Home Nasional Banten Raya Warta Keislaman Tokoh Khutbah Sejarah Opini Pesantren NU Preneur Ramadhan 2023

Tokoh

Saat Pembangunan Masjid Al-Jihad Sempat Mendapat Teguran Otorita Sunter

KH Ma’ruf Amin. (NUO)

SETELAH berhenti dari tugas sebagai legislator pada 1982, seiring dengan menguatnya wacana kembali ke Khittah NU 1926, Kiai Ma’ruf mulai ber- konsentrasi pada kegiatan sosial dan pendidikan. Ia mengembangkan lembaga pendidikan di bawah naungan Yayasan Al-Jihad yang berpusat di Jalan Papanggo, Warakas, Jakarta Utara. Yayasan ini terbentuk sejak 1976 sebagai pengembangan dari Musala Al-Jihad.

 


Saat itu warga Warakas kesulitan untuk menunaikan Shalat Jumat. Musala Al-Jihad yang tanahnya merupakan wakaf dari H Asmaran tidak lagi memadai. Bahkan untuk kegiatan tarawih di bulan Ramadhan, terpaksa dilakukan di rumah warga. Oleh karena adanya kebutuhan yang mendesak itu, sejak 1975, dimulailah pembangunan Masjid Al-Jihad di atas tanah milik negara di bawah Otorita Sunter. Tentu saja kegiatan pembangunan itu mendapat teguran dari pihak otorita, karena dilakukan tanpa izin. Warga akhirnya meminta bantuan kepada Ma’ruf Amin sebagai anggota DPRD DKI.


Baca Juga:
Sanad Keilmuan KH Ma’ruf Amin: Dari Banten Sampai Makkah   



Ma’ruf melayani kepentingan warga itu dan segera menghubungi pihak-pihak terkait. Pemerintah melalui Wali Kota Adwinanto kemudian menghibahkan tanah seluas 5.000 m2 itu. Tanah seluas itu sudah termasuk untuk kepentingan fa- silitas umum seperti pelebaran jalan. Pada 1976, terbentuklah Yayasan Al-Jihad sebagai pengelola tanah hibah tersebut. Ma’ruf didaulat menjadi ketua yayasan dibantu oleh warga.

 

Dimulai dari pembangunan masjid, Yayasan Al-Jihad berkembang membuka kegiatan pendidikan mulai dari taman kanak-kanak hingga SLTA. Kemudian terjadilah peristiwa kerusuhan Tanjung Priok pada 12 September 1984. Yayasan ini tiba-tiba dianggap ada kaitannya dengan Gerakan Komando Jihad (Komji).


Baca Juga:
Piawai Gocek Bola, Demen Nonton Film


Pengurus yayasan cukup terusik dengan tuduhan tersebut, padahal mereka sedang menyiapkan pendirian Sekolah Tinggi Islam Salahuddin Al-Ayubi (STAISA). Ma’ruf lalu menghubungi Pangdam V Jaya Mayjen Tri Sutrisno agar ber- sedia meresmikan STAISA. Dengan kehadiran Pangdam, maka isu keterkaitan dengan Komji menjadi hilang. STAISA pun berkembang baik, hingga kini sudah meluluskan tak kurang dari

17.000 sarjana. Nama yayasan kemudian be- rubah menjadi Yayasan Al-Jihad Shalahuddin Al-Ayyubi. (M Izzul Mutho)


Baca Juga:
Tak Pernah Sengaja Bolos Sidang dan Memakan Gaji Buta

 


Sumber: Buku KH Ma’ruf Amin Santri Kelana Ulama Paripurna, penulis Iip Yahya

Editor: Izzul Mutho

Artikel Terkait