Keislaman

Mengungkap Hukum Inses dalam Islam

Selasa, 20 Mei 2025 | 14:32 WIB

Mengungkap Hukum Inses dalam Islam

Ilustrasi kasus inses. (Foto: Freepik)

BARU-baru ini, publik dikejutkan oleh kasus inses di Medan, Sumatera Utara. Sepasang kakak-adik kandung, Reynaldi (24) dan Najma Hamida (21), diduga menjalin hubungan sedarah hingga melahirkan seorang bayi yang kemudian meninggal dunia.
 
Fenomena ini semakin mengkhawatirkan dengan ditambah munculnya grup penyuka hubungan sedarah (inses) bernama 'Fantasi Sedarah' di Facebook. Anggota grup tersebut mencapai 32 ribu orang. Grup ini berisi percakapan dan pengalaman yang dibagikan terkait hal-hal menyimpang berbau sensual dan seksual terhadap anggota keluarga sendiri atau berkonotasi "inses".
 
Fenomena di atas jelas menunjukkan adanya degradasi moral yang serius di masyarakat. Dalam Islam sendiri, hubungan sedarah atau inses termasuk dalam kategori dosa besar (kabā'ir) dan dilarang keras oleh syariat. Allah swt berfirman dalam QS An-Nisa ayat 23:
 
حُرِّمَتْ عَلَيْكُمُ أُمَّهَاتُكُمْ وَبَنَاتُكُمْ وَأَخَوَاتُكُمْ...
 
Artinya: "Diharamkan atasmu (memperistri) ibu-ibumu, anak-anakmu, saudara-saudaramu..."
 
Ayat ini secara tegas melarang hubungan seksual dengan mahram seperti ibu, anak, saudara kandung dan lain-lain. Berhubungan badan dengan mahram (inses) jelas termasuk dosa besar, bahkan merupakan bentuk zina yang paling keji secara mutlak. Syekh Ibnu Hajar Al-Haitami menegaskan:
 
وأعظم الزنا على الإطلاق الزنا بالمحارم (الزواجر عن اقتراف الكبائر 2/301).
 
Artinya: "Dan bentuk zina yang paling berat secara mutlak adalah zina dengan mahram." (Zawajir 'an Iqtiraf al-Kaba'ir, 2/301)
 
Para ulama fiqih berbeda pendapat tentang hukumannya. Mayoritas ulama berpendapat bahwa pelaku zina dengan mahram dihukum seperti pezina dengan perempuan asing (bukan mahram). Namun Imam Ahmad bin Hanbal -dalam satu riwayat- berpendapat bahwa hukumannya adalah hukuman mati, baik pelakunya sudah menikah (muhshan) maupun belum, dan hartanya diserahkan kepada Baitul Mal kaum Muslimin. Beberapa hadits yang menjadi landasan pendapat ini di antaranya:
 
Dari Al-Bara' ra, ia berkata: "Aku bertemu dengan pamanku, bersamanya ada panji. Aku bertanya kepadanya: 'Mau ke mana engkau?' Ia menjawab: 'Rasulullah ﷺ mengutusku kepada seorang laki-laki yang menikahi istri ayahnya, dan beliau memerintahkanku untuk memenggal lehernya dan mengambil hartanya." (HR Abu Dawud)
 
Juga diriwayatkan dalam sebuah hadits bahwa Nabi bersabda:
 
قال رسول الله ﷺ: «من وقع على ذاتِ محرمٍ فاقتلوه»
 
Artinya: "Barang siapa berbuat zina dengan perempuan mahramnya, maka bunuhlah dia." (HR Ahmad, At-Tirmidzi, Ibnu Majah, dan Al-Hakim; Al-Hakim berkata: shahih namun tidak diriwayat keduanya)
 
Secara umum, hukum zina mahram dalam Islam adalah haram dan dosa besar. Bagi pelaku yang belum menikah, dikenai hukum cambuk dan pengasingan, dan yang sudah berpasangan (muhshan) dikenai hukuman rajam atau hukuman mati menurut satu riwayat dari Imam Ahmad, sebagaimana hadits-hadits yang telah dijelaskan. 
 
Bila merujuk kepada hukum zina dalam KUHP (Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023) Pasal 411 UU 1/2023: "Setiap orang yang melakukan persetubuhan dengan orang yang bukan suami atau istrinya, dipidana karena perzinaan, dengan pidana penjara paling lama 1 tahun atau pidana denda paling banyak kategori II, yaitu Rp 10 juta."
 
Jika perbuatan tersebut disebarkan di media sosial, maka dosa pelaku bertambah karena menyebarkan fitnah dan kemaksiatan secara terang-terangan. Oleh karena itu, sangat dianjurkan untuk bertobat nasuha dengan sungguh-sungguh agar mendapatkan ampunan Allah dan terhindar dari siksa di dunia dan akhirat. 
Wallahu a'lam bisshawab.
 
 
Tharekh Era Elraisy, Mahasiswa S3 PTIQ Jakarta & PKU-Masjid Istiqlal