingatlah Allah sebanyak-banyaknya agar kamu beruntung.’’ (QS Al-Jumu’ah: 10)


Inti dari ayat tersebut adalah, Allah menerangkan bahwa setelah selesai melakukan Shalat Jumat, umat Islam boleh bertebaran di muka bumi untuk melaksanakan urusan duniawi, dan berusaha mencari rezeki yang halal, sesudah menunaikan yang bermanfaat untuk akhirat. Hendaklah mengingat Allah sebanyak-banyaknya dalam mengerjakan usahanya dengan menghindarkan diri dari kecurangan, penyelewengan, dan lain-lainnya. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu yang tersembunyi apalagi yang tampak nyata.

 


Jadi, rezeki harus tetap diusahakan dan diikhtiarkan tidak berpangku tangan, singsingkan lengan baju, tidak dengan khusyuk merapalkan jampi-jampi dan mantra simsalabim abrakadabra.

Wallahu ‘alamu bisshawab



Kiai Hadi Susiono Panduk, Kolumnis Muslim; Wakil Rais Syuriyah PCNU Lebak; Pengurus MUI Kabupaten Lebak; dan Dewan Pakar ICMI Orwil Banten; Alumnus Pondok Pesantren Al-Khoirot, Sabilillah, dan Gondang Legi Malang; MA Nahdlatul Muslimin Kudus; serta Universitas Diponegoro Semarang