Ketum PBNU: Butuh Konsolidasi Gerakan untuk Mencapai Kemaslahatan
Rabu, 2 Juli 2025 | 13:50 WIB

Ketum PBNU KH Yahya Cholil Staquf dalam Pelantikan PWNU Sumatra Selatan, Selasa (1/7/2025). (Foto: TVNU/Miftah)
Jakarta, NU Online Banten
Ketua Umum (Ketum) Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Yahya Cholil Staquf mengatakan, konsolidasi tata kelola, sumber daya, dan agenda yang dilakukan PBNU bertujuan untuk mempertahankan NU di tengah gejolak perubahan zaman. Konsolidasi bukan untuk menolak perubahan tersebut, melainkan sebagai strategi menghadapi setiap kemungkinan yang ada.
ADVERTISEMENT BY OPTAD
Menurut Gus Yahya—sapaan KH Yahya Cholil Staquf---, kemampuan beradaptasi tidak bergantung pada seberapa kuat atau pintarnya seseorang maupun komunitas. "Nah kita harus paham betul bagaimana keadaan lingkungan ini berubah dan bagaimana kita harus segera menyesuaikan diri supaya kita bisa bertahan. Karena di tengah gejolak-gejolak perubahan seperti sekarang, bertahan ini yang paling penting. Ini yang orang juga suka lupa," tegasnya dalam Pelantikan Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Sumatra Selatan (Sumsel) di Griya Agung, Kota Palembang, Sumsel, Selasa (1/7/2025).
Dalam kesempatan itu, Gus Yahya juga menyampaikan, sejak keputusan kembali ke khittah hingga saat ini, NU tidak diperbolehkan terlibat dalam kompetisi politik kekuasaan. Meski demikian, sejak awal berdirinya, NU hadir sebagai penyangga hajat hidup masyarakat luas. Karena itu, diperlukan konsolidasi gerakan untuk mencapai kemaslahatan.
ADVERTISEMENT BY ANYMIND
"Kedudukan Nahdlatul Ulama adalah membantu memastikan bahwa agenda-agenda, program-program yang dibangun oleh pemerintah dengan segala perencanaannya dengan segala anggarannya membawa masalahat, manfaat. Maslahat dari agenda dan program itu sungguh-sungguh sampai kepada rakyat yang membutuhkan," ungkapnya di hadapan jajaran PWNU, Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU), dan badan otonom NU Sumatra Selatan.
Gus Yahya juga mengingatkan bahwa upaya mengembangkan atau memajukan organisasi harus tetap disertai dengan berpegang teguh pada mazhab para pendiri NU. Setiap program, kebijakan, hingga keputusan harus berlandaskan pengetahuan yang diperoleh melalui seorang guru. "Ilmu itu harus diperoleh dengan guru. Tidak cukup ilmu hanya dapat dari Google atau dari AI misalnya sekalipun. Itu tidak cukup, berilmu harus dengan guru. Karena agama ini bukan hanya soal kognitif, bukan soal pemahaman saja, tapi juga soal rohani," tuturnya, dilansir NU Online.
Selain itu, lanjutnya, keikhlasan dalam berkhidmat juga harus senantiasa diupayakan. Sebab, sebagai organisasi yang dianggap keramat, NU diyakini dapat menimbulkan akibat yang setimpal bagi para pengurus maupun pengikutnya. "Idza akhlashta niyyataka lillah kafa Allahu ma baynaka wa bainannas. Kalau niatmu bersih karena Allah, urusan (terkait) manusia Allah sendiri yang membereskan," pungkas pria yang pernah menimba ilmu di Pondok Pesantren Krapyak, Jogja, itu.
Pelantikan ini juga dihadiri Gubernur Sumatra Selatan Herman Deru, Katib ’Aam PBNU KH Akhmad Said Asrori, Wakil Ketua PBNU Amin Said Husni, Ketua PWNU Sumsel Hendra Abdullah, dan Rais Syuriah PWNU Sumsel KH Mal’an Abdullah. (Achmad Risky Arwani Maulidi)
ADVERTISEMENT BY OPTAD
ADVERTISEMENT BY ANYMIND