Stunting di Tangerang Selatan Ditarget Turun Jadi Tujuh Persen
Kamis, 25 Mei 2023 | 23:46 WIB
Tangerang Selatan, NU Online Banten
Wali Kota Tangerang Selatan Benyamin Davnie mengatakan, turunnya angka kasus stunting di Tangerang Selatan (Tangsel), merupakan andil besar kader kesehatan di posyandu dan puskesmas.
ADVERTISEMENT BY OPTAD
’’Untuk itu pada tahun ini, Pemkot Tangsel akan menaikkan insentif bagi kader posyandu menjadi Rp1.350.000,’’ ujarnya di Setu, Tangsel, Selasa (23/5/2023). Dijelaskan, stunting di Tangsel mengalami penurunan. Pada 2022, di angka 9 persen dari sebelumnya 14,9 persen. Tahun ini ditarget menjadi 7 persen.
ADVERTISEMENT BY ANYMIND
Sedangkan Kepala Dinas Kesehatan Tangsel Allin Hendalin mengaku, kendala penanganan stunting di wilayahnya karena pemahaman masyarakat yang belum memadai tentang kesehatan.
ADVERTISEMENT BY OPTAD
’’Untuk itu peran-peran kader posyandu menjadi penting dalam penurunan kasus. Perangkat daerah juga bergerak semua. Jadi bagaimana kepedulian masyarakat, peduli terhadap kesehatannya, peduli terhadap kehamilannya,’’ terangnya.
ADVERTISEMENT BY ANYMIND
Adapun Camat Setu Erwin Gemala Putra menerangkan, ada 19 warga yang masih terindikasi stunting. “Yang kami lakukan saat ini adalah melakukan edukasi melalui kegiatan posyandu di wilayah Pademangan,’’ terangnya.
Sementara itu, diberitakan sebelumnya, Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Fatayat Nahdlatul Ulama (NU) Hj Margaret Aliyatul Maimunah mengatakan, penyebab stunting banyak dan tidak bisa dilihat dari satu sisi. Masa rawannya stunting dimulai saat kehamilan sampai pada usia balita 2 tahun.
ADVERTISEMENT BY ANYMIND
’’Kemudian, jika penyebabnya terkait kurangnya asupan gizi, tentu yang dibutuhkan ialah pemenuhan gizi yang seimbang pada saat masa kehamilan sampai umur balita,’’ ujar komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia itu.
Di sisi lain, menurut Ning Lia—sapaan akrabnya--, ada beberapa yang menjadi penyebab stunting. Pertama, orang tua terutama ibu tidak mengerti atau tidak memiliki pengetahuan terkait asupan gizi yang dibutuhkan. Kedua, pola asuh yang salah. Ketiga tidak memberikan air susu ibu yang eksklusif.
Lalu, kurangnya mendapat akses fasilitas layanan kesehatan. Karena kondisi sanitasi yang buruk. Hal tersebut berpengaruh bisa dari lingkungan termasuk asap rokok. Dan juga infeksi yang keseringan, seperti diare, cacingan, saluran pernapasan terganggu, dan lainnya.
“Selain itu, ada faktor kemiskinan. Mungkin orang tua tahu si anak harus diberi gizi yang seimbang. Tetapi karena kondisi kemiskinan itu yang juga menjadi pemicunya,’’ terangnya, beberapa waktu lalu.
Pewarta: M Izzul Mutho
ADVERTISEMENT BY ANYMIND