Nasional

Ketum PBNU: NU Tidak Boleh Berkonsolidasi sebagai Identitas Politik

Selasa, 4 Februari 2025 | 17:19 WIB

Ketum PBNU: NU Tidak Boleh Berkonsolidasi sebagai Identitas Politik

Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf saat menyampaikan sambutan dalam Sarasehan Ulama bertajuk Asta Cita dalam Perspektif Ulama NU di Hotel Sultan, Jakarta, Selasa (4/2/2025). (Foto: NU Online/Suwitno)

Jakarta, NU Online Banten

Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Yahya Cholil Staquf mengatakan, NU tidak boleh dibiarkan tumbuh atau dipaksa menjadi bagian dari identitas politik. "Nahdlatul Ulama tidak boleh dibiarkan tumbuh apalagi sengaja didorong untuk berkonsolidasi sebagai identitas politik. Tidak boleh, ini fundamental," ujar Gus Yahya—sapaan karib KH Yahya Cholil Staquf dalam Sarasehan Ulama yang diselenggarakan di Hotel Sultan, Jakarta, Selasa (4/2/2025).



Gus Yahya menekankan bahwa NU lahir dengan tujuan untuk mengabdi, melayani, serta berbakti kepada masyarakat dan bangsa. "Dengan cara itu kehadiran NU menjadi berarti bagi masyarakat, berarti bagi bangsa dan negara," tambahnya.


Ditambahkan, jika suatu lingkungan budaya atau agama, termasuk NU, dibiarkan berkembang menjadi identitas politik, maka bisa membahayakan kelangsungan bangsa dan negara. "Lingkungan budaya yang demikian luas ini tidak boleh berkembang menjadi identitas politik karena itu akan membahayakan kelangsungan bangsa dan negara," ucapnya.



Dia pun mengingatkan, ketika identitas budaya atau agama dikonsolidasikan dalam persaingan politik untuk merebut kekuasaan, maka dampaknya akan sangat berbahaya.


Menurutnya, NU memilih untuk mendukung siapa pun yang memiliki misi untuk menghadirkan maslahat bagi rakyat, tanpa terjebak pada agenda politik tertentu.


Sedangkan Menteri Agama (Menag) Nasaruddin Umar memberikan pandangannya mengenai pentingnya memahami konteks sosial dan politik dalam pemerintahan saat ini. Zaman sekarang ini, kecerdasan tekstual saja tidak cukup untuk menghadapi tantangan yang ada.



"Era sekarang ini tidak cukup didukung oleh sebuah kepintaran tekstual, tapi kita juga harus mampu mengaktualisasikan kecerdasan tekstual itu di dalam kearifan memahami kenyataan kontekstual," ujarnya, dilansir NU Online.


Acara yang mengusung tema Asta Cita dalam Perspektif Ulama Nahdlatul Ulama ini juga dihadiri oleh sejumlah tokoh. Di antaranya Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Abdul Mu'ti, Sekretaris Jenderal PBNU yang juga Menteri Sosial H Saifullah Yusuf, Katib ‘Aam PBNU KH Akhmad Said Asrori, dan Wakil Rais ‘Aam PBNU sekaligus Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Anwar Iskandar. (Afrilia Tristara)

Â