Nasional

Ketum PBNU: Transformasi Digital Cegah Disfungsi Organisasi

Kamis, 1 Agustus 2024 | 23:00 WIB

Ketum PBNU: Transformasi Digital Cegah Disfungsi Organisasi

Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf. (Foto: NU Online/Suwitno)

Jakarta, NU Online Banten

Ketua Umum (Ketum) Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Yahya Cholil Staquf mengatakan, transformasi digital adalah sebuah keharusan untuk dilakukan, sehingga dapat mencegah disfungsi atau tidak berfungsinya sebuah organisasi. "Organisasi bisa rusak fungsinya kalau kewajiban tidak dilakukan, maka transformasi digital ini harus dilakukan," tegas Gus Yahya--sapaan KH Yahya Cholil Staquf-- saat meresmikan platform Digdaya Persuratan NU (Digitalisasi Data dan Layanan NU) di edung PBNU, Jakarta, Kamis (1/8/2024).



Dijelaskan, jika PBNU sebagai organisasi tidak mengetahui seluk-beluk tentang kejadian dan permasalahan yang ada di berbagai tingkatan struktural NU hingga ke ranting, maka sejatinya PBNU telah mengalami disfungsi. "Kalau sekarang PBNU tidak tahu urusan organisasi yang beredar di tingkat kecamatan, itu namanya disfungsi. Tidak tahu, tidak punya catatan, tidak bisa mengevaluasi sama sekali, itu namanya disfungsi. Ndak boleh seperti itu," terangnya dilansir NU Online.



Menurut Gus Yahya, transformasi digital merupakan sebuah realitas untuk menjawab kebutuhan NU yang kian hari makin banyak jamaahnya. "Sementara sekarang kita dihadapkan pada realitas ukuran dari struktur yang harus kita kelola ini pun sudah begitu besar," katanya.



Saat ini, lanjutnya, kepengurusan NU sebagai organisasi sudah tersebar di setiap provinsi, lalu ada 548 PCNU, dan lebih dari 7000 Majelis Wakil Cabang (MWC) NU di tingkat kecamatan, serta 81 ribu lebih Pengurus Ranting NU di seluruh desa se-Indonesia. "Menghadapi skala yang besar ini, tidak mungkin kita bisa mengelola dengan baik kecuali dengan platform digital. Satu-satunya cara," tegasnya.



Gus Yahya optimistis program transformasi digital PBNU berjalan dengan sukses. Jika tidak, maka akan menjadi salah satu penyebab dari disfungsinya organisasi PBNU. "Kalau organisasi disfungsi, maka tanggung jawabnya juga disfungsi. Itu berarti organisasi tidak mampu menjalankan tanggung jawabnya. Kalau organisasi tidak menjalankan tanggung jawabnya, berarti pengurusnya juga tidak becus," ungkapnya.



Sejalan dengan itu, Wakil Ketua Umum PBNU H Amin Said Husni sebagai pengarah Tim Transformasi Digital NU menyampaikan, sebagian dari peta jalan transformasi digital NU sudah diluncurkan dan menandakan era baru manajemen persuratan NU. "Pada hari ini sebagian dari roadmap transformasi digital Nahdlatul Ulama sudah di-launching dan menandakan era baru manajemen persuratan dan dokumen di lingkungan NU," terangnya.

 


Sementara itu, pada kesempatan itu Gus Yahya juga menyampaikan alasan membuat tata kelola NU seperti pemerintahan. Baginya, jumlah jamaah atau pengikut NU yang sudah sangat banyak, dinilai tidak realistis jika dikelola dengan pola memasukkan pengikut NU menjadi pengurus struktural Perkumpulan NU. Gagasan Gus Yahya yang ingin membuat tata kelola NU seperti pemerintahan itu sebagai upaya merealisasikan hubungan yang baik antara struktural (pengurus) dengan kultural (warga) NU.



"Kita harus satu pemikiran tentang skema yang masuk akal sekaligus realistis. Sejak awal saya menawarkan skema untuk menjadikan jam’iyyah ini, yang struktur ini sebagai semacam pemerintahan, sehingga hubungan antara struktur dan kultur, adalah hubungan seperti pemerintah di depan rakyatnya, yaitu jamaah tadi (warga NU)," katanya.



Gus Yahya juga menyampaikan soal tanggung jawab pengurus NU yang diwacanakan seperti bentuk pemerintah. Ia menjelaskan secara praktik dan tanggung jawab juga disamakan dengan yang dilakukan oleh pemerintah. "Tanggung jawabnya saya kira juga tasyabbuh (menyerupai) dengan tanggung jawab pemerintah sebagai pemangku negara kepada rakyat, yaitu tanggung jawab melayani. Sebagaimana kaidah (ushul fiqih): tasharruful imam ‘alar ra’iyyah manuthun bil maslahah," jelasnya.

 


Soal tanggung jawab melayani, kata Gus Yahya, secara lebih lanjut diterapkan dengan peningkatan kinerja para pengurus NU dengan upaya semaksimal mungkin. "Karena itu, yang menjadi tanggungan kita sebagai para pengampu struktur jam’iyyah ini adalah membangun kinerja sedemikian rupa sehingga organisasi mampu menjalankan tanggung jawabnya kepada jamaah dengan sebaik-baiknya," terang kiai asal Rembang Jawa Tengah itu.

 


Kiai yang pernah menimba ilmu di Pondok Pesantren Krapyak Jogjakarta itu melanjutkan, transformasi di NU bukan hanya tentang tata kelola seperti pemerintahan. Tetapi juga ada wacana, sebagaimana yang dipaparkan oleh Mustasyar PBNU KH Mustofa Bisri, untuk melakukan transformasi pemikiran terlebih dahulu.



"Kemudian Kiai Mustofa Bisri melakukan agenda membuka wawasan NU. Nah yang dimaksud menata organisasi adalah gagasan menjam’iyyahkan jamaah itu, sampai sekarang masih kita dengar," ungkapnya. Tetapi untuk saat ini, melihat jumlah warga NU yang terus bertambah, Gus Yahya akan mengupayakan membentuk tata kelola NU seperti pemerintahan. (Haekal Attar)