Banten Raya

Jangan Berlebihan, Jadilah Dermawan, Perhatikanlah NU

Rabu, 12 Februari 2025 | 23:22 WIB

Jangan Berlebihan, Jadilah Dermawan, Perhatikanlah NU

Ngaji Syarhun Lathifun di Graha Aswaja NU Tangsel, Ciputat, Tangsel, Selasa (11/2/2025) malam. (Foto: NUOB/Mutho)

Tangerang Selatan, NU Online Banten

Islam melarang berlebihan, meski dalam kebaikan. Sebab, tidak ada kebaikan dalam berlebihan dan tidak ada berlebihan dalam kebaikan.’’Ilustrasi sederhana, ganteng itu baik, tapi terlalu ganteng tidak baik. Shalat itu baik, tapi shalat terus, hingga meninggalkan lainnya, tugasnya sebagai kepala keluarga diabaikan misalnya, itu tidak baik,’’ terang Ketua Lembaga Bahtsul Masail (LBM) Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Tangerang Selatan (Tangsel) Kiai Muhammad Hanifuddin

saat ngaji Kitab Syarhun Lathifun ‘ala Arbain Haditsan Tata'allaq bi Mabadi' Jamiyyah Nahdatil Ulama di Lantai 3 Graha Aswaja NU Tangsel, Ciputat, Tangsel, Selasa (11/2/2025) malam.


Malam itu, santri almaghfurlah KH Ali Mustafa Yakub, pendiri Pondok Pesantren Darus-Sunnah, Ciputat, Tangerang Selatan, itu di antaranya membacakan hadits urutan ke-31 dalam kitab tersebut. Hadits dari Abi Hurairah yang diriwayatkan Imam Tirmidzi berbunyi, assakhiyyu qaribun minallahi qaribun minaljannati qaribun minannasi ba’idun minannari, wal bakhilu ba’idun minallahi ba’idun minaljannati ba’idun minannasi qaribun minannari, wal jahilu assakhiyyu ahabbu ilallahi ‘azza wajalla min ‘abidin bakhilin.

 


Kiai muda yang ketika itu mengenakan kemeja putih lengan panjang tersebut melanjutkan, dalam penjelasan kitab disebutkan, dermawan itu dekat dengan Allah, dekat dengan surga, dekat dengan manusia, dan jauh dari neraka.’’Maksudnya dekat dengan Allah itu dekat dengan rahmat Allah atau dekat membentuk akhlak diri dengan akhlak mulia. Sedangkan dekat dengan manusia itu senantiasa berbuat baik kepada orang-orang fakir. Dermawan itu dicintai banyak orang,’’ jelas pria asal Sragen, Jawa Tengah, yang juga dosen Pondok Pesantren Darus-Sunnah Ciputat, itu.

 


Sedangkan bakhil, kikir, lanjutnya, masuk kategori ini adalah tidak menjalankan sesuatu yang wajib.’’Sudah wajib zakat, tapi tidak ditunaikan. Itu bakhil. Kemudian dalam hadits tersebut juga diterangkan bahwa orang bodoh yang dermawan itu lebih dicintai menurut Allah daripada ahli ibadah yang bakhil,’’ imbuh  pria yang pernah sembilan tahun menimba ilmu di Pondok Pesantren Ringinagung, Kediri, Jawa Timur, tersebut.


Ditambahkan, meninggalkan dunia itu pangkal segala ibadah, sedangkan cinta dunia itu pangkal segala kesalahan.’’Di bagian akhir syarah disajikan panjatan doa, minta kepada Allah agar menjadikan kita termasuk orang yang dermawan, memperhatikan mereka yang lemah dan juga jam’iyyah Nahdlatil Ulama yang berdiri dengan aneka ragam kegiatannya, baik keagamaan maupun kemasyarakatan. Dalam mengurus NU, kalau kadang kita mengeluarkan biaya, ya dikeluarkan agar kegiatan atau program jalan,’’ ungkapnya.


Di bagian paling bawah halaman 92 dan belanjut bagian atas halaman 93 mengutip sebuah hadits dijelaskan, berdirinya dunia di atas empat perkara.’’Ilmunya ulama, adilnya pemimpin, dermawannya orang kaya, dan doanya orang fakir,’’ katanya di hadapan puluhan jamaah di lantai 3.


Sekadar diketahui, ngaji kitab rutin ini dilaksanakan setiap Selasa malam. Satu rangkaian dengan istighotsah dan pembacaan Shalawat Nariyah yang digelar Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Tangsel dan dipimpin Sekretaris PCNU Tangsel Kiai Himam Muzzahir
.


Perlu diketahui juga, Arbain Haditsan Tata'allaq bi Mabadi' Jamiyyah Nahdatil Ulama merupakan karya Hadratussyekh KH Hasyim Asy’ari, pendiri NU. Kitab Mbah Hasyim—sapaan Hadratussyekh KH Hasyim Asy’ari—yang berkenaan dengan berdirinya Jam’iyyah NU itu, memiliki kekhasan. Kitab tersebut dilampirkan bersamaan dengan Mukaddimah Qanun Asasi Nahdatul Ulama yang berkaitan erat (tata'allaq) dengan berdirinya NU.


Arbain Haditsan Mbah Hasyim ini dimulai dengan pesan kebaikan, bagaimana esensi agama, lalu bagaimana pula jika agama diserahkan kepada mereka yang bukan ahlinya. Redaksi yang ditulis oleh Mbah Hasyim dalam Arbain Haditsan tidak melulu dari Shahih Al-Bukhari, Shahih Muslim saja, akan tetapi juga dari Tabrani, Abi Dawud hingga kutipan dari Abu Nuaim Al-Asfahani, yang masih relevan hingga sekarang. Artinya, ada unsur continuity (keberlangsungan) di situ. Dari sinilah keistimewaan sosok Mbah  Hasyim mampu meletakkan 40 hadits pilihan sebagai fondasi Jam'iyyah Nahdatul Ulama.



Sedangkan Syarhun Lathifun merupakan syarah atas Arbain Haditsan yang ditulis oleh Khoiruddin Habziz, santri dan pengurus Ma’had Aly Situbondo, Jawa Timur. Kitab dengan tebal 124 halaman tersebut diberi pengantar oleh Wakil Rais ’Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama KH Afifuddin Muhajir, yang juga mengajar di Ma’had Aly Situbondo. (Mutho)