Bagaimana Protokol Khutbah dengan Suara Keras Membaca Shalawat di Antara Dua Khutbah?
Jumat, 29 September 2023 | 14:22 WIB
PEMBACA NUOB yang dimuliakan Allah. Ketika mendengarkan khutbah, kita dianjurkan untuk diam dan mendengarkan materi yang disampaikan khatib (orang yang khutbah). Meskipun materi yang disampaikan khatib tidak dipahami dan tidak begitu jelas suaranya, kita dianjurkan mendengar saja. Hal ini sebagaimana dijelaskan Zainuddin Al-Malibari dalam Fathul Mu’in:
وسن (إنصات) أي سكوت مع إصغاء (لخطبة) ويسن ذلك وإن لم يسمع الخطبة
ADVERTISEMENT BY OPTAD
Artinya, ’’(Kita) disunahkan diam saat khatib khutbah, maksudnya diam sambil mendengarkan. Ini disunahkan sekalipun tidak terdengar suara khatib.”
ADVERTISEMENT BY ANYMIND
Anjuran diam dan mendengarkan khatib ini merujuk pada hadits yang menyatakan bahwa pahala orang yang mengerjakan Shalat Jumat akan hilang bila berbicara saat khutbah, meskipun menyuruh orang lain diam. Rasulullah bersabda:
ADVERTISEMENT BY OPTAD
إِذَا قُلْتَ لِصَاحِبِكَ يَوْمَ اَلْجُمُعَةِ أَنْصِتْ وَالْإِمَام يَخْطُبُ فَقَدْ لَغَوْتَ
ADVERTISEMENT BY ANYMIND
Artinya, ’’Apabila kamu berkata kepada temanmu padahal saat itu imam sedang khutbah dengan ucapan ‘diamlah’, maka kamu kehilangan pahala.” (HR Bukhari dan Muslim)
ADVERTISEMENT BY ANYMIND
Kendati diam disunahkan saat khatib khutbah, tetapi para ulama masih menganjurkan agar bershalawat kepada Nabi bila khatib menyebut nama Nabi Muhammad atau sifatnya. Shalawat di sini dibolehkan selama tidak berlebihan dan suara tidak terlalu keras.
Syekh Zainuddin Al-Malibari dalam Fathul Mu’in menjelaskan:
ويسن تشميت العاطس والرد عليه ورفع الصوت من غير المبالغة بالصلاة والسلام عليه صلى الله عليه وسلم عند ذكر الخطيب اسمه أو وصفه
Artinya, ’’Disunahkan menjawab orang yang bersin dan mengeraskan suara dengan catatan tidak berlebihan saat bershalawat kepada Nabi SAW ketika khatib menyebut nama dan sifatnya.”
Para ulama masih membolehkan shalawat kepada Nabi saat khatib berkhutbah. Shalawat ketika itu boleh dengan suara keras, tapi jangan berlebihan dan terlalu keras agar tidak menganggu kosentrasi orang lain. Bershalawatlah sewajarnya. Shalawat kepada Nabi sangatlah dianjurkan, terutama bila ada orang yang sedang menyebut namanya. Karena dalam hadits dikatakan:
اَلْبَخِيْلُ مَنْ ذُكِرْتُ عِنْدَهُ فَلَمْ يُصَلِّ عَلَيَّ
Artinya, “Orang pelit itu adalah orang yang enggan bershalawat ketika disebut namaku di dekatnya.” (HR At-Tirmidzi). Sebab itu, ketika khatib menyebut nama Nabi Muhammad, kita tetap dianjurkan shalawat dengan suara pelan dan tidak berlebih-lebihan.
Pembaca NUOB yang berbahagia. Jika ada pertanyaan, bagaimana jika seorang pengacara khutbah (protokol khutbah) dengan suara keras membaca shalawat di antara 2 khutbah? Jika shalawatnya panjang, apa berarti memutuskan muwalat antara 2 khutbah tersebut?
Muktamar Nahdlatul Ulama Pertama di Surabaya, Jawa Timur, yang dilaksanakan 13 Rabius Tsani 1345/21 Oktober 1926, seperti dikutip dari Juz Awal Ahkamul Fuqaha fi Muqarrarat Mu’tamirat Nahdlatil Ulama, Kumpulan Masalah Diniyah dalam Muktamar Nahdlatul Ulama PBNU, Penerbit CV Toha Putra Semarang, menjawab sebagai berikut:
Membaca shalawat di antara dua khutbah dengan suara keras adalah bidah hasanah. Dan dapat pula memutuskan muwalat jika shalawat itu dianggap panjang menurut urf atau kebiasaan, sekitar waktu cukup untuk edua rakaat.
Rujukan: Kitab Al Kurdi ‘ala Bafadlal.
قراءة الصلوات بين الخطبتين برفع الصوت بدعة حسنة وتقطع الموالات بينهما اذا كانت طويلة عرفا بحيث تسع الركعتينن باقل مجزئ .أخذا من حاشية الكردى على بافضل فى سنن الخطبة. ما نصه :فعلم ان هذا اى قراءة المرقى بين يدى الخطيب الخ بدعة حسنة اه. وفى آخر فصل الجمعة ما نصها :والولاء بينهما اى بين كلمات كل من الخطبتين وبينهما (قوله والولاء) الذي يحل به هنا مقدار ركعتين باقل مجزئ وما دونه لايخل بالولاء اه. وفى فتح المعين مانصه: وولاء بينهما وبين اركانهما وبينهما وبين الصلاة بان لايفصل طويلا عرفا وسيأتى ان اختلال الموالاة بين المجموعتين بفعل ركعتين بل باقل مجزئ فلا يبعد الضبط بهذا هنا ويكون بيانا للعرف اه.
Wallahu a’lam bisshawab
ADVERTISEMENT BY ANYMIND