Tangerang Selatan, NU Online Banten
Ketua Lembaga Bahtsul Masail (LBM) Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Tangerang Selatan Kiai Muhammad Hanifuddin mengatakan, melakukan kebaikan hingga berlebihan itu dilarang oleh Islam. ’’Tafrith, amal baik berlebihan,’’ ujarnya saat ngaji Kitab Syarhun Lathifun ‘ala Arbain Haditsan Tata'allaq bi Mabadi' Jamiyyah Nahdatil Ulama di Lantai 2 Graha Aswaja NU Tangerang Selatan (Tangsel), Ciputat, Tangsel, Selasa (12/11/2024) malam.
Pria asal Sragen, Jawa Tengah, menyampaikan hal tersebut saat membahas hadist ke-21 yang tercantum dalam salah satu karya Hadratussyekh KH Hasyim Asy’ari, Arbain Haditsan Tata'allaq bi Mabadi' Jamiyyah Nahdatil Ulama. Dia menceritakan, pada zaman Nabi ada sahabat yang melakukan qiyamullail sepanjang malam terus menerus. Juga ada sahabat yang selalu puasa sepanjang hari tak pernah berhenti.’’Oleh Nabi dilarang. Rasulullah itu paling takwa, tapi waktu malam ada waktu untuk tidur juga. Badan ini butuh istirahat. Nabi juga puasa, tapi tidak terus menerus,’’ jelas Kiai Mas Hanif—sapaan akrab Muhammad Hanifuddin.
Pada kesempatan itu, juga disinggung soal nasab yang memang secara teks ada dalam bagian akhir hadits yang dibahas. ’’....waman baththaa bihi ‘amaluhu, lam yusri’ bihi nasabuhu. Barangsiapa yang kendor dalam melakukan amal, maka nasab (keturunan) tidak akan bisa mempercepat, mulianya nasab tidak dapat bermanfaat, tidak dapat membantu, tidak dapat menambal kekurangan. Sebab, mendekatkan diri kepada Allah tidak berhasil hanya mengandalkan nasab, keluarga, dan kerabat. Untuk taqarrub kepada Allah itu dengan melakukan amal saleh,’’ ungkapnya membacakan syarah hadits yang ada di halaman 70.
Perlu diketahui, bunyi bagian hadits dari Sahabat Abi Hurairah ra yang diriwayatkan Imam Muslim tersebut adalah man naffasa ‘an mukminin kurbatan min kurabiddunya naffasallahu ‘anhu kurbatan min kurabi yaumilqiyamati, waman yassara ‘ala mu’sirin yassarallahu ‘alaihi fiddunya wal akhirati, waman satara musliman satarallahu fiddunya wal akhirati, wallahu fi ’aunil’abdi ma kanal’abdu fi ‘auni akhihi, waman salaka thariqan yaltamisu fihi ‘ilman sahhalallahu lahu bihi thariqan ilaljannati......
(Barangsiapa melapangkan kesempitan mukmin di dunia, Allah akan melapangkan dari orang tersebut kesempitan dari kesusahan-kesusahan hari kiamat; barangsiapa memudahkan orang yang sedang kesulitan, Allah akan memberikan kemudahan di dunia dan akhirat; barangsiapa menutupi aib Muslim, Allah akan menutupi aib orang tersebut di dunia dan akhirat, Allah senantiasa menolang hamba-Nya selagi hamba tersebut menolong saudaranya; barangsiapa berjalan ke jalan mencari ilmu, Allah akan memudahkan bagi orang tersebun jalan ke surga.....)
’’Dari hadits tersebut, sejumlah kiai menyampaikan kepada para santrinya saat berangkat mengaji, mencari ilmu, harus semangat karena berangkat menuju surga,’’ terang pria yang pernah menimba ilmu di Pondok Pesantren Ringinagung, Kediri, Jawa Timur, itu.
Dalam syarahnya juga dijelaskan, lanjut pria berkacamata yang mengenakan baju lengan panjang warna putih itu, saat membaca Al-Qur’an hendaknya fokus.’’Tidak diselingi ngobrol, main handphone, misalnya. Berusaha agar levelnya saat membaca Al-Qur’an seakan-akan Allah berbicara atau berada di hadapan kita. Harus sungguh-sungguh. Coba bayangkan, kalau ngobrol sama orang atau teman, yang diajak ngobrol sembari main handphone, seperti apa rasanya. Lebih-lebih ini dengan Allah,’’ ungkap pria yang hobi wayang itu yang malam itu mengaji kitab dari halaman 66 hingga 70.
Sekadar diketahui, ngaji kitab rutin ini digelar setiap Selasa malam. Satu rangkaian dengan istighotsah dan pembacaan Shalawat Nariyah yang malam itu dipimpin KH Ahmad Misbah, ketua Lembaga Dakwah Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama Tangsel.
Dan perlu diketahui juga, Arbain Haditsan Tata'allaq bi Mabadi' Jamiyyah Nahdatil Ulama merupakan karya Hadratussyekh KH Hasyim Asy’ari, pendiri NU. Kitab Mbah Hasyim—sapaan Hadratussyekh KH Hasyim Asy’ari—yang berkenaan dengan berdirinya Jam’iyyah NU itu, memiliki kekhasan. Kitab tersebut dilampirkan bersamaan dengan Mukaddimah Qanun Asasi Nahdatul Ulama yang berkaitan erat (tata'allaq) dengan berdirinya NU.
Arbain Haditsan Mbah Hasyim ini dimulai dengan pesan kebaikan, bagaimana esensi agama, lalu bagaimana pula jika agama diserahkan kepada mereka yang bukan ahlinya. Redaksi yang ditulis oleh Mbah Hasyim dalam Arbain Haditsan tidak melulu dari Shahih Al-Bukhari, Shahih Muslim saja, akan tetapi juga dari Tabrani, Abi Dawud hingga kutipan dari Abu Nuaim Al-Asfahani, yang masih relevan hingga sekarang. Artinya, ada unsur continuity (keberlangsungan) di situ. Dari sinilah keistimewaan sosok Mbah Hasyim mampu meletakkan 40 hadits pilihan sebagai pondasi Jam'iyyah Nahdatul Ulama.
Baca Juga
Antara Tahadduts Binni’mah dan Riya
Sedangkan Syarhun Lathifun merupakan syarah atas Arbain Haditsan yang ditulis oleh Khoiruddin Habziz, santri dan pengurus Ma’had Aly Situbondo, Jawa Timur. Kitab dengan tebal 124 halaman tersebut diberi pengantar oleh Wakil Rais ’Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama KH Afifuddin Muhajir, yang juga mengajar di Ma’had Aly Situbondo. (Mutho)
Terpopuler
1
Situasi Gaza Kian Terancam, Gara-Gara Israel Lakukan Ini
2
Khutbah Jumat: Bermanfaat bagi Sesama
3
Pendiri Microsoft Pilih Indonesia untuk Uji Coba Vaksin TBC
4
Kabar Duka, Pengasuh Pesantren di Kendal Gus Alam Wafat
5
Kardinal Prevost dari Amerika Serikat Terpilih sebagai Paus Leo XIV
6
Cegah Bahaya Narkoba, BNN Banten Siap Sinergi dengan Pagar Nusa
Terkini
Lihat Semua