Opini

Jangan Lupa Bayar Utang

Senin, 18 Agustus 2025 | 13:45 WIB

Jangan Lupa Bayar Utang

Ilustrasi utang. (Foto Freepik)

DALAM ajaran Islam, berutang diperbolehkan selagi proses utang sesuai syariat Islam dan tidak ada riba di dalamnya. Orang yang berutang (pengutang) pun harus menepati janji yang disepakati untuk mengembalikan utangnya. Fenomena unik sekarang ini, pengutang lebih galak daripada orang yang mengutangi (pemberi utang) ketika harus ditagih perihal utangnya.



Jelas salah kaprah! Pengutang harus berterima kasih dan menunjukkan itikad baik untuk membayar utang, karena beban dan belenggu kehidupan pengutang telah diringankan dan dilepaskan oleh pemberi utang. Bukan malah bersikap cuek, sok gak kenal, atau malah menghindar dengan seribu satu cara dan alasan.



Nabi Muhammad saw bersabda dalam hadits yang dinukil oleh Imam Bukhari, ”Barang siapa mengambil harta orang dengan tujuan ingin merusak (tidak mau membayar), niscaya Allah akan merusaknya.”



Hadits ini gamblang sekali, bahwa ketika kita berutang kepada orang lain dan tidak berniat untuk melunasi utang tersebut, maka ada ancaman dari Allah swt.

Hadist tersebut sesuai dengan firman Allah dalam Surat Al-Baqarah ayat 188. “Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain di antara kamu dengan jalan bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui.”



Dari sinilah, mengapa Islam menganjurkan para pemeluknya untuk menghindari utang, sampai betul-betul butuh untuk berutang.

Dalam sebuah hadits, yang diriwayatkan oleh Sayyidatina Aisyah ra, Rasulullah Muhammad saw berdoa setelah shalat, "Ya Allah aku berlindung kepadamu dari berbuat dosa dan terlilit utang.”



Lalu ada seseorang yang bertanya, “Mengapa banyak meminta perlindungan dari utang, wahai Rasulullah?” Kemudian, Rasul menjawab, “Sesungguhnya seseorang apabila memiliki utang ketika dia berbicara biasanya berdusta dan bila berjanji sering menyelisihinya.”



Pengutang harus memiliki komitmen untuk melunasi utang, karena pengutang yang tidak menyelesaikan utangnya lagi lagi diancam oleh agama, seperti redaksi-redaksi hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim. "Semua dosa orang yang mati syahid diampuni kecuali utang." Lebih lanjut, disebutkan, "Roh seorang mukmin yang sudah meninggal terkatung-katung karena utangnya, sampai utangnya dilunasi." (HR Imam Tirmidzi).


Ada juga hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ibnu Majah. "Barang siapa mati dalam keadaan punya utang, maka kelak (di hari kiamat) tidak ada dinar dan dirham (uang) untuk melunasinya. Namun, yang ada adalah kebaikan atau keburukan (untuk melunasinya)."



Jadi, konklusi yang dapat ditarik benang merahnya adalah bahwa begitu indahnya Islam mengajarkan pada umatnya untuk dapat membantu saudaranya dengan memberikan utang. Di sisi lain, pengutang juga harus menepati janji untuk membayar utang, dengan cara mencatat pembayaran utangnya, agar tidak terjadi perselisihan di antara keduanya. Jangan pernah berniat untuk tidak mau membayar utang karena terdapat ancaman dari Allah bagi mereka yang tidak membayar kewajiban utangnya.



Lebih lanjut, berutang adalah sebuah tindakan yang harus dihindari dan tidak dianjurkan dalam agama Islam. Islam juga mengajarkan umatnya dengan berdoa agar terhindar dari jeratan utang, karena ketika meninggal dengan membawa utang, maka hitung-hitungannya akan menjadi berbeda nantinya. Selesaikan urusan utangmu di dunia, jangan kau bawa ke akhirat.

Na’udzu billah min dzalik.



Kiai Hadi Susiono Panduk, Kolumnis Muslim; Wakil Rais Syuriyah PCNU Lebak; Pengurus MUI Kabupaten Lebak; dan Dewan Pakar ICMI Orwil Banten; Alumnus Pondok Pesantren Al-Khoirot, Sabilillah, dan Gondang Legi Malang; MA Nahdlatul Muslimin Kudus; serta Universitas Diponegoro Semarang