Opini

Agen Perubahan Qurani

Senin, 16 Oktober 2023 | 14:37 WIB

DUNIA borderless meniscayakan percaturan pemikiran global yang terkadang menggoyahkan keyakinan seorang mukmin terhadap firman kitab suci Al-Quran. Ini bukan tanpa sebab. Semisal, merebaknya pemikiran ateisme global yang masif, maka harus dilawan dengan pemikiran teisme dengan cara masif pula. Pemikiran bahwa Allah tidak ada harus dimarji’ kan kepada Al-Qur’an bahwa Allah adalah Dzat Pencipta langit dan bumi yang berimplikasikan bahwa Sang Pencipta itu, eksistensinya benar-benar ada.

 


Oleh karena itu, kristalisasi keyakinan tanpa keraguan akan kebenaran isi kandungan Al-Quran harus terpatri dan built in pada setiap sanubari seorang mukmin (QS Al-Baqarah:2). Allah SWT juga memperingatkan kepada Nabi Muhammad agar tidak termasuk ke dalam golongan orang-orang yang ragu atas kebenaran pewahyuan Al-Qur’an (QS Al-Baqarah:147). Nabi Muhammad hanya mengikuti apa yang diwahyukan (QS Al-A’raf:203). Pendek kata, Al-Quran benar-benar diturunkan oleh Allah dengan perantara Jibril AS ke dalam hati Nabi Muhammad dan agar menjadi sesorang yang memberi peringatan (QS Asy-Syu’ara’:192-195).

 


Al-Quran adalah pedoman bagi umat Islam dalam berinteraksi vertikal dan horizontal. Ia merupakan obor penerang di saat terjadi gulita ketauhidan, bottleneck  kehidupan dan juga panduan futuristik kehidupan eternal. Pembawa obor pertama adalah Nabi Muhammad SAW yang kemudian diestafetkan kepada umatnya untuk menjadi agen perubahan qurani pada koloni masing-masing.

 


Untuk menjadi agen perubahan qurani tidaklah mudah. Seorang mukmin harus melakukan jihad suci fi sabilillah (QS Al-Hujuraat:15). Jihad atau bersungguh-sungguh tanpa keraguan sedikitpun atas keimanan kepada Allah SWT dan Rasul-Nya. Rasa percaya kepada Allah dan Rasul-Nya tidak akan luntur dan hilang pada situasi apa pun. Mengingat godaan yang bersinggungan dengan irisan-irisan kemurtadan, saat ini, sangat tipis pembatasnya, terutama jika terkait dengan himpitan ekonomi. Lebih jauh, seorang agen perubahan qurani, harus rela berjihad di jalan Allah dengan menyerahkan harta dan jiwa murni karena kerelaan dan ketaatan menjalankan perintah.

 


Dalam perspektif mikro interaksi sosial, hal sederhana yang dapat dilakukan adalah membuat program penguatan jejaring sosial-ekonomi keumatan minimalis, misalnya dengan program berbagi jumat berkah. Hal ini adalah ikhtiar kecil, untuk memastikan tidak adanya malnutrisi, stunting atau bahkan kelaparan di lingkungan terkecil rukun tetangga. Persoalan kekinian yang dihadapi kebanyakan umat Islam, adalah mereka masih memikirkan kehidupan dan keluargan sendiri, kurangnya usaha sungguh-sungguh keluar tempurung pemikiran ortodoks dan keengganan berbagi empati kepada umat Islam lainnya. Sikap mental berbagi harta masih sangat minim.



Akhirnya, terlalu banyak kebaikan yang terkandung dalam hamparan samudera Al-Quran. Namun, sebagai agen perubahan qurani, seorang mukmin harus take part ajaran-ajaran Alquran untuk dapat diaplikasikan dalam keseharian, sebagai wujud penghambaan kepada Allah SWT. Dengan begitu, ajaran Al-Quran akan tetap bergema di relung-relung bumi. Meskipun, pada hakikatnya Allah SWT menurunkan Al-Quran dan Dia-lah yang akan menjaganya (QS Al-Hijr: 9).

         

Wallahu ‘Alamu Bishawab

 


Hadi Susiono Panduk, Kolumnis Muslim; Rais Syuriyah MWC NU Bayah dan Pengurus MUI Lebak; Lulusan Pondok Pesantren Al-Khoirot, Sabilillah Kudus dan Universitas Diponegoro Semarang; Dewan Hakim KTIQ dalam MTQ Ke-40 Kapubaten Lebak