Nasional

Bangun Peradaban melalui Pendidikan dan Keluarga

Ahad, 19 Januari 2025 | 00:20 WIB

Bangun Peradaban melalui Pendidikan dan Keluarga

Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf saat Workshop Pra-Kongres Pendidikan NU 2025 di Jakarta, Sabtu (18/1/2025). (Foto: NU Online/Suwitno)

Jakarta, NU Online Banten  

Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Yahya Cholil Staquf mengatakan, tujuan utama didirikannya organisasi NU adalah untuk membangun peradaban melalui dua elemen utama, pendidikan dan keluarga. Kedua elemen ini menjadi tonggak besar dalam visi yang dirumuskan oleh para pendiri NU.



"Inisiatif ini memang didesain dalam sistematika dua tonggak besar, yaitu pendidikan dan keluarga. Dua tonggak besar ini adalah tonggak-tonggak utama dalam visi kita pahami sebagai tujuan para pendiri NU yang mendirikan organisasi ini, yaitu untuk membangun peradaban," katanya saat Workshop Pra-Kongres Pendidikan NU di Hotel Acacia, Jakarta, Sabtu (18/1/2025).  


Gus Yahya--sapaan KH Yahya Cholil Staquf-- menegaskan bahwa dua tonggak ini harus dipahami dengan seksama. Jika ingin sistematis, maka keluarga harus menjadi prioritas utama. Baginya, keluarga adalah fondasi dari kehidupan manusia, dan pendidikan adalah sarana untuk mengembangkan potensi tersebut. 

 


"Membangun peradaban dalam praktik upayanya, tonggak utamanya adalah keluarga dan pendidikan. Karena, perihidup manusia, perihidup masyarakat, dan perihidup pertama kali itu dimulai dari keluarga dan kemudian dikembangkan melalui inisiatif-inisiatif pendidikan," jelasnya. Menurutnya, rangkaian kegiatan dalam konteks pembangunan peradaban ini sangat kompleks dan melibatkan banyak elemen.

 



Pada kesempatan itu, Gus Yahya juga menyampaikan, inti dari seluruh perjuangan NU adalah barakah. Hal itu menjadi dasar dari setiap langkah dan upaya yang dilakukan. "Kita, NU, melihat kehadiran kita di dunia ini dengan satu cara pandang sedemikian rupa yang menempatkan di dalam inti pergulatan kita ini apa yang kita sebut sebagai barakah. Segala sesuatu yang menjadi inti dari pergulatan kita adalah barokah," katanya.


Gus Yahya melanjutkan, meskipun kemampuan atau kapasitas kita terbatas, NU meyakini bahwa dengan barakah, hasil yang diperoleh akan mencukupi. Menurutnya, barakah itu memiliki makna yang dalam. Barakah itu, berarti tumbuh dan bertambah, sehingga jika sebuah inisiatif yang kecil, tapi jika diberkahi, akan tumbuh dan berkembang dengan sendirinya."Meskipun kecil, tapi tetap tumbuh dan bertambah dengan sendirinya. Jika itu barakah, maka ia akan terus berkembang," jelasnya.  



Lantas, dari mana barakah itu diperoleh? Gus Yahya menjelaskan bahwa barakah datang dari ikhlas. Ia mengutip Syekh Ibnu Athoillah al-Sakandari yang mengatakan bahwa amal perbuatan tanpa ikhlas ibarat 'wadah yang mati'.    Amal yang tidak disertai niat tulus tidak akan menghasilkan apa-apa. Namun, amal yang hidup, yang disertai dengan ikhlas, akan memiliki dampak yang terus berkembang, yakni barakah.  


"Perbuatan mati itu (jika) selesai dilakukan, selesai begitu saja, tidak ada hasil apa pun. Tapi, kalau perbuatan itu hidup, selesai dilakukan, ia tetap hidup; dampaknya tetap hidup, yaitu tumbuh dan bertambah. Itulah yang namanya barakah. Amal atau perbuatan itu adalah wadah yang mati, sementara nyawa-nyawanya adalah wujud rahasia ikhlas di dalamnya. Jika ikhlas itu benar-benar ada, maka akan menghasilkan barakah," jelasnya.  



Namun, Gus Yahya juga mengingatkan bahwa ikhlas bukanlah hal yang mudah untuk dilakukan. Keikhlasan itu, lanjutnya, akan berhasil dilakukan jika mengenal Tuhan."Itulah yang sulit, karena tidak mungkin seseorang bisa ikhlas begitu saja kepada Tuhan, apalagi jika dia belum kenal dengan-Nya. Harus mengenal dulu,’’ terangnya, dilansir NU Online.  


Oleh karena itu, kata Gus Yahya, dalam tradisi NU, ada yang disebut dengan wasilah, yaitu perantara yang dapat membantu seseorang lebih dekat kepada Tuhan. "Jadi, kalau tidak bisa lewat wasilah, wasilah itu perantara. Misalnya, saya berdoa sendiri, doa saya bisa diabaikan oleh Tuhan. Wah, ini tidak efektif. Saya bisa meminta tolong kepada orang saleh, orang mulia, untuk mendoakan saya. Nah, itu mungkin lebih didengar oleh Tuhan. Saya kira begitu logikanya," ungkapnya. (Haekal Attar)