• logo nu online
Home Nasional Banten Raya Warta Keislaman Tokoh Khutbah Sejarah Opini Pesantren NU Preneur Ramadhan 2023
Sabtu, 11 Mei 2024

Nasional

Haul Ke-130 Syekh Nawawi Al-Bantani

Haul Ke-130, Siapa Sebenarnya Syekh Nawawi Al-Bantani?

Haul Ke-130, Siapa Sebenarnya Syekh Nawawi Al-Bantani?
Kegiatan haul ke-130 Syekh Nawawi. (istimewa)
Kegiatan haul ke-130 Syekh Nawawi. (istimewa)

Tangerang Selatan, NU Online Banten

Haul Syekh Nawawi Al-Bantani tahun ini masuk ke-130. Rangkaian kegiatan dijadwalkan digelar di Masjid Agung Tanara, Jalan Syekh Nawawi Tanara, Kampung Tanara, Desa Tanara, Kecamatan Tanara, Kabupaten Serang, Banten. Dari informasi yang didapatkan NU Online Banten, Rabu (17/5/2023) malam, selepas maghrib dihelat gema dzikir bersama Jamaah Al-Khidmat Surabaya.

Kemudian pada Kamis (18/5/2023) malam, mulai habis maghrib, ada tablig akbar bersama dai se Banten. Sedangkan pada Jumat (19/5/2023), digelar haul bersama Wakil Presiden (Wapres) Republik Indonesia KH Ma’ruf Amin dan Habib Syech bin Abdul Qodir Assegaf mulai pukul 19.30 WIB di Pesantren Annawawi Tanara, Kabupaten Serang, Banten.

Sekadar diketahui, dihimpun dari sejumlah sumber, termasuk yang telah diberitakan NU Online, Syekh Nawawi bernama lengkap Muhammad Nawawi bin Umar bin Arabi bin Ali bin Jamad bin Janta bin Masbuqil Al-Bantani Al-Jawi. Syekh Nawawi lahir di Tanara, Serang, Banten, pada 1230 H/1813 M

Syekh Nawawi merupakan keturunan ke-12 dari Maulana Syarif Hidayatullah, Sunan Gunung Jati, Cirebon. Ayah Syekh Nawawi adalah seorang penghulu di Tanara. Dari garis ayah, berujung kepada Nabi Muhammad melalui jalur Sultan Hasanudin bin Sunan Gunung Jati. Sedangkan Sedangkan ibunya bernama Zubaidah, penduduk asli Tanara. Dari garis ibu sampai kepada Muhammad Singaraja.

Di masa kecil, Syekh Nawawi dikenal dengan Abu Abdul Muthi. Dia sulung dari tujuh bersaudara dari Ahmad Syihabudin, Tamim, Said, Abdullah, Tsaqilah, dan Sariyah.

Saat Syekh Nawawi lahir, Kesultanan Cirebon yang didirikan Sunan Gunung Jati pada 1527 M sedang berada dalam periode terakhir, di ambang keruntuhan. Raja saat itu, Sultan Rafiudin, dipaksa oleh Gubernur Raffles untuk menyerahkan tahta kekuasaan kepada Sultan Mahmud Syafiudin, dengan alasan tidak dapat mengamankan negara.

Syekh Nawawi mulai belajar ilmu agama Islam sejak berusia lima tahun, langsung dari ayahnya. Bersama-sama saudara kandungnya, Syekh Nawawi mempelajari tentang pengetahuan dasar bahasa Arab, fiqih, tauhid, Al-Qur’an dan tafsir.

Pada usia delapan tahun, bersama adiknya bernama Tamim dan Ahmad, Syekh Nawawi berguru kepada KH Sahal, salah satu ulama terkenal di Banten saat itu. Kemudian melanjutkan menimba ilmu ke Raden H Yusuf di Purwakarta. Pada usia 15 tahun, Syekh Nawawi berangkat ke Arab Saudi. Di samping untuk melaksanakan ibadah haji, keberangkatan itu penting bagi Syekh Nawawi untuk menimba ilmu.

Pada perjalanan selanjutnya, Syekh Nawawi termasuk ulama dari Indonesia yang diberi kesempatan mengajar di Masjidil Haram. Ada sekitar 200 orang yang hadir setiap kali Syekh Nawawi Al-Bantani mengajar di Masjidil Haram. Ketika itu Masjidil Haram menjadi satu-satunya tempat favorit, semacam kampus favorit dalam istilah sekarang, di Tanah Suci. Yang menjadi murid Syekh Nawawi tidak hanya orang Indonesia, namun para pelajar dari berbagai negara.

Dia mengajar fiqih, ilmu kalam, tasawuf, tafsir, hadits dan bahasa Arab. Di antara muridnya di Arab Saudi adalah KH Hasyim Asyari (pendiri NU), KH Ahmad Dahlan (pendiri Muhammadiyah), Thahir Jamalauddin (Singapura), Abdulkarim Amrullah (Sumatera Barat), KH Tb Asnawi (Caringin, Banten), KH Ilyas (Kragilan Banten), KH. Saleh Darat (Semarang), KH. Najihun (Tangerang), KH. Abdul Ghaffar (Tirtayasa Serang), KH. Tb. Bakri (Sempur Purwakarta), KH. Dawud (Perak Malaysia), dan masih banyak lagi.

Di samping itu, Syekh Nawawi juga banyak melahirkan murid yang kemudian menjadi pengajar di Masjidil Haram. Di antaranya adalah Sayyid Ali bin Ali al-Habsy, Syekh Abdul Syatar al-Dahlawi, dan Syekh Abdul Syatar bin Abdul Wahab al-Makki.

Syekh Nawawi wafat di Tanah Suci dan dimakamkan di Ma’la, Makkah pada 1314 H/1897 M.

Pewarta: M Izzul Mutho


Nasional Terbaru