Nasional
Ketua Lakpesdam PBNU: Terbuka untuk Perubahan, tanpa Kehilangan Jejak Tradisi
Bogor, NU Online Banten
Ketua Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (Lakpesdam) Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Ulil Absar Abdalla mengaku teringat sekaligus kilas balik Muktamar Fikih Peradaban Internasional 1 di Surabaya, Jawa Timur, tahun lalu.
’’Menurut salah satu tokoh yang hadir saat itu menyebut keunikan sistem pendidikan di Universitas Al-Azhar adalah keterbukaannya. Al-Azhar punya kemiripan dengan Nahdlatul Ulama yaitu semangat untuk membuka diri,’’ ungkap founder Ngaji Ihya Online itu saat webinar dalam rangka Milad ke-1083 tahun Al-Azhar yang digelar Organisasi Internasional Alumni Al-Azhar (OIAA) Cabang Indonesia, Kamis (16/3/2023).
Kiai yang akrab disapa Gus Ulil itu mengatakan, Al-Azhar adalah meeting point dari berbagai madzhab. ’’Nahdlatul Ulama (NU) meski menganut Madzhab Syafi’i, tapi dalam hal mengenai hukum, NU terbuka untuk madzhab lainnya,’’ kata pria kelahiran Pati, Jawa Tengah, itu.
Dijelaskan, keterbukaan yang dimaksud adalah terbuka akan perkembangan pada zaman. ’’Di mana kita hidup tanpa kehilangan jejak atau pondasi dalam tradisi. Ini adalah ciri khas Islam yang menganut Madzhab Sunni,’’ imbuh menantu KH Ahmad Mustofa Bisri atau Gus Mus, Rembang, itu.
Pria yang pernah menimba ilmu di Universitas Harvard Amerika Serikat itu mengilustrasikan, salah satu bentuk dalam praktik moderasi beragama ini tercermin di Al-Azhar dan Nahdlatul Ulama. “Moderasi beragama dapat terwujud dengan sifat terbuka akan perubahan, tanpa mengesampingkan tradisi yang ada. Ini yang penting,’’ tegas suami Ienas Tsuroiya itu.
Nahdlatul Ulama, lanjutnya, yang telah mengadakan Religion of Twenty (R20), ini juga bagian dari semangat keterbukaan. R20 juga sebagai bagian dari implementasi jargon NU, al-muhafadhah ‘alal qadim al-shalih wal akhdzu bil jadidil ashlah (memelihara yang lama yang masih baik dan mengambil yang baru yang lebih baik).
Dia juga tak lupa menyampaikan selamat milad Al-Azhar. ’’Semoga Al-Azhar mampu menjadi menara peradaban Islam dan menjadi tempat para sarjana dan pelajar mahasiswa dari Indonesia terus mengembangkan jaringan ilmu,’’ imbuhnya.
Gus Ulil juga menyampaikan pesan kepada mahasiswa Indonesia yang sedang belajar di Universitas Al-Azhar, Mesir. ’’Tuntutlah ilmu setinggi-tingginya di Mesir. Namun ketika kembali ke Indonesia, ilmu itu harus diterjemahkan di dalam konteks Indonesia, karena salah satu ciri khas Ahlusunnah wal Jama’ah ialah kemampuan untuk menerjemahkan pesan-pesan Islam ke dalam konteks yang beragam. Bisa menyesuaikan diri dengan budaya lokal yang ada di seluruh dunia, terkhusus Indonesia,’’ tutup Gus Ulil yang juga penulis NU Online itu.
Sekadar diketahui, selain Gus Ulil, diskusi virtual room zoom bertema masyarakat sipil dan moderasi beragama; visi, strategi, dan aksi yang terbuka untuk umum itu menghadirkan sejumlah narasumber. Di antaranya Koordinator Nasional Gusdurian Indonesia Alissa Qotrunnada Munawaroh Wahid dan Ketua Organisasi Internasional Alumni Al-Azhar (OIAA) Cabang Indonesia TGB Dr M Zainul Majdi.
Pewarta: Singgih Aji Purnomo