Nasional

Kekuasaan yang Disalahgunakan Akan Membawa Malapetaka

Kamis, 4 September 2025 | 22:42 WIB

Kekuasaan yang Disalahgunakan Akan Membawa Malapetaka

Tokoh Gerakan Nurani Bangsa Nyai Sinta Nuriyah Abdurrahman Wahid di Griya Gus Dur, Taman Amir Hamzah, Menteng, Jakarta, Rabu (3/9/2025). (Foto: TVNU/Maudi Putri)

Jakarta, NU Online Banten

Gerakan Nurani Bangsa (GNB) menyampaikan keprihatinan mendalam atas situasi Indonesia setelah demonstrasi besar di berbagai kota yang memakan korban jiwa. Dalam pernyataannya, tokoh-tokoh bangsa yang tergabung dalam GNB menegaskan bahwa kekuasaan harus dijalankan dengan nurani, bukan dengan kekerasan.


Nyai Sinta Nuriyah Abdurrahman Wahid mengingatkan Presiden Prabowo Subianto agar menjalankan kekuasaan dengan berpijak pada nilai kemanusiaan. "Rakyat marah pada ketidakadilan, demonstrasi yang tak kunjung direspons, dan aparat keamanan yang menggunakan kekerasan berlebihan. Ini harus menjadi pelajaran berharga agar bangsa kembali pada landasan etik dan nurani," ujar mustasyar Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) itu di Griya Gus Dur, Taman Amir Hamzah, Menteng, Jakarta, pada Rabu (3/9/2025).


Dia juga mengingatkan Prabowo bahwa kekuasaan yang dijalankan tanpa etika dan nurani hanya akan mendatangkan malapetaka bagi seluruh bangsa. "Siapa pun yang diberi amanah kekuasaan, gunakanlah dengan nurani. Kekuasaan yang disalahgunakan justru akan membawa malapetaka bagi kita semua," tegasnya.


Dia menekankan bahwa setiap kebijakan pemimpin seharusnya diputuskan demi kemaslahatan rakyat, bukan untuk kepentingan kelompok tertentu. "Kebijakan para pemimpin harus diputuskan demi kemaslahatan rakyat, bukan untuk kepentingan sempit," jelasnya.



Di tempat yang sama, Kardinal Ignatius Suharyo menyoroti lemahnya kepekaan pemimpin dalam mendengar kritik publik. Dia mengingatkan bahwa suara rakyat, akademisi, hingga mahasiswa sering kali tidak tersampaikan secara utuh karena disaring oleh kepentingan politik di sekitar kekuasaan. "Pertanyaannya, apakah kritik yang disampaikan sungguh didengar oleh pemerintah? Atau hanya sampai pada telinga orang-orang dekat yang menyaringnya menjadi hal-hal yang baik-baik saja?" kata Suharyo.


Tak hanya itu. Dia menyinggung persoalan data sosial-ekonomi yang dinilainya tidak realistis. Kardinal mencontohkan perbedaan antara data kemiskinan versi BPS dan Bank Dunia. “Jika standar miskin hanya dihitung Rp 21 ribu per hari, itu tidak realistis. Angka-angka ini seakan menutupi kenyataan. Kita harus berani membuka kesalahan dan bertobat sebagai bangsa,” ujarnya, dilansir NU Online.


Menurutnya, transparansi dan kejujuran merupakan prasyarat penting untuk mewujudkan cita-cita Indonesia Emas. "Kalau kita tidak tahu dari mana kita berjalan, bagaimana mungkin kita tahu akan ke mana bangsa ini diarahkan?" tambahnya.


Sekadar diketahui, Gerakan Nurani Bangsa yang digagas sejumlah tokoh lintas agama, akademisi, dan budayawan ini menyerukan agar negara menghentikan kekerasan, kembali pada prinsip etika, dan mengedepankan nurani dalam kebijakan publik.


Tokoh GNB yang hadir antara lain Nyai Sinta Nuriyah Abdurrahman Wahid, Ignatius Kardinal Suharyo, Pdt Gomar Gultom, Franz Magnis Suseno SJ, Erry Riyana Hardjapamekas, Laode M Syarif, Ery Seda, A Setyo Wibowo SJ, Lukman Hakim Saifuddin, dan Alissa Wahid. (M Fathur Rohman)

 

ADVERTISEMENT BY OPTAD

ADVERTISEMENT BY ANYMIND