Jakarta, NU Online Banten
Amiruddin Al Rahab mengatakan, sesuai dengan aturan yang berlaku, jika ada gangguan keamanan yang tidak bersifat militer, kapasitasnya adalah polisi. Menurut pengamat militer itu, penggunaan militer dalam konteks mendukung pengamanan kejaksaan tinggi dan kejaksaan negeri dapat menimbulkan pemahaman bahwa jaksa agung dan jajarannya tidak mempercayai institusi negara untuk keamanan yaitu polisi.
"Jika tidak percaya polisi, mengapa antar instansi negara bisa saling tidak percaya?," katanya dengan nada tanya dihubungi NU Online, Jumat (16/5/2025).
Seperti diketahui, belakang ini beredar informasi bahwa Kepala Staf TNI Angkatan Darat Jenderal TNI Maruli Simanjuntak mengeluarkan Surat Telegram Nomor ST/1192/2025 tentang perintah kepada jajaran untuk mendukung pengamanan kejaksaan tinggi dan kejaksaan negeri di seluruh wilayah Indonesia.
Menurut Amir, jaksa agung perlu menjelaskan mengenai adakah ancaman bertaraf militer saat ini? "Yang harus kita tanya adalah jaksa agung. Jaksa agung harus jujur dalam menjelaskan persoalan digunakannya TNI untuk pengamanan seluruh gedung kejaksaan di Indonesia ini, harus jujur," pintanya.
Penjelasan yang jujur dari jaksa agung, lanjutnya, dapat digunakan untuk memahami mengapa militer digunakan untuk mengamankan seluruh gedung dan pengawalan terhadap mobil-mobil yang dimiliki kejaksaan. "Tanpa ada ancaman militer, maka menggunakan untuk pengamanan seluruh gedung kejaksaan adalah tindakan yang tidak tepat," jelasnya.
Yang bermasalah ini, imbuhnya, kejaksaan bukan TNI-nya. ’’Kalau ada ancaman militer dihadapi oleh milter. Kalau nggak ada ancaman militer, mengapa menggunakan militer?," tambahnya.
Atas digunakannya polisi dan militer di kejaksaan, Amir meminta kepada Presiden Prabowo Subianto untuk ikut melerai jika ada indikasi saling tidak percaya antarinstitusi itu. "Jaksa agung tidak bisa secara undang-undang aturan ketatatnegaraan tidak bisa lompat pagar ujug-ujug menggunakan militer untuk pengamannya," terangnya.
Amir juga menganggap jika militer ikut mengamankan kejaksaan dapat menjadi sinyal yang tidak baik karena dinilai ada kondisi darurat di dalam proses penegakan hukum di Indonesia. "Jadi, tanggung jawab jaksa agung menjelaskan ini semua gitu. Kenapa jaksa agung menarik-narik masuk ke ranah penegakan hukum," ujarnya.
Terpisah, Muhammad Najib Azca, sosiolog Universitas Gadjah Mada (UGM), mengatakan, surat perintah pengamanan itu merupakan sebuah anomali yang tidak bisa terjadi. Sebab, satuan keamanan di kejaksaan dapat melakukan pengamanan secara mandiri internal dan dibantu oleh Kepolisian Republik Indonesia (Polri).
"Saya kira itu sesuatu yang tidak lazim karena melakukan pengamanan itu di luar domainnya TNI. Kalau kita lihat Undang-Undang TNI bahkan yang termasuk yang sudah direvisi ini kan tidak ada operasi non-perang yang saya kira melakukan pengamanan-pengamanan lembaga-lembaga negara," katanya dihubungi NU Online, Jumat (16/5/2025).
Kewajiban Presiden Prabowo yang dapat diwakili oleh juru bicara kepresidenan, lanjutnya, harus mengklarifikasi sehingga tidak terjadi pembiaran kontroversi yang tidak produktif mengenai yang tidak lazim yaitu TNI melakukan pengamanan kepada kejaksaan. "TNI itu kan pertahanan fungsinya. Jadi, ini sesuatu yang tidak umum karena itu mestinya (jika) ada kebutuhan mestinya lembaga kepolisian yang diperlukan," ucapnya.
Najib juga menyampaikan, kejadian pengamanan TNI di kejaksaan hanya bisa dilaksanakan jika ada dasar perintah dari kepala negara dengan syarat kondisi yang darurat. "Tapi saya kira tidak terlihat ada kedaruratan di sini. Tidak ada sesuatu yang darurat yang menjadi alasan bagi pengerahan personel TNI untuk melakukan pengamanan bagi lembaga kejaksaan," jelasnya.
Meski Penasihat Khusus Presiden Urusan Pertahanan Nasional Jenderal TNI Dudung Abdurachman menyatakan bahwa bukan atas dasar arahan Presiden Prabowo Subianto melainkan memorandum of understanding (MoU) TNI dengan kejaksaan, Azca mengingatkan bahwa tidak ada satu MoU-pun yang dapat melewati kewenangan UU.
Karenanya, ia menilai hal itu di luar kewajaran aturan hukum yang berlaku di Indonesia. "Jadi, saya kira ini memantik percakapan publik atau memantik kecurigaan publik mengenai ada masalah yang terkait dengan dinamika lembaga-lembaga negara, dalam hal ini kejaksaan. Secara normatif mestinya dalam domain kalau perlu pengamanan ya oleh lembaga kepolisian kalau dalam situasi normal," ungkapnya.
Terkait itu, Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo dan Menteri Hukum Supratman Andi Agtas sudah bersuara. Listyo menganggap bahwa masuknya militer untuk mengamankan kejaksaan adalah bentuk sinergitas. “Yang jelas sinergitas TNI dan Polri semakin oke,” ucap Kapolri dilansir Antara dikutip NU Online Jumat (16/5/2025).
Supratman juga meyakini dengan kejadian tersebut hubungan yang sinergi antara Polri dan TNI semakin kuat dan tugas dan fungsi terkait menjaga keamanan makin jelas. “Kami tidak membicarakan itu dalam implementasi, ya, tapi nanti kami akan mencoba untuk menyampaikan, berkoordinasi, dengan seluruh pemangku kepentingan yang ada karena memang bukan tusi Kementerian Hukum yang terkait dengan hal tersebut,” jelasnya. (Haekal Attar)
Terpopuler
1
Kabar Duka, Pengasuh Pesantren Krapyak Nyai Hj Durroh Nafisah Wafat
2
Ketua Terpilih PW Pergunu Banten 2025-2030 Ingin Para Guru NU Berkualitas
3
Bina Karakter Remaja, LKKNU Lebak Agendakan Turun ke Desa
4
Coffee Morning dan Bersih-Bersih Masjid Sudah, Kini MWCNU Serut Siap Gelar PD-PKPNU Lagi
5
Ketua PCNU Lebak: Peserta PD-PKPNU Harus Masuk ke NU secara Total
6
Dari PD-PKPNU Angkatan II PCNU Lebak, Sebarkan NU, Jangan Malu
Terkini
Lihat Semua