Banten Raya

Rumah Moderasi Beragama UIN SMH Banten Sampaikan Mitigasi Kedaruratan Akibat Intoleransi

Senin, 3 Oktober 2022 | 10:39 WIB

Rumah Moderasi Beragama UIN SMH Banten Sampaikan Mitigasi Kedaruratan Akibat Intoleransi

cara Focus Disscusion Group (FGD) ‘Mitigasi dan Pencegahan Konflik Sosial Bernuansa Agama di Banten’ bertempat di Gedung PWNU Banten, Ahad (2/10/2022). (Foto: Arfan)

Kota Serang, NU Online Banten

Ketua Rumah Moderasi Beragama (RMB) UIN Sultan Maulana Hasanudin (SMH) Banten Muhammad Ishom, menuturkan pemikiran, tindakan, dan sikap intoleransi harus ditanggulangi karena pengalaman di banyak negara Timur Tengah dan Afrika telah mengakibatkan kekacauan dan banyak korban.

 

“Paham-paham keagamaan yang intoleran tidak semata-mata dalam wujud gagasan dan laten, tetapi sudah dalam bentuk aksi nyata (mu’ayyanah) yang dapat dikategorikan sebagai tindakan hukum (Af’alul mukallafin),” terang Muhammad Ishom dalam acara Focus Disscusion Group (FGD) ‘Mitigasi dan Pencegahan Konflik Sosial Bernuansa Agama di Banten’ bertempat di Gedung PWNU Banten, Ahad (2/10/2022).

ADVERTISEMENT BY OPTAD

 

Hukum Islam, kata Muhammad Ishom, memiliki maqashid (tujuan hukum) yang bertujuan mendatangkan kemaslahatan dan mencegah terjadinya kemudharatan. Hukum nasional dan konstitusi juga bertujuan menjamin kepastian hukum dan keadilan kepada masyarakat. Hukum nasional juga berfungsi sebagai perlindungan, keadilan, dan pembangunan.

 

“Intoleransi merupakan orientasi negatif atau penolakan seseorang terhadap hak-hak politik dan sosial dari kelompok yang tidak disetujui,” ujarnya.

ADVERTISEMENT BY ANYMIND

 

Ia menerangkan, bahwa radikalisme merupakan suatu ideologi, ide atau gagasan dan paham untuk mendorong seseorang melakukan perbuatan pada suatu sistem sosial dan politik dengan menggunakan cara-cara kekerasan atau ekstrim. 

 

Muhammad Ishom menguraikan, terorisme menurut UU no. 5 Tahun 2018 merupakan perbuatan yang menggunakan kekerasan atau ancaman yang menimbulkan suasana terror atau rasa takut secara meluas yang dapat menimbulkan korban dengan motif ideologi, politik dan gangguan keamanan.

ADVERTISEMENT BY OPTAD

 

“Sebagai negara hukum yang memberikan perlindungan, keadilan, dan pembangunan bagi masyarakat, Penerapan praturan perundang-undangan di Indonesia terfokus pada penegakan aksi terorisme melalui UU no. 5 Tahun 2018,” terang M Ishom.

 

Intoleransi dan radikalisme, menurut M Ishom, belum dapat diterapkan menggunakan UU no. 5 Tahun 2018, terkuali sebatas penangan secara persuasif melaui edukasi dan mitigasi yang dilakukan antara lain BNPT yang bertugas atas dasar Peraturan Presiden No 12 Tahun 2012 revisi Perpres No. 46 tahun 2010, Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) yang bertugas atas dasar Perpres No. 7 Tahun 2018.

ADVERTISEMENT BY ANYMIND

 

“Edukasi dan mitigasi terhadap fenomena intoleransi dan radikalisme dilakukan sangat terbatas dan tidak dapat menjangkau sampai lapisan terbawah, terkecuali BNPT/BPIP terutama perlu bersinergi dengan lembaga, organisasi, dan kelompok lain,” jelas M Ishom.

 

“Peran serta masyarakat dari berbagai elemen menjadi sangat penting untuk melakukan edukasi dan mitigasi gejala intoleransi dan radikalisme, sekalipun tidak ada regulasi yang mewadahinya,” imbuhnya.

ADVERTISEMENT BY ANYMIND