Kiai Hadi Susiono Panduk
Kolomnis
’’SESUNGGUHNYA beserta kesulitan ada kemudahan.’’ Firman Allah swt dalam Surat al-Insyirah ayat 6 di atas, adalah janji Allah yang pasti ditepati. Karena sesungguhnya Allah tidak akan pernah mengingkari janji-janji-Nya. Janji-janji Allah swt kepada makhluk-Nya, mencakup berbagai aspek kehidupan seperti; memberikan rezeki, pertolongan dan janji kehidupan di akhirat kelak.
Allah sebelumnya juga berfirman dalam Surat al-Insyirah ayat 5, "Maka, sesungguhnya beserta kesulitan ada kemudahan." Dalam ayat ini, Allah mengungkapkan bahwa sesungguhnya di dalam setiap kesempitan, terdapat kelapangan, dan di dalam setiap kekurangan sarana untuk mencapai suatu keinginan, terdapat pula jalan keluar.
Namun demikian, dalam usaha untuk meraih sesuatu itu harus tetap berpegang pada kesabaran dan tawakal kepada Allah. Ini adalah sifat Nabi Muhammad saw, baik sebelum diangkat menjadi rasul maupun sesudahnya, ketika terdesak menghadapi tantangan kaumnya.
Walaupun demikian, Nabi tidak pernah gelisah dan tidak pula mengubah tujuan, tetapi bersabar menghadapi kejahatan kaumnya dan terus menjalankan dakwah sambil berserah diri dengan tawakal kepada Allah dan mengharap pahala daripada-Nya. Begitulah keadaan Nabi saw sejak permulaan dakwahnya.
Pada akhirnya, Allah memberikan kepadanya pendukung-pendukung yang mencintainya sepenuh hati dan bertekad untuk menjaga diri Nabi dan agama yang dibawanya. Mereka yakin bahwa hidup mereka tidak akan sempurna kecuali dengan menghancurleburkan segala sendi kemusyrikan dan kekufuran. Lalu mereka bersedia menebus pahala dan nikmat yang disediakan di sisi Allah bagi orang-orang yang berjihad pada jalan-Nya dengan jiwa, harta, dan semua yang mereka miliki. Dengan demikian, mereka sanggup menghancurkan kubu-kubu pertahanan raja-raja Persia dan Romawi.
Ayat tersebut seakan-akan menyatakan bahwa bila keadaan telah terlalu gawat, maka dengan sendirinya kita ingin keluar dengan selamat dari kesusahan tersebut dengan melalui segala jalan yang dapat ditempuh, sambil bertawakal kepada Allah. Dengan demikian, kemenangan bisa tercapai walau bagaimanapun hebatnya rintangan dan cobaan yang dihadapi.
Baca Juga
Miskin tapi Sombong
Dengan ini pula, Allah memberitahukan kepada Nabi Muhammad bahwa keadaannya akan berubah dari miskin menjadi kaya, dari tidak mempunyai teman sampai mempunyai saudara yang banyak dan dari kebencian kaumnya kepada kecintaan yang tidak ada taranya.
Dalam kehidupan keharian kita; himpitan ekonomi, harga-harga melonjak karena disparitas harga dan nilai tukar mata uang tidak seimbang, susahnya menemukan pekerjaan, dan seterusnya, sering kali membuat kita potong kompas, mengambil jalan pintas, tidak sabar, bahkan cenderung menafikan bahwa Allah Dzat Pembuat skenario kehidupan itu benar-benar Maha Penolong hamba-Nya.
Baca Juga
Syukur Anti-Kufur
Acap kali kita tidak sabar akan pertolongan Allah dan meragukan lantaran lamanya pertolongan Allah itu datang karena merasa bahwa kita telah melakukan usaha-usaha yang dibutuhkan.
Usaha, doa, dan tawakal merupakan trio asas fundamental bagi seorang Muslim yang saling melengkapi dan tidak bisa dipisahkan. Usaha atau ikhtiar adalah landasan, doa sebagai spirituality power, kekuatan spiritual, dan tawakal sebagai balancing, penyeimbang. Jadi, seseorang harus berusaha semaksimal mungkin, berdoa memohon pertolongan Allah dan kemudian bertawakal dengan menyerahkan hasilnya kepada Allah swt.
Baca Juga
Rezeki Tertakar Tak Tertukar
Jika doa-doamu belum juga terkabulkan, janganlah engkau berhenti, teruslah berdoa karena Allah ingin melihat kesungguhanmu. Siapa tahu hanya tinggal satu persen bagi Allah untuk mengabulkan doa-doamu, di saat engkau hendak putus asa.
Usaha, doa, dan tawakal adalah hiasan kehidupan manusia di alam dunia. Sebagai ilustrasi, ketika orang tua kita sakit, sebagai tanggung jawab, semua anak kemudian membawanya ke rumah sakit. Ketika pada akhirnya sang orang tua harus menjalani operasi dan akhirnya masuk di ruangan gawat darurat (ICU) yang menghabiskan biasa ratusan hingga miliaran rupiah, semua anak berdoa atas kesembuhan orang tua dan bertawakal kepada Allah swt. Hanya ada dua pilihan: sembuh atau meninggal.
Ketika berserah diri kepada Allah swt, inilah sejatinya, makna puncak dari titik nadir manusia sebagai hamba. Manusia hanya memiliki usaha awal sedangkan hasil akhir adalah milik Allah, dan di antara keduanya terdapat ikhtiar manusia sebagai bukti bahwa Allah jalla wa azza Maha menyayangi kepada hamba-hamba-Nya.
Wallahu a’lamu bisshawab
Kiai Hadi Susiono Panduk, Kolumnis Muslim; Wakil Rais Syuriyah PCNU Lebak; Pengurus MUI Kabupaten Lebak; dan Dewan Pakar ICMI Orwil Banten; Alumnus Pondok Pesantren Al-Khoirot, Sabilillah, dan Gondang Legi Malang; MA Nahdlatul Muslimin Kudus; serta Universitas Diponegoro Semarang
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Kemerdekaan dan Cinta Tanah Air
2
Prihatin, LBH Ansor Buka Posko Korban Demo Pati
3
Ketua PWNU Banten Ajak Nahdliyin se-Provinsi Hadiri Pelantikan, Ketum PBNU Diagendakan Hadir
4
Ini Kata Ketum PBNU saat Menerima Delegasi Beasiswa Human Fraternity
5
Istighotsah Kemerdekaan HUT ke-80 RI, Ini Khutbah Iftitah Rais Syuriyah PCNU Kabupaten Bogor
6
Negara Tidak Hadir dalam Ekonomi Masyarakat, Tahunya Hanya Memajaki
Terkini
Lihat Semua