Keislaman

Memakai Sandal Saja Diatur dalam Islam

Rabu, 9 Juli 2025 | 21:48 WIB

Memakai Sandal Saja Diatur dalam Islam

Dalam Islam memakai sandal pun ada diatur. (Foto: Freepik)

PERNAHKAH Anda keluar rumah buru-buru dan akhirnya pakai sandal sebelah saja karena yang satunya tidak ketemu? Atau pernah lihat orang memakai sandal sebelah karena sandal satunya lagi copot? Hal yang barangkali dinilai kecil seperti memakai sandal diperhatikan Islam. Dan ini merupakan bagian dari sunah Rasulullah. 
 
Memakai Sandal adalah Ibadah
حَدَّثَنِي سَلَمَةُ بْنُ شَبِيبٍ ، حَدَّثَنَا الْحَسَنُ بْنُ أَعْيَنَ ، حَدَّثَنَا مَعْقِلٌ ، عَنْ أَبِي الزُّبَيْرِ ، عَنْ جَابِرٍ قَالَ: « سَمِعْتُ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم يَقُولُ فِي غَزْوَةٍ غَزَوْنَاهَا: ‌اسْتَكْثِرُوا ‌مِنَ ‌النِّعَالِ، ‌فَإِنَّ ‌الرَّجُلَ ‌لَا ‌يَزَالُ ‌رَاكِبًا ‌مَا ‌انْتَعَلَ
 
Artinya: ’’Telah menceritakan kepadaku Salamah bin Syabib, telah menceritakan kepada kami al-Hasan bin A‘yan, telah menceritakan kepada kami Ma'qil, Dari Abu az-Zubair, Dari Jabir, ia berkata: Aku mendengar Rasulullah saw bersabda: ’Perbanyaklah memakai sandal, karena seseorang dikatakan sebagai pengendara selama dia mengenakan sandal’." (HR Muslim)
 
Hadits di atas menunjukkan perintah untuk memperbanyak memakai sandal, karena dengan memakai sandal, kaki akan terlindung dari panas, dingin, duri, kerikil tajam, pecahan kaca dan segala hal yang bisa membahayakan kaki. 
 
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam menyerupakan orang yang memakai sandal seperti seorang yang sedang berkendaraan, karena orang yang berkendaraan merasa nikmat dengan perjalanannya, nyaman tidak merasa panas atau dingin, tidak lelah dan kepayahan ketika berjalan. Demikian pula jika seorang berjalan dengan memakai sandal.
 
Jangan Pakai Sandal Sebelah
حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ يَحْيَى قَالَ: قَرَأْتُ عَلَى مَالِكٍ ، عَنْ أَبِي الزِّنَادِ ، عَنِ الْأَعْرَجِ ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ : أَنَّ رَسُولَ اللهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ:  ‌لَا ‌يَمْشِ ‌أَحَدُكُمْ ‌فِي ‌نَعْلٍ ‌وَاحِدَةٍ، ‌لِيُنْعِلْهُمَا ‌جَمِيعًا ‌أَوْ ‌لِيَخْلَعْهُمَا ‌جَمِيعًا
 
Artinya: ’’Yahya bin Yahya menceritakan kepada kami, ia berkata: aku membacakan (hadits ini) kepada Malik, dari Abu az-Zinad, dari al-A‘raj, sesungguhnya Rasulullah saw bersabda: ’Janganlah kalian berjalan menggunakan satu sandal. Hendaknya kedua sandal tersebut dipakai atau dilepas semua’." (HR Al-Bukhari dan Muslim)
 
Hadits ini menunjukkan bahwa memakai sandal sebelah itu dilarang. Artinya jika kamu menemukan sandal hanya sebelah atau ketika kamu berjalan sandalnya copot, maka hendaklah kamu lepas sandal tersebut. Hal ini dilarang karena para ulama mengatakan bahwa memakai sandal sebelah menyerupai gaya setan dalam berjalan. Tidak boleh bagi seorang Muslim menyerupai gaya setan dalam hal apa pun. Termasuk dalam hal memakai sandal. Kecuali dalam keadaan darurat, seperti kakinya terluka atau memakai gips yang tidak memungkinkan ia untuk memakai sepasang sandal, tidak mengapa ia memakai satu sandal saja karena dalam kondisi darurat.
 
Pakai Kanan Dulu, Lepas Kiri
حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مَسْلَمَةَ ، عَنْ مَالِكٍ ، عَنْ أَبِي الزَّنَادِ ، عَنِ الْأَعْرَجِ ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ:  إذا انْتَعَلَ أَحَدُكُمْ، فَلْيَبْدَأُ بِالْيَمِينِ، وَإِذَا نَزَعَ، فَلْيَبْدَأُ بِالشِّمَالِ لِيَكُنِ الْيُمْنَى أَوَّلَهُمَا تُنْعَلُ، وَآخِرَهُمَا تُنْزَعُ
 
Artinya:’’Telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Maslamah, dari Malik, dari Abu az-Zinad, dari al-A‘raj, dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah saw bersabda: ‘Jika salah seorang dari kalian menggunakan sandal, maka mulailah dengan (menggunakan sandal) bagian kanan. Dan apabila melepas, maka hendaknya dia mulai dengan (melepas sandal) yang kiri terlebih dahulu. Maka jadikanlah yang kanan yang pertama kali dipakai dan jadikanlah yang kanan pula yang terakhir dilepas’." (HR Al-Bukhari dan Muslim)
 
Hadits ini menunjukkan bahwa sandal kanan harus dipakai terlebih dahulu sebelum sandal kiri. Adapun saat melepaskan, dahulukan sandal kiri kemudian sandal kanan. Karena Rasulullah saw selalu mendahulukan yang kanan dalam melakukan perkara-perkara baik seperti memakai sandal dan Rasulullah saw selalu mendahulukan yang kiri dalam perkara-perkara yang buruk seperti masuk kamar mandi mendahulukan kaki kiri karena kamar mandi merupakan tempat yang kurang bersih.
 
Jangan Berdiri saat Memakainya
حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ مُحَمَّدٍ ، قَالَ : حَدَّثَنَا أَبُو مُعَاوِيَةَ ، عَنِ الْأَعْمَشِ ، عَنْ أَبِي صَالِحٍ ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ : نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ يَنْتَعِلَ الرَّجُلُ قَائِمًا
 
Artinya: ’’Ali bin Muhammad menceritakan kepada kami, ia berkata: Abu Mu‘awiyah menceritakan kepada kami, dari al-A‘mash, dari Abu Shalih, dari Abu Hurairah, ia berkata: Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, ia berkata: ’Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam melarang seseorang memakai sandal sambil berdiri’." (HR Ibnu Majah)
 
Maksud sandal pada hadits di atas adalah sandal bertali, yakni ketika memakainya harus diikat terlebih dahulu. Terdapat bimbingan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dalam hadits ini kepada siapa saja yang memakai sandal atau sepatu hendaknya sambil duduk. Jika ketika memakainya sambil berdiri sangat memberatkan dirinya, baik karena bertali atau sulit dipakai jika sambil berdiri. Adapun model sandal zaman sekarang yang bisa dipakai sambil berdiri dan mudah dilepas, maka tidak termasuk ke dalam larangan.
 
Sunah Rasulullah yang Ringan, tapi Bernilai Pahala
Sunah Rasulullah seperti ini mudah sekali untuk diamalkan, tidak butuh uang atau tenaga untuk melakukannya. Setiap kamu melakukannya maka niatkan untuk mengikuti Rasulullah saw, insyaallah akan mendapatkn pahala dari Allah swt.
 
Jadi memakai sandal bukan hanya soal gaya dan kenyamanan, tapi dalam Islam, cara memakai sandal ada adab dan aturannya. Yuk, mulai sekarang kita terapkan cara memakai sandal seperti yang Rasulullah saw ajarkan. Pakai sandal dari kaki kanan dan lepas dari kaki kiri dan jangan pakai sandal hanya sebelah.
 
Risa Alpionita, Mahasiswi Prodi Ilmu Hadits Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Mahasantri Darus-Sunnah Jakarta