Banten Raya

Tiga Dusta yang Diperbolehkan dalam Islam

Rabu, 25 September 2024 | 07:57 WIB

Tiga Dusta yang Diperbolehkan dalam Islam

Ngaji Kitab Syarhun Lathifun di Graha Aswaja NU Tangsel, Ciputat, Tangsel, Selasa (24/9/2024) malam. (Foto: NUOB/Mutho)

Tangerang Selatan, NU Online Banten

Ketua Lembaga Bahtsul Masail (LBM) Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Tangerang Selatan Kiai Muhammad Hanifuddin mengatakan, dalam Islam, berdusta tidak diperbolehkan. Hanya, ada pengecualian. ’’Ada tiga (dusta) yang diperbolehkan,’’ ujarnya menjawab pertanyaan jamaah saat membahas hadits kesebelas dalam Kitab Syarhun Lathifun ‘ala Arbain Haditsan Tata'allaq bi Mabadi' Jamiyyah Nahdatil Ulama di Graha Aswaja NU Tangerang Selatan (Tangsel), Ciputat, Tangsel, Selasa (24/9/2024) malam.



Pria yang hobi wayang itu melanjutkan, tiga dusta yang diperbolehkan tersebut adalah saat perang melawan nonmuslim.’’Melawan orang kafir, strategi kita tidak mungkin disampaikan apa adanya. Bisa kalah. Dusta dalam konteks ini diperbolehkan,’’ imbuhnya.


Selain itu, dalam konteks mendamaikan dua pihak yang sedang berseteru.’’A dan B misalnya berseteru. Lalu menyampaikan A soal B, dan sebaliknya dengan tidak apa adanya, tapi dalam rangka agar mereka damai. Itu boleh. Satu lagi, dalam rangka memperbaiki hubungan suami-istri. Selain itu, (berdusta) tidak boleh,’’ tegas pria berkacamata yang malam itu seperti biasa memakai baju koko putih lengan panjang dipadu sarung bermotif warga cenderung gelap dan peci hitam itu.


Sedangkan yang dibahas dosen Pondok Pesantren Darus-Sunnah Jakarta di
Ciputat, Tangsel, pada malam itu adalah hadits yang diriwayatkan oleh Sahabat Abi Hurairah yang diriwayatkan oleh Imam Al Bazzar. Isinya, tiga perkara yang menyelamatkan dan tiga perkara yang merusakkan. ’’Yang menyelamatkan adalah takwa kepada Allah, baik dalam keadaan sendiri maupun bersama orang lain atau terang-terangan. Lalu berkata dengan benar dalam keadaan suka, rela maupun dalam kondisi marah. Satu lagi, tengah-tengah dalam memberi nafkah saat kaya maupun fakir atau tidak punya. Jadi saat kaya, banyak uang, tidak jor-joran. Sebaliknya, saat fakir, tidak pelit,’’ ungkap pria asal Sragen, Jawa Tengah, itu.


Adapun tiga hal yang merusakkan, lanjutnya, adalah mengikuti hawa nafsu, mengikuti pelit, dan bangga dengan pendapatnya sendiri.’’Menganggap baik perbuatannya, tindakannya, hartanya, cakepnya, dan segala sesuatu yang ia anggap bagian dari sempurna dirinya,’’ kata pria yang pernah menimba ilmu di Pondok Pesantren Ringinagung, Kediri, Jawa Timur, tersebut.


Dalam syarah atau penjelasan dari hadits tersebut, menyuguhkan perkataan Imam Ghazali. Ulama besar itu mengingatkan soal kotoran di hati manuisa yang dapat mengalahkan belajar agama atau fiqih pada era ini.’’Dan poros kerusakan atau yang merusak itu hasud, riya, dan ujub atau berbangga diri,’’ ucap pria yang malam itu membacakan kitab halaman 41 hingga 43 tersebut.



Sekadar diketahui, ngaji kitab rutin ini digelar setiap Selasa malam. Satu rangkaian dengan istighotsah dan pembacaan Shalawat Nariyah yang malam itu dipimpin Ketua Lembaga Dakwah PCNU Tangsel H Ahmad Misbah.



Perlu diketahui Arbain Haditsan Tata'allaq bi Mabadi' Jamiyyah Nahdatil Ulama merupakan karya Hadratussyekh KH Hasyim Asy’ari, pendiri NU. Kitab Mbah Hasyim—sapaan Hadratussyekh KH Hasyim Asy’ari—yang berkenaan dengan berdirinya Jam’iyyah NU itu, memiliki kekhasan. Kitab tersebut dilampirkan bersamaan dengan Mukaddimah Qanun Asasi Nahdatul Ulama yang berkaitan erat (tata'allaq) dengan berdirinya NU.


Arbain Haditsan Mbah Hasyim ini dimulai dengan pesan kebaikan, bagaimana esensi agama, lalu bagaimana pula jika agama diserahkan kepada mereka yang bukan ahlinya. Redaksi yang ditulis oleh Mbah Hasyim dalam Arbain Haditsan tidak melulu dari Shahih Al-Bukhari, Shahih Muslim saja, akan tetapi juga dari Tabrani, Abi Dawud hingga kutipan dari Abu Nuaim Al-Asfahani, yang masih relevan hingga sekarang. Artinya, ada unsur continuity (keberlangsungan) di situ. Dari sinilah keistimewaan sosok Mbah  Hasyim mampu meletakkan 40 hadits pilihan sebagai pondasi Jam'iyyah Nahdatul Ulama.



Sedangkan Syarhun Lathifun merupakan syarah atas Arbain Haditsan yang ditulis oleh Khoiruddin Habziz, santri dan pengurus Ma’had Aly Situbondo, Jawa Timur. Kitab dengan tebal 124 halaman tersebut diberi pengantar oleh Wakil Rais ’Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama KH Afifuddin Muhajir, yang juga mengajar di Ma’had Aly Situbondo. (Mutho)