• logo nu online
Home Nasional Banten Raya Warta Keislaman Tokoh Khutbah Sejarah Opini Pesantren NU Preneur Ramadhan 2023
Minggu, 28 April 2024

Nasional

Mahasiswa dan Dosen Nonmuslim di Unilam, Kemajemukan Itu Fakta

Mahasiswa dan Dosen Nonmuslim di Unilam, Kemajemukan Itu Fakta
Gerbang pintu masuk Universitas La Tansa Mashiro (Foto: Mursyid Arifin)
Gerbang pintu masuk Universitas La Tansa Mashiro (Foto: Mursyid Arifin)

Lebak, NU Online Banten
Universitas La Tansa Mashiro (Unilam) Rangkasbitung, Lebak, merupakan perguruan tinggi swasta di bawah naungan Yayasan La Tansa Mashiro. Di yayasan ini ada pondok pesantren, sekolah menengah pertama (SMP), sekolah menengah atas (SMA), dan perguruan tinggi.


Keberadaannya tidak lepas dari perjuangan almarhum KH Ahmad Rifa’i Arief yang awalnya merintis pesantren. Kini sudah ada kampusnya. Yang menarik, praktik moderasi beragama terlihat di Unilam. Ada mahasiswa dan dosen nonmuslim, yang berbeda dengan kebanyakan mahasiswa dan dosen di kampus yang terletak di Rangkasbitung, Lebak, Banten, itu. 


Rektor Unilam Rangkasbitung KH Soleh mengatakan, dirinya meyakini Islam itu telah moderat. ’’Saya pikir di kampus (Unilam) ini tidak patut diragukan tentang moderasi keberagamaan. Sampai hari ini kami masih konsisten mengajarkan civic education. Dari pendidikan tingkat SMP, SMA hingga perguruan tinggi. Itu kami pegang teguh,’’ ujar Kiai Enceh-- sapaan akrabnya-- saat ditemu di kediamannya, Kompleks Pondok Pesantren Kun Karima  (La Tansa 3), Jl Stasiun Kadomas, Ciekek Hilir, Karaton, Majasari, Pandeglang, Banten, Rabu (20/12/2023). 


Dia sangat tidak keberatan, meski kampus dasarnya adalah pondok pesantren,  ada mahasiswa nonmuslimnya. Dosen pengampu pendidikan agama Islam juga membolehkan mahasiswa nonmuslim tidak masuk, dan jika bersedia juga boleh masuk. Yang pasti, dalam penilaiannya tidak diukur oleh kompetensi keagamaan Islam. 


’’Jadi kami bekerja sama dengan para romo dan para pendeta untuk mendapatkan nilai agama mereka. Itu salah satu bentuk komitmen bahwa kami itu hidup di Indonesia. Walaupun mayoritas Muslim, kemajukan di Indonesia adalah fakta. Oleh karena itu, harus disikapi dengan bijak, termasuk bijak dalam pandangan Islam,” kata alumnus Pondok Pesantren Modern Gontor Ponorogo, Jawa Timur, itu. 


Dia menambahkan, dari awal memberlakukan aturan menerima mahasiswa dari nonmuslim. Dia mengaku tak pernah ragu sedikit pun, karena pendidikan adalah hak setiap anak bangsa tanpa melihat latar belakang. Oleh karena itu, siapa pun setiap warga Indonesia yang sah memilih agama di Indonesia memiliki hak pendidikan. “Jadi begitu mereka daftar (mahasiswa nonmuslim) tidak masalah, kami terima. Itu juga sudah kami sediakan formatnya. Kalau kurikulum pendidikan umumnya kan sama,” imbuh alumnus Pascasarjana Institut Pengembangan Wirausaha Indonesia (IPWI) itu sembari menyebutkan bukan hanya mahasiswa, tapi ada juga dosen yang nonmuslim.


Pihaknya melihat, di Indonesia, termasuk Lebak adalah mayoritas Islam, dan kemajemukan adalah fakta. Sehingga kewajiban pendidik di sektor pendidikan adalah mencetak kehidupan bangsa yang cerdas dan itu merupakan hak setiap warga negara. Berangkat dari hal tersebut, Unilam menjadikan perguruan tinggi terbuka di Lebak, meski barangkali banyak yang tahu bahwa La Tansa Mashiro adalah basic-nya pondok pesantren. 


“La Tansa ini adalah lembaga. Dan, lembaga ini bersifat umum. Mereka juga percaya kami bukan satu pihak yang membayakan. Buktinya nonmuslim daftar, banyak. Dan itu tidak ada masalah. Dibuktikan kami tidak melakukan doktrinasi yang membahayakan dalam persepektif tertentu atau memaksakan masuk Islam,” ungkapnya.


Menurutnya, dalam ajaran Islam sudah jelas bahwa bagiku agamaku, dan bagimu adalah agamamu, sesuai dengan kepercayaan dan keyakinan masing-masing. Namun, dalam hidup harus berkolaborasi dan berinteraksi, saling menghormati, serta mengedepankan persaudaraan. Ada persaudaran seagama, persaudaraan kemanusiaan, dan persaudaraan kebangsaan. 


’’Dalam asumsi saya, bahwa semakin baik dan luas wawasan keilmuannya, maka dia akan semakin bijak dalam melihat persoalan. Maka hendaknya sebanyak mungkin orang Lebak khususnya, Banten dan umumnya Indonesia, meningkatkan grade pendidikannya. Semakin tinggi tingkat pendidikannya, maka semakin baik kemampuan moderasinya. Pesan saya adalah tingkatkan ilmu,” jelasnya. 

 


Terpisah, Kepala Sumber Daya Manusia (SDM) Unilam Euis Ajizah mengatakan, penerapan praktik moderasi beragama sudah berjalan lama. Yaitu sejak berdirinya perguruan tinggi La Tansa Mashiro sekitar 1993-1994. Menurutnya, sesuai dengan visi Unilam yang unggul, berdaya saing global, berjiwa entrepreneur, berlandaskan akhlakul karimah. Tentunya, kampus ini diperuntukkan bukan hanya mahasiswa yang berlatar belakang agama IsIam saja, melainkan untuk semua golongan agama yang diakui di Tanah Air. 

 


Dikatakan Euis, dalam keyakinan dan kepercayaan agama boleh berbeda. Namun dalam mencerdaskan kehidupan berbangsa dan bernegara menjadi tanggung jawab bersama. Sehingga tidak ada larangan bagi mahasiswa dan dosen di luar agama IsIam yang ingin ikut serta belajar dan mengajar di dalamnya selagi tidak mengubah konsep keyakinan dan aqidah. Apalagi dosen nonmuslim yang sekarang sudah  menjadi bagian keluarga besar Unilam juga selalu mengingatkan pada hal kebaikan, termasuk dalam beribadah.  "Hubungan kami sangat harmonis. Jika sudah masuk waktu shalat, sudah adzan misalnya, suka mengingatkan untuk shalat baik itu kepada mahasiswa maupun kepada dosen ketika di kantor," ujarnya dihubungi NU Online Banten, di Lebak, Ahad (24/12/2023). 


Dia menegaskan, sikap toleransi dalam beragama di kampus hijau ini memang fakta. Hal itu terlihat dari sosok dosen di Fakultas Kesehatan Rita Ariesta yang dikenal orang baik dan moderat.  Kebaikannya itu diperlihatkan ketika ada pegawai di lingkungan Unilam yang meninggal dunia. "Ibu Rita itu orangnya baik, ketika ada karyawan atau pegawai yang meninggal dunia suka ikutan takziyah, dan memberikan pesan kepada keluarga yang sedang berduka," kata Sekretaris Prodi Magister Manajemen Pascasarjana Unilam itu. 


Euis mengaku, dirinya dan rekan sejawatanya pun dalam bekerja lebih mengedepankan sikap toleransi dan profesionalisme, tanpa adanya diskriminasi atau membeda-bedakan antar agama. "Selama ini hubungan mahasiswa, pegawai dan dosen juga di kampus kami baik dan harmonis," tambahnya. 


Sedangkan Rita Ariesta, 44, mengungkapkan, sejauh ini dia memiliki kedekatan dan hubungan yang harmonis. Baik dengan dosen, mahasiswa, dan pegawai yang latar belakangnya pemeluk agama Islam. Terlebih hubungan itu terjalin dengan penuh rasa kemanusiaan dan persaudaraan. 


’’Selama ini aku banyak teman, karena bergerak di bidang kesehatan (kebidanan), ya. Saya sudah cukup lama di Unilam. Jadi kalau sama dosen dan pegawai otomatis sudah sering terpapar (berinteraksi)," ungkapnya dihubungi NU Online Banten via voice note WhatsApp, Ahad (24/12/2023).


Hubungan dengan mahasiswa, lanjutnya, seperti yang lainnya, saling sapa. Namun, karena Rita adalah Kristen Protestan dan memiliki hobi bernyayi, sehingga menjadikan dia lebih dekat dengan mahasiswa lain yang berhubungan dengan padus (paduan suara).  "Jadi itu sih kedekatannya," ucapnya. 


Dia juga bercerita saat awal bergabung. Ketika itu membutuhkan tenaga pengajar dan mendapat tawaran. Dan, awalnya tidak tahu jika kampus tersebut berbasiskan IsIam. ’’Lalu saya dibawa ke Pak Rektor. Di sana banyak ngobrol karena bagaiamana pun juga background berbeda. Setelah ngobrol, lalu saya memutuskan untuk bergabung dan menjadi bagian tenaga pendidik,’’ sambungnya. 


Bagi Rita, semua manusia itu sebenarnya sama. Hanya ada beberapa faktor saja yang membuat orang berbeda, salah satunya dari pola pikir.  Sejak 2006, Rita mengaku tidak pernah ada permasalahan yang membuat dirinya tidak nyaman selama menjalani kehidupannya sebagai dosen di Fakultas Kesehatan Unilam. 


’’Kalau sampai sekarang sudah 17 tahun aku nyaman. Artinya tidak ada sesuatu pun yang membuat aku tidak nyaman. Malahan aku lebih banyak belajar. Tapi pada intinya hampir semua 99 persen anteng, aman, dan nyaman. Dan, sekarang aku sudah banyak temen di sini, karena aku bukanlah tipikal orang yang tertutup, tapi orang yang terbuka akhirnya bisa berteman dengan banyak orang," tutupnya. (Mursyid Arifin)


Nasional Terbaru