Dari Unjuk Rasa 28 Agustus hingga 1 September 2025, Berikut Korban Meninggal
Jumat, 5 September 2025 | 00:29 WIB
Jakarta, NU Online Banten
Ketua Komisi Nasional (Komnas) Hak Asasi Manusia (HAM) Anis Hidayah Anis mengatakan, pihaknya memeroleh informasi adanya 1.683 orang yang ditangkap. Sebanyak 32 orang di antaranya telah ditetapkan sebagai tersangka dan sebagian besar lainnya telah dibebaskan.
“Yang pertama, Komnas HAM mendorong Polda Metro Jaya untuk segera membebaskan peserta aksi yang ditangkap. Yang kedua, kami mendorong agar Polda bekerja secara profesional, akuntabel, dan transparan. Yang ketiga, berikan akses bantuan hukum bagi setiap peserta aksi yang ditangkap dan ditahan,” katanya dikutip NU Online dari laman resmi Komnas HAM, Rabu (3/9/2025).
Sekadar diketahui, demonstrasi besar terjadi di Jakarta dan di berbagai kota di Indonesia memakan korban jiwa, telah memakan sejumlah korban jiwa dan luka. Rentetan demo meletup kali pertama pada Kamis (28/9/2025).
Berikut korban meninggal aksi unjuk rasa yang terjadi di beberapa daerah di Indonesia sejak 28 Agustus hingga 1 September 2025:
1. Affan Kurniawan, pengemudi ojek online berusia 21 tahun. Affan tewas setelah dilindas kendaraan taktis (rantis) Brimob Polri saat aksi berlangsung di kawasan Pejompongan, Jakarta, Kamis, 28 Agustus 2025.
2. Septinus Sesa, seorang pegawai PPPK di Provinsi Papua Barat. Septinus mengalami penurunan kesadaran setelah terpapar gas air mata yang ditembakkan aparat Polda Papua Barat pada Kamis, 28 Agustus 2025. Kemudian dibawa keluarganya ke IGD RSAL Manokwari pada 29 Agustus 2025 pukul 05.55 WIT dan dinyatakan meninggal dunia oleh tim medis.
3. Andika Lutfi Falah, pelajar kelas 11 SMK Negeri 14 Kabupaten Tangerang. Andika meninggal usai diduga menjadi korban dalam kerusuhan di sekitar kompleks DPR/MPR pada Kamis, 28 Agustus 2025. Andika sempat dirawat intensif di RS Dr Mintoharjo dengan luka berat di bagian belakang kepala akibat benturan benda tumpul sebelum akhirnya dinyatakan meninggal dunia.
4. Rusdamdiansyah, pengemudi ojek online yang meninggal dalam demonstrasi di depan Kampus Universitas Muslim Indonesia (UMI), Makassar, Jumat, 29 Agustus 2025. Dia dikeroyok massa setelah diteriaki sebagai intel, yang memicu amukan dari sejumlah orang di lokasi.
5. Sumari, pengemudi becak berusia 60 tahun di Solo. Sumari bukan peserta aksi, melainkan warga yang kebetulan berada di dekat lokasi unjuk rasa pada 29 Agustus 2025. Saat itu, Sumari tengah tidur di becaknya dan terkena paparan gas air mata yang ditembakkan aparat. Akibatnya, ia mengalami gangguan pernapasan dan meninggal dunia.
6. Muhammad Akbar Basri, anggota Humas DPRD Kota Makassar. Akbar menjadi salah satu korban dalam insiden kebakaran Gedung DPRD Kota Makassar, Sabtu, 30 Agustus 2025. Saat massa membakar gedung tersebut, Akbar diduga terjebak di dalamnya dan tidak berhasil menyelamatkan diri.
7. Sarinawati, staf DPRD Makassar yang juga meninggal dunia dalam peristiwa kebakaran Gedung DPRD Kota Makassar. Dia berada di dalam gedung ketika api membesar dan tidak berhasil dievakuasi.
8. Syaiful Akbar, kasi Kesejahteraan Rakyat Kantor Kecamatan Ujung Tanah, Makassar. Akbar turut menjadi korban dalam peristiwa yang sama, terjebak dalam kobaran api saat massa membakar gedung.
9. Rheza Sendy Pratama, mahasiswa Universitas Amikom Jogjakarta berusia 21 tahun. Rheza sempat dirawat di RSUP dr. Sardjito setelah terluka dalam aksi unjuk rasa di Markas Polda DIJ, Ahad, 31 Agustus 2025, sebelum akhirnya meninggal.
10. Iko Juliant Junior, mahasiswa Universitas Negeri Semarang (Unnes) berusia 20 tahun. Ia meninggal pada Ahad, 31 Agustus 2025, setelah dirawat di RS Kariadi. Meski polisi mengklaim kematiannya sebagai kecelakaan, keluarga dan rekan-rekan korban menemukan banyak kejanggalan.
Terpisah, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) dan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) mencatat setidaknya 3.337 orang ditangkap, 1.042 mengalami luka-luka, dan 10 orang meninggal dunia akibat tindakan represif aparat gabungan TNI-Polri yang terjadi sejak 25 hingga 31 Agustus 2025.
YLBHI menilai tindakan negara di bawah pemerintahan Presiden Prabowo Subianto telah melampaui batas dan menjurus pada penebaran teror terhadap warganya sendiri. "Penggunaan kekerasan, tuduhan kriminal seperti makar dan terorisme, penangkapan sewenang-wenang, penembakan gas air mata di dalam kampus, hingga pengerahan militer dalam patroli menunjukkan bahwa aparat tidak lagi sekadar mengamankan aksi, melainkan melakukan represi sistematis," tegas pernyataan resmi tersebut dikutip NU Online, Kamis (4/9/2025).
YLBHI menyebut bahwa skala kekerasan meningkat drastis sejak pidato Presiden Prabowo pada 31 Agustus 2025 yang memerintahkan TNI-Polri melakukan penindakan tegas terhadap massa. Tak lama kemudian, Kapolri Listyo Sigit Prabowo memerintahkan aparat untuk menembak massa aksi yang memasuki kantor polisi, sementara Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin menginstruksikan kerja sama aktif TNI dan Polri dalam pengamanan.
"Represi masyarakat juga dilakukan dengan pembatasan akses informasi. Ini dilakukan dengan cipta kondisi melarang media massa meliput aksi, dan juga matinya konten live Tiktok pasca-perusahaan tersebut dipanggil oleh Komdigi (Kementerian Komunikasi dan Digital). Dampaknya, akses informasi dan hak ekonomi masyarakat terganggu," jelasnya.
Lebih memprihatinkan, hingga 1 September 2025 tercatat 10 orang meninggal dunia dalam rangkaian aksi dan bentrokan tersebut. YLBHI menilai bahwa tindakan represif aparat telah melanggar prinsip-prinsip dasar hak asasi manusia.
YLBHI juga mengingatkan kepada Presiden Prabowo, Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin, dan juga Panglima TNI Agus Subiyanto untuk tunduk pada Undang-Undang Dasar 1945 yang memandatkan TNI. "TNI untuk bertugas mempertahankan, melindungi, dan memelihara keutuhan dan kedaulatan negara serta juga amanat Reformasi 1998 yang memandatkan militer untuk tidak ikut campur urusan sipil," tegasnya.
Atas dasar tersebut, LBH-YLBHI menyatakan sikap sebagai berikut:
Pertama, mengutuk keras praktik kekerasan dan penggunaan kekuatan berlebihan oleh aparat kepolisian terhadap masyarakat yang mengakibatkan banyak korban luka-luka hingga meninggal dunia.
Kedua, mengecam praktik penangkapan sewenang-wenang serta upaya kriminalisasi terhadap warga yang tidak bersalah. Ketiga, mendesak Presiden Prabowo Subianto, Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin, dan Panglima TNI Agus Subiyanto untuk segera menarik keterlibatan militer dari operasi pengamanan bersama kepolisian dalam penanganan ketertiban masyarakat sipil.
Keempat, meminta Presiden dan Menteri Pertahanan untuk tidak melakukan langkah-langkah yang mengarah pada pelibatan TNI dalam operasi militer selain perang yang tidak sesuai dengan amanat konstitusi dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Kelima, mendesak Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo untuk mengundurkan diri serta menuntut kepolisian membuka akses bantuan hukum, membebaskan masyarakat yang ditangkap tanpa syarat, memulihkan seluruh korban tindak kekerasan aparat, dan memberikan rehabilitasi serta restitusi secara maksimal.
Keenam, mengecam tindakan pemerintah dalam pemblokiran tidak sah terhadap hak masyarakat atas informasi dan pembatasan akses pada platform media sosial, yang telah berdampak serius terhadap aktivitas sosial dan ekonomi masyarakat.
Ketujuh, mendesak lembaga-lembaga negara pengawas seperti Komnas HAM, Komnas Perempuan, Ombudsman RI, dan KPAI untuk menjalankan pengawasan secara aktif dan melakukan penyelidikan independen terhadap berbagai peristiwa kekerasan yang mengarah pada pelanggaran hak asasi manusia berat.
Kedelapan, meminta pemerintah agar tidak mengabaikan berbagai tuntutan rakyat, terutama yang berkaitan dengan penolakan terhadap kebijakan-kebijakan publik yang dinilai merugikan, serta menyoroti kegagalan DPR RI dalam menjalankan fungsi pengawasan dan representasi rakyat.
Sementara itu, sejumlah pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menggelar pertemuan dengan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) universitas dan aktivis eksternal kampus dalam rapat dengar mahasiswa di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (3/9/2025).
Ketua Bidang Perguruan Tinggi, Kemahasiswaan, dan Kepemudaan (PTKP) Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (PB HMI) Abdul Hakim meminta DPR untuk membebaskan mahasiswa yang ditahan karena demonstrasi.
"Saya meminta kepada Pak Dasco untuk segera menelepon kapolri. Sampaikan permintaan kami untuk membebaskan teman-teman kami yang ditahan akibat demonstrasi," kata Abdul Hakim.
Menurutnya, mahasiswa bukan perusak dalam aksi demonstrasi, hanya menyampaikan aspirasi dengan benar tanpa. "Sekali lagi kami meminta kepada pimpinan detik ini juga telepon kapolri. Teman-teman kami yang masih ditangkap, kasihan orang tua kami sedang resah," ujarnya.
Ketua Umum Pengurus Pusat (PP) Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) Ahmad Jundi mempertanyakan alasan DPR yang tidak menemui rakyat di lapangan. "Kenapa diundangnya ke sini, kenapa tidak keluar menyambut suara rakyat?" ujar Jundi.
Dia juga meminta DPR segera mengesahkan RUU Perampasan Aset dengan menandatangani pakta integritas. "Jangan kita keluar dari forum ini tanpa pakta integritas," tegasnya.
Sedangkan perwakilan dari Badan Eksekutif Mahasiswa Perguruan Tinggi Nahdlatul Ulama (BEM PTNU) Achmad Baha'ur Rifqi meminta DPR segera menindaklanjuti aspirasi mahasiswa dalam tempo 10 hari. "Jadi intinya, kita meminta dan menindaklanjuti maksimal 10 hari follow up dari pertemuan ini," ucapnya, dilansir NU Online.
Dalam pertemuan itu, BEM PTNU Se-Nusantara mengangkat tujuh isu kebangsaan. Yakni supremasi sipil, pembentukan tim investigasi independen, transparansi DPR dan tunjangan, reformasi partai politik, regulasi prorakyat, kesejahteraan profesi strategis, dan sistem perpajakan progresif.
Senada, Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia (BEM UI) Agus Setiawan menuntut DPR mengusut dugaan makar seperti yang diucapkan oleh Presiden Prabowo Subianto. "Saya ingin ada pembentukan tim investigasi yang independen untuk mengusut tuntas berbagai kekerasan yang terjadi sepanjang bulan Agustus ini, juga dengan dugaan makar yang keluar dari mulut Bapak Presiden Prabowo Subianto," katanya.
Sebelumnya, Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad menyampaikan permintaan maaf atas kekeliruan jajarannya dalam menjalankan tugasnya di hadapan sejumlah BEM dan aktivis mahasiswa. Dasco didampingi Saan Mustopa dan Cucun Ahmad Syamsurijal turut hadir dalam pertemuan bersama 16 organisasi mahasiswa. (Haekal Attar, Suci A)
Terpopuler
1
Krisis Kepemimpinan, Manajemen Konflik, dan Budaya Malu
2
Koalisi Masyarakat Sipil Nilai Pidato Presiden Tak Peka Keresahan Rakyat
3
Akademisi Australia Ini Sebut Gus Dur Jadikan Islam Lebih Kontekstual
4
Gempa Bumi di Afganistan, Telan Korban Jiwa Ratusan Orang
5
Khutbah Jumat: Uswah Hasanah Nabi Muhammad
6
Ingin Damai, Pemuda Lintas Iman Kota Serang Berdoa untuk Bangsa
Terkini
Lihat Semua