Konbes NU, Bahas Badan Hukum Banom, Syarat Pengurus, Kaderisasi, hingga PCINU
Rabu, 15 Januari 2025 | 15:49 WIB
Jakarta, NU Online Banten
Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) akan menggelar Musyawarah Nasional (Munas) Alim Ulama dan Konferensi Besar (Konbes) Nahdlatul Ulama (NU) di Jakarta, 5-7 Februari 2025. Kegiatan ini termasuk rangkaian Peringatan Hari Lahir (Harlah) Ke-102 NU. Konbes akan membahas berbagai isu penting. Pembahasan ini akan menjadi bagian dari rekomendasi yang akan disampaikan untuk Muktamar NU mendatang.
Sekretaris Panitia Pelaksana Harlah Ke-102 NU Faisal Saimima menjelaskan, bahwa salah satu isu utama yang akan dibahas adalah revisi terhadap Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) NU, khususnya yang berkaitan dengan kaderisasi bertingkat yang telah lama diterapkan di NU. Menurut Faisal, selama ini kaderisasi yang dilakukan NU membutuhkan sebuah payung hukum yang lebih spesifik dalam AD/ART. Misalnya keberadaan Majelis Tahkim yang juga diatur dalam peraturan tersebut.
Pada Konbes 2023, PBNU membentuk Majelis Tahkim sebagai sebuah institusi yang ditunjuk untuk menyelesaikan sengketa internal NU. Pembentukan ini merupakan tindak lanjut dari Peraturan Perkumpulan Nomor 12 Tahun 2023 tentang Penyelesaian Perselisihan Internal.
Susunan pengurus Majelis Tahkim NU ini terdiri atas ketua (merangkap anggota) yang secara otomatis diisi oleh rais 'aam PBNU. Selain ketua, Majelis Tahkim itu juga diisi oleh wakil ketua (merangkap anggota). "Ada beberapa AD/ART yang menurut kami harus diatur," ujar Faisal ditemui NU Online di Gedung PBNU lantai 5 usai rapat pembahasan materi Konbes 2025, Selasa (14/1/2025).
Selain itu, lanjutnya, salah satu isu yang tak kalah penting dibahas dalam konbes nanti mengenai status Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama (PCINU) yang berkedudukan di luar negeri. "Dalam kajian kami, PCINU tidak menjadi satu kepengurusan hasil konferensi karena pelaksanaan konferensi memang butuh sarana dan prasarana yang lumayan besar. Diskusi kami bagaimana kemudian PCINU menjadi perwakilan negara saja. Jadi kalau negara punya kedutaan bagaimana kira-kira statusnya, seperti itu," ungkapnya.
Menurutnya, PCINU dipandang lebih sebagai perwakilan NU di negara-negara lain yang statusnya mirip dengan kedutaan negara. PCINU berfungsi sebagai representasi NU di luar negeri. "Jadi PCINU nantinya menjadi perwakilan NU yang ada di negara-negara lain. Bukan menjadi satu entitasnya hasil permusyawaratan, itu contoh," kata Faisal.
Faisal juga menyampaikan, Konbes NU akan membahas dan menyempurnakan sejumlah peraturan perkumpulan (Perkum). Pertama, merevisi peraturan perangkat perkumpulan, yang akan mencakup perubahan signifikan terkait pengaturan perangkat lembaga dan badan otonom dalam struktur organisasi NU.
Salah satu isu krusial yang akan diangkat adalah status badan hukum bagi badan otonom. "Menurut kami, badan otonom tidak boleh memiliki status hukum sendiri, karena itu melanggar norma yang ada dalam ART," jelas Faisal Itu, lanjutnya, salah satu yang kemudian akan kami spesifikkan dalam Perkum tentang Perangkat Perkumpulan," imbuh Faisal.
Di sampling itu, merevisi peraturan perkumpulan yang mencakup pembahasan mengenai syarat-syarat untuk menjadi pengurus, syarat untuk menjadi rais, serta penilaian kinerja kepengurusan. "Yang lain sifatnya minor, itu yang kami bahas tadi," ungkap wakil sekretaris jenderal PBNU itu, dilansir NU Online.
Mengutip NUPedia, Konbes NU digelar untuk membicarakan pelaksanaan keputusan-keputusan muktamar, mengkaji perkembangan organisasi serta peranannya di tengah masyarakat. Biasanya terdapat tiga komisi dalam Konbes NU. Komisi organisasi, program kerja, dan rekomendasi.
Konbes NU hanya dihadiri oleh Pengurus Besar Pleno yang terdiri atas syuriyah, tanfidziyah, mustasyar, a’wan, ketua badan otonom NU di tingkat pusat, serta pengurus wilayah NU se-Indonesia.
Sama dengan Munas Alim Ulama, Konbes NU juga tidak dapat mengubah AD/ART dan keputusan muktamar, serta tidak memilih pengurus baru, tetapi bisa untuk memutuskan peraturan perkumpulan (Perkum). Penyelenggaraan Konbes NU dapat dilakukan atas permintaan sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah PWNU yang sah.
PBNU juga akan menggelar Musyawarah Nasional (Munas) Alim Ulama. Dua topik utama pembahasan dalam Munas Alim Ulama adalah soal wacana libur sekolah selama Ramadhan hingga fenomena koin jagat yang kini sedang viral di media sosial.
Ketua PBNU Ahmad Suaedy mengatakan, hasil dari munas akan menjadi rujukan bagi PBNU dalam menyampaikan pandangan terkait isu-isu aktual. Saat ini belum banyak komentar yang diberikan mengenai kedua isu tersebut. "Ada beberapa kasus yang harus dibicarakan secara sendiri. Nanti akan ada bahtsul masail tentang berbagai masalah, itu baru akan dikeluarkan (pandangannya)," ujar Suaedy kepada NU Online, Selasa (14/1/2025).
Koordinator Bidang Munas dan Konbes NU 2025 Umarsyah mengatakan, Munas Alim Ulama akan mengangkat isu-isu aktual baik yang sifatnya keagamaan, sosial-masyarakat, dan politik. Umarsyah mengatakan bahwa Munas-Konbes NU akan diikuti oleh 450 peserta yang terdiri dari unsur mustasyar, syuriyah, tanfidiziyah, a'wan PBNU, lembaga dan badan otonom tingkat pusat, pengurus wilayah dan pengurus cabang NU, serta para kiai pesantren. "Sementara mengenai materi-materi yang akan dibahas dalam Munas-Konbes, masih dibahas oleh panitia," kata Umarsyah.
Dilansir NUPedia, Munas Alim Ulama merupakan forum pertemuan yang diselenggarakan untuk membahas masalah-masalah keagamaan. Forum ini biasanya mengundang para tokoh alim ulama Ahlussunnah wal Jama’ah dari dalam maupun luar pengurus NU, terutama tokoh pengasuh pesantren, dan dapat mengundang tenaga ahli yang diperlukan.
Keputusan Munas Alim Ulama tidak dapat mengubah AD/ART, keputusan muktamar, dan tidak mengadakan pemilihan pengurus. Di forum ini, permasalahan-permasalahan yang akan dibahas telah diklasifikasi ke dalam tiga komisi bahtsul masail.
Pertama, komisi bahtsul masail qanuniyah yakni forum pembahasan perundang-undangan atau aturan formal kenegaraan. Kedua, komisi bahtsul masail waqi’iyah yakni forum pembahasan kasus-kasus keagamaan yang hasil akhir pembahasannya adalah produk hukum, misalnya halal atau haram. Ketiga, komisi bahtsul masail maudlu’iyah yaitu forum pembahasan tematik yang lebih bersifat konseptual dan tidak bermuara pada persoalan hukum. (Suci Amaliyah)
Terpopuler
1
Target Desember 2025 Selesai, Pembangunan Gedung Kampus oleh PWNU Banten Dilanjutkan
2
Rencana Presiden Prabowo Hapus Kuota Impor Bisa Rusak Produk Petani Lokal
3
Kedaulatan Pangan Terwujud jika Kebijakan Berpihak Petani
4
Khutbah Jumat: Substansi Tradisi Halalbihalal
5
Ketum PBNU: Kerja Sama Multilateral Antarnegara Jadi Upaya Memerdekakan Palestina
6
Jaga dan Pelihara Keberkahan Tanah Borneo
Terkini
Lihat Semua