• logo nu online
Home Nasional Banten Raya Warta Keislaman Tokoh Khutbah Sejarah Opini Pesantren NU Preneur Ramadhan 2023
Minggu, 28 April 2024

Sejarah

Ekspedisi Jejak Wali Songo di Champa (Vietnam-Kamboja), Thailand, dan Malaysia (5)

Dari Sunan Gunung Jati Menurunkan Ulama dan Sultan Banten

Dari Sunan Gunung Jati Menurunkan Ulama dan Sultan Banten
Para peziarah di makam Sunan Gunung Jati di Cirebon, Jawa Barat. (NUO)
Para peziarah di makam Sunan Gunung Jati di Cirebon, Jawa Barat. (NUO)

MASIH dari Malaysia. Muhammad Abid Muaffan, peneliti sanad qiraat Nusantara, yang melakukan ekspedisi jejak Wali Songo di Champa (Vietnam-Kamboja), Thailand, dan Malaysia, kali ini bertemu Abdul  Halim, murid Wan Mohammad Shaghir, sejarawan Melayu, pendiri Khasanah Fathaniyah. Selain itu, berbekal bahan dari buku Tarikh Melayu Patani karya Wan Faqih Ali bin Muhammad bin Sofiyuddin al-Fathani.


Disebutkan, zuriah (keturunan) Wali Songo juga tersebar di Pattani (Thailand) sampai Malaysia, khususnya semenanjung Melayu, meski pada perkembangan selanjutnya ada perdebatan terkait itu.


Sekadar diketahui, dari penelusuran NUOB, Pattani adalah sebuah kota di ujung selatan Thailand, dekat perbatasan dengan Malaysia. Pattani adalah ibu kota Provinsi Pattani. Kota ini berpenduduk 44.353 (2018). Pattani terletak 1.056 km di selatan Bangkok.


Pusat sejarah lama Kerajaan Pattani yang menguasai wilayah Pattani terletak beberapa mil di sebelah timur kota yang sekarang. Situs asli Pattani berada di dekat Ban Kru Se atau Kampong Kersik, di mana Masjid Krue Se berada.


Gus Abid—panggilan Muhammad Abid Muaffan melanjutkan apa yang diperolehnya dalam perjalanan ekspedisi. Disebutkan, Wan Mohammad Shaghir sendiri adalah anak dari Hajjah Wan Zaenab binti Wan Ahmad bin Wan Muhammad Zein bin Wan Musthafa atau Tok Bendang Daya. Ini salah satu pendiri pondok tertua yang ada di Pattani.


Wan Musthafa sezaman dengan Syekh Abdus Shamad al-Palembangi. Wan Musthafa merupakan putra dari Wan Muhammad bin Faqih Wan Musa bin Wan  Muhammad Shaleh al Laqihi bin Ali al-Masyhur. Ali al-Masyhur ini masih terjadi perbedaan apa dia Syekh Ali Nurul Alam atau tidak. Tapi sumber menyebutkan, salah satunya dari Ahmad Hafiz Hafizuddin, Khadim Nahdlatul Ulama Malaysia dan mudir Pondok Sufi Rumi Jawi atau Raudhah Sufiyyah Sunniyah Salafiyah, Gombak, Selangor,  bahwa Syekh Ali Nurul Alam kuburnya  ada di Pattani, Thailand bagian selatan.


Syekh Ali Nurul Alam ini putra Syekh Jamaluddin  Al Akbar Al Husaini—Syekh Jumadil Kubro. Di buku Tarikh Melayu Muhammad Wan Shaghir menyebutkan, dalam silsilah yang ditulis oleh Muhammad Nur bin Syekh Nik  Mat Kecik  al-Fathani di Makkah, nenek moyang mereka adalah Syekh Ibrahim bin Akbar al-Hadrami. Apabila dibandingkan dengan catatan-catatan lainnya, dia bernama Syekh Ibrahim al-Hadrami atau Ibrahim Zaenal Akbar atau Ibrahim Asmaraqondi bin Sayyid Jamaluddin Al Kubra—Syekh Jumadil Kubro.


Di Pattani memepunyai 5 anak yang menjadi tokoh dan ulama. Dari 5 anak itu menurunkan ulama Pattani dan semenanjung Melayu. Tak hanya itu, saat ke Kamboja mempunyai anak, salah seorang di antaranya Raden Rahmatullah, Sunan Ampel di Surabaya.


Ada lagi Abdul Muzaffar waliyullah atau cucu saudara Syekh Ibrahim al-Hadrami, bersaudara kandung dengan Syarif Hidayatullah, yang dikenal Sunan Gunung Jati. Dari Sunan Gunung Jati menurunkan ulama dan sultan Banten. Ada juga saudara Sultan Gunung Jati, namanya Sultan Babullah (Sultan Ternate).


Ayah Abdul Muzaffar, juga Sunan Gunung Jati dan Sultan Babullah adalah Abdullah Umdatuddin alias Wan Abu alias Wan Bo (Bo Teri-Teri) alias Maulana Israil (Raja Champa1471 M), lalu ayahnya ialah Ali Nur Alam. Tapi, perlu dicatat bahwa masih diperdebatkan.


Terlepas dari itu, barangkali dapat diambil hikmahnya. Banyak yang memasturkan (menyembunyikan) nasab-- karena bisa jadi khawatir menjadi suatu kebanggaan atau dikejar oleh penjajah kala itu-- dakwahnya malah diterima di masyarakat. Di Indonesia, misalnya, Islam menjadi mayoritas hingga saat ini.


Ada maqolah menyebutkan, seorang itu masyhur (terkenal) karena ada orang-orang yang mastur. Mereka memasturkan nasab, tapi memasyhurkan adabnya. Maka, bisa jadi banyak yang zuriah Wali Songo, memilih memasturkan nasabnya, tapi memasyhurkan adabnya.


Gus Abid pun menutup bagian ini dengan mengutip ungkapan dalam bahasa Arab yang artinya  bahwa kemuliaan lahir karena adab bukan karena nasab. (M Izzul Mutho/bersambung)


Sejarah Terbaru