• logo nu online
Home Nasional Banten Raya Warta Keislaman Tokoh Khutbah Sejarah Opini Pesantren NU Preneur Ramadhan 2023
Kamis, 9 Mei 2024

Keislaman

Apa Maksud Hadits Sebaik-baiknya Lauk Adalah Cuka?

Apa Maksud Hadits Sebaik-baiknya Lauk Adalah Cuka?
Ilustrasi cuka. (Foto: Freepik)
Ilustrasi cuka. (Foto: Freepik)

Terdapat sebuah hadis bahwa Baginda Nabi Muhammad mengatakan (yang artinya), ’’sebaik-baiknya lauk adalah cuka”. Namun apa sebenarnya yang Baginda Nabi maksud? Apakah itu menunjukkan keutamaan cuka sebagai lauk? Ataukah ada maksud yang lain? Dalam memahami hadits “sebaik-baiknya lauk adalah cuka” perlu memahami beberapa faktor seperti sebab Baginda Nabi Muhammad mengatakan hal tersebut, keadaan sosial, dan juga merujuk pemahaman ulama terhadap hadits itu.


Takhrij Hadits
Hadits ini diriwayatkan oleh banyak mukharrij seperti Imam Muslim bin al-Hajjaj (204 – 261 H), Imam Abu Dawud (202 – 275 H), Imam al-Tirmidzi (209 – 279 H), dan banyak lagi lainya. Imam Muslim meriwayatkan hadits ini dalam kitabnya Shahih Muslim pada bab fadhilah al-khall wa al-ta’addum bihi (keutamaan cuka sebagai lauk) dengan redaksi sebagai berikut:


حَدَّثَنِي ‌عَبْدُ اللهِ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ الدَّارِمِيُّ ، أَخْبَرَنَا ‌يَحْيَى بْنُ حَسَّانَ ، أَخْبَرَنَا ‌سُلَيْمَانُ بْنُ بِلَالٍ ، عَنْ ‌هِشَامِ بْنِ عُرْوَةَ ، عَنْ ‌أَبِيهِ ، عَنْ ‌عَائِشَةَ : أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: « نِعْمَ الْأُدُمُ، أَوِ الْإِدَامُ ‌الْخَلُّ .»


Artinya: ’’Dari Abdullah bin Abdurrahman al-Darimi, dari Yahya bin Hassan, dari Sulaiman bin Bilal, dari Hisyam bin Urwah, dari Ayahnya (Urwah bin Zubair) dari ‘Aisyah ia mengatakan bahwa Nabi ﷺ bersabda, sebaik-baiknya lauk adalah cuka.” (HR Imam Muslim)


Hadits ini tidak menjelaskan alasan Baginda Nabi mengatakan hal tersebut. Untuk itu, kita perlu meninjau hadits yang lain yang bisa membantu menjelaskan maksud dari hadits ini. Hal ini berlandaskan pada kaidah الحديث يفسر بعضه بغضا  (suatu hadits akan menjelaskan makna hadits yang lainya).


Pada beberapa hadits setelahnya, Imam Muslim pun juga meriwayatkan hadits dari jalur Zubair bin Abdillah yang menjelaskan kronologi mengapa Baginda Nabi  mengatakan hal tersebut sebagai berikut:


أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سَأَلَ أَهْلَهُ الْأُدُمَ، فَقَالُوا: مَا عِنْدَنَا إِلَّا خَلٌّ، فَدَعَا بِهِ فَجَعَلَ  يَأْكُلُ بِهِ وَيَقُولُ: نِعْمَ الْأُدُمُ الْخَلُّ، نِعْمَ الْأُدُمُ الْخَلُّ


Artinya: ’’Bahwa Baginda Nabi ﷺ meminta lauk kepada keluarganya kemudian mereka mengatakan, kami tidak punya apa-apa selain cuka, maka Nabi memakannya dan berkata, sebaik-baiknya lauk adalah cuka.”


Melihat Keadaan Sosial 
Dalam memahami hadits ini kita juga perlu melihat keadaan sosial pada saat itu. Sebagaimana yang dikatakan oleh Prof KH Ali Mustafa Yaqub dalam الطرق الصحيحه في فهم السنة النبوية (cara benar memahami hadits) bahwa dalam memahami hadits harus memahami الحالة الإجتماعية  (kondisi sosial). Bisa jadi Baginda Nabi Muhammad ﷺ mengatakan hal tersebut karena makanan pokok mereka adalah roti sehingga cuka bisa menjadi lauknya. Hal ini tentunya berbeda dengan kondisi di Indonesia, di mana nasi adalah makanan pokoknya.


Dengan menimbang hal tersebut, maka hadits ini tidak bisa dipahami secara tekstual saja bahwa lauk yang paling baik adalah cuka. Namun juga bisa dipahami bahwa lauk yang paling baik adalah apa yang ada.


Pemahaman Ulama terkait Makna Hadits
Ulama pun berbeda dalam memahami hadits ini. Ada yang memahami secara tekstual dan ada yang memahami secara kontekstual. Imam Muhyiddin al-Nawawi (631 – 676 H) termasuk ulama yang memahami hadits ini secara tekstual. Dikatakan bahwa hadits ini menunjukkan keutamaan cuka sebagai lauk pauk. 


Imam al-Khatabi dan al-Qadhi ‘Iyad memahami hadits ini secara kontekstual. Dikatakan bahwa yang dimaksud adalah keutamaan memakan lauk yang ada di depan kita. Hal ini sebagaimana yang dikatakan Imam al-Nawawi dalam kitab syarahnya terhadap Shahih Muslim sebagai berikut:


فَقَالَ الْخَطَّابِيُّ وَالْقَاضِي عِيَاضٌ مَعْنَاهُ مَدْحُ الاقتصار فى المأكل ومنع النفس عن مَلَاذِّ الْأَطْعِمَةِ تَقْدِيرُهُ ائْتَدِمُوا بِالْخَلِّ وَمَا فِي معناه مما تخف مؤنته 


Artinya: ’’Imam al-Khaththabi dan al-Qadhi ‘Iyad mengatakan makna hadits ini ialah pujian untuk merasa cukup dalam makanan dan menahan diri dari terlalu banyak makanan yang enak, taqdirnya ialah jadikanlah cuka dan yang seperti cuka sebagai lauk pauk yaitu lauk apapun yang harganya tidak mahal.''


Terlepas dari dua cara memahami ini, masing-masing memiliki bobot kebenaran. Alangkah bijak jika, kemungkinan dua pemaknaan ini tidak saling olok. Atau merasa paling benar. Seraya menyalahkan pemaknaan lain. Waallahu a’lam bisshowab.


Trisna Yudistira, Mahasantri Ma’had Darus-Sunnah Jakarta, Pemred Majalah Nabawi


Keislaman Terbaru