
Ketua LBM PCNU Tangsel Kiai Muhammad Hanifuddin saat ngaji Kitab Syarhun Lathifun di Graha Aswaja NU Tangsel, Ciputat, Tangsel, Selasa (1/10/2024) malam. (Foto: NUOB/Mutho)
Tangerang Selatan, NU Online Banten
Ketua Lembaga Bahtsul Masail (LBM) Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Tangerang Selatan Kiai Muhammad Hanifuddin mengatakan, barangkali yang dikehendaki Hadratussyekh KH Hasyim Asy’ari, pendiri NU, warga NU, khususnya pengurus di struktural, benar-benar bertanggung jawab dan menjalankan amanah.
’’Masing-masing pengurus itu pemimpin. Dan dalam Islam, pemimpin tidak harus sebagai ketua, tidak harus berebut jadi orang nomor satu. Mengemban amanat, seperti menjalankan program-program. Antara satu dengan yang lainnya, tentu beda-beda,’’ ujarnya saat membahas hadits kedua belas halaman 44-45 Kitab Syarhun Lathifun ‘ala Arbain Haditsan Tata'allaq bi Mabadi' Jamiyyah Nahdatil Ulama di Graha Aswaja NU Tangerang Selatan (Tangsel), Ciputat, Tangsel, Selasa (1/10/2024) malam.
Hadits dari Sahabat Ibnu Umar ra yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari itu adalah kullukum ra’in wakullukum masulun ‘an ra’iyyatihi al imamu ra’in wa masulun ‘an ra’iyyatihi war rajulu ra’in fi ahlihi wahuwa masulun ‘an ra’iyyatihi wal maratu ra’iyatun fi baiti jauziha wa masulatun ‘an ra’iyyatiha wal khadimu ra’in fi mali sayyidihi wa masulun ‘an ra’iyyatihi.
Artinya kurang lebih, ’’setiap kalian adalah pemimpin dan setiap kalian akan dimintai tanggung jawab dari yang dipimpin, imam adalah pemimpin dan akan dimintai tanggung jawab dari yang dipimpinnya, seorang laki-laki adalah pemimpin di dalam keluarganya dan akan dimintai tanggung jawab dari yang dipimpinnya, perempuan adalah pemimpin di rumah suaminya dan akan dimintai tanggung jawab dari yang dipimpinnya, pelayan adalah pemimpin harta tuannya dan dimintai tanggung jawab dari yang dipimpinnya.’’
Hadits tersebut ditempatkan oleh Hadratussyekh KH Hasyim Asy’ari di dalam salah satu karyanya, Arbain Haditsan Tata'allaq bi Mabadi' Jamiyyah Nahdatil Ulama, di urutan ke-12 dari 40 hadits yang dikumpulkan dalam kitab tersebut.’’Pemimpin dalam Islam itu tidak harus imam. Dan apa pun aktvitasnya, hendaknya dijadikan tarekah menuju Allah,’’ tegas pria yang hobi wayang itu yang malam itu seperti biasa berkacamata, memakai baju koko putih lengan panjang dipadu sarung bermotif warga cenderung gelap dan peci hitam.
ADVERTISEMENT BY OPTAD
Bahkan, lanjut dosen Pondok Pesantren Darus-Sunnah Jakarta di Ciputat, Tangsel, itu orang yang sebatang kara pun, akan dimintai pertanggungjawaban dirinya. ’’Misalnya di hutan, sendiri. Tidak ada manusia lain,’’ imbuh pria asal Sragen, Jawa Tengah, yang pernah menimba ilmu di Pondok Pesantren Ringinagung, Kediri, Jawa Timur, tersebut.
ADVERTISEMENT BY ANYMIND
Sekadar diketahui, ngaji kitab rutin ini digelar setiap Selasa malam. Satu rangkaian dengan istighotsah dan pembacaan Shalawat Nariyah yang malam itu dipimpin Sekretaris Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama Tangsel Kiai Himam Muzzahir.
Perlu diketahui Arbain Haditsan Tata'allaq bi Mabadi' Jamiyyah Nahdatil Ulama merupakan karya Hadratussyekh KH Hasyim Asy’ari, pendiri NU. Kitab Mbah Hasyim—sapaan Hadratussyekh KH Hasyim Asy’ari—yang berkenaan dengan berdirinya Jam’iyyah NU itu, memiliki kekhasan. Kitab tersebut dilampirkan bersamaan dengan Mukaddimah Qanun Asasi Nahdatul Ulama yang berkaitan erat (tata'allaq) dengan berdirinya NU.
Arbain Haditsan Mbah Hasyim ini dimulai dengan pesan kebaikan, bagaimana esensi agama, lalu bagaimana pula jika agama diserahkan kepada mereka yang bukan ahlinya. Redaksi yang ditulis oleh Mbah Hasyim dalam Arbain Haditsan tidak melulu dari Shahih Al-Bukhari, Shahih Muslim saja, akan tetapi juga dari Tabrani, Abi Dawud hingga kutipan dari Abu Nuaim Al-Asfahani, yang masih relevan hingga sekarang. Artinya, ada unsur continuity (keberlangsungan) di situ. Dari sinilah keistimewaan sosok Mbah Hasyim mampu meletakkan 40 hadits pilihan sebagai pondasi Jam'iyyah Nahdatul Ulama.
ADVERTISEMENT BY OPTAD
Sedangkan Syarhun Lathifun merupakan syarah atas Arbain Haditsan yang ditulis oleh Khoiruddin Habziz, santri dan pengurus Ma’had Aly Situbondo, Jawa Timur. Kitab dengan tebal 124 halaman tersebut diberi pengantar oleh Wakil Rais ’Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama KH Afifuddin Muhajir, yang juga mengajar di Ma’had Aly Situbondo. (Mutho)
ADVERTISEMENT BY ANYMIND