• logo nu online
Home Nasional Banten Raya Warta Keislaman Tokoh Khutbah Sejarah Opini Pesantren NU Preneur Ramadhan 2023
Minggu, 28 April 2024

Tokoh

KH Ma’ruf Amin; Pengasuh Pondok Pesantren An-Nawawi Tanara, Serang, Banten (6)

Tak Pernah Sengaja Bolos Sidang dan Memakan Gaji Buta

Tak Pernah Sengaja Bolos Sidang dan Memakan Gaji Buta
KH Ma’ruf Amin. (NUO)
KH Ma’ruf Amin. (NUO)

PADA usia 28 tahun, Ma’ruf Amin dilantik sebagai anggota DPRD DKI Jakarta hasil Pemilu 1971. Dia menjadi yang termuda di antara 40 anggota. Sesuai aturan, dia memimpin persidangan pertama DPRD DKI mendampingi Sjamsidae Murdono (Golkar) sebagai anggota tertua (54 tahun). Sejak dilantik pada 14 Oktober 1971, Ma’ruf sudah diingatkan oleh Gubernur Ali Sadikin yang melantik mewakili Menteri Dalam Negeri bahwa anggota DPRD DKI adalah wakil dari seluruh rakyat ibu- kota yang harus mengutamakan kepentingan umum di atas kepentingan lainnya. Pada periode ini, Ma’ruf dipercaya sebagai ketua Fraksi Golongan Islam.

 


Ada empat inisitif Ma’ruf yang diterima sebagai kebijakan Pemerintah DKI Jakarta, yaitu pencantuman bulan dan tahun masa habis STNK dalam plat nomor kendaraan, pengaturan dana renovasi pasar yang menjamin pedagang lama tidak tergusur, dana bantuan untuk madrasah dan standardisasi dan pemerataan guru, serta soal pemakaman yang meliputi aturan pemakaman di tanah wakaf dan periode pembongkaran makam.

 


Pada 1973, partai-partai politik Islam difusikan dalam PPP. Peserta pemilu hanya tinggal tiga saja. PPP, Golkar, dan PDI. Nama fraksi PNU kemudian berganti menjadi Fraksi PPP. Ma’ruf didaulat menjadi ketua fraksi. Dalam Pemilu 1977, Ma’ruf kembali menjadi anggota DPRD DKI. Ia menjadi pimpinan Komisi A yang membidangi urusan pe- merintahan.

 


Kedekatan Ma’ruf dengan konstituen dibuktikan dengan perolehan suara PPP di Koja yang selalu unggul dibandingkan Golkar dan PDI. Bahkan sampai Pemilu 1982, ketika ia sudah tidak mencalonkan diri lagi, suara PPP Kecamatan Koja tetap unggul. Kiai Ma’ruf kemudian berjeda dari kegiatan politik praktis, ia berkonsentrasi pada kegiatan dakwah dan pendidikan.


Sebagai rangkaian dari gerakan reformasi Mei 1998, PBNU mewadahi aspirasi politik warga NU dengan mendirikan partai politik (parpol), menyertai ke- lahiran 40 parpol baru setelah tumbangnya Orde Baru. KH Ma’ruf Amin sebagai salah seorang rais Syuriyah, memimpin Tim Lima yang terdiri atas KH M Dawam Anwar, KH Said Aqil Siroj, KH Rozy Munir, dan KH Ahmad Bagdja. Bersama tim lain yang dibentuk, pada 23 Juli 1998 berdirilah Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Kiai Ma’ruf didaulat sebagai ketua Dewan Syuro mendampingi Mathori Abdul Jalil sebagai ketua Dewan Tanfidz PKB. Dewan Syuro adalah pimpinan tertinggi yang menentukan kebijakan partai. Dia kembali ke jalur politik praktis setelah jeda selama 16 tahun. PKB meraih suara besar ketiga (12,61 persen) setelah PDIP dan Golkar, dan mengantarkan KH Abdurrahman Wahid sebagai presiden Indonesia yang keempat.



Hasil Pemilu 1999 menempatkannya kembali sebagai anggota DPR RI. Menjadi ketua Komisi VI yang membidangi agama, pendidikan, dan olah raga. Di samping itu, dia menjadi anggota komisi anggaran Fraksi PKB, dan sempat pula menjadi anggota Komisi II yang membidangi urusan pe- merintahan dalam negeri.

 


Karir panjang sebagai legislator itu membuatnya paham proses pembuatan undang-undang dan cara memperjuangkan aspirasi umat ke dalam kebijakan pemerintahan. Karir politiknya yang panjang itu dia jalani dengan disiplin. Dia tak pernah sengaja bolos sidang dan memakan gaji buta. Dia bukan tipe anggota legislatif yang datang-duduk-duit. Dia dikenal sebagai sosok legislator yang disiplin, tak pernah terlambat datang di persidangan yang sudah terjadwal. Dia pun tahu bagaimana bernegosiasi dengan sesama anggota dewan.



Lalu lintas Jakarta Utara yang macet, ditambah tronton besar yang hilir mudik sepanjang waktu di jalan menuju rumahnya di Koja, tak menyurutkan langkahnya. Dari Jalan Deli Lorong 27 Koja, dia melintasi semrawutnya jalanan ibu kota itu, bekerja untuk konstituen yang telah memilihnya dalam pemilu. Jalan politiknya menuju Istana Negara semakin komplet ketika dia ditetapkan sebagai anggota Dewan Pertimbangan Presiden mulai 10 April 2007. Posisi itu dijabatnya sampai masa jabatan kedua Presiden Susilo Bambang Yudhoyono berakhir pada 2014. Dia membidangi hubungan antaragama dan kehidupan beragama. Dengan kedudukan tersebut, Kiai Ma’ruf Amin sudah terbiasa dengan kehidupan kantor dan mengerti cara kerja di Istana Negara. Langkah yang memudahkannya dalam mendampingi Presiden Joko Widodo kini. (M Izzul Mutho)

 


Sumber: Buku KH Ma’ruf Amin Santri Kelana Ulama Paripurna, penulis Iip Yahya


Tokoh Terbaru