Libur Sekolah saat Ramadhan Era Gus Dur Bertepatan Perpindahan Antarsemester
Selasa, 14 Januari 2025 | 15:26 WIB
Jakarta, NU Online Banten
Dosen Psikologi Pendidikan Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada (UGM) Yuli Fajar Susetyo mengatakan, Ramadhan di era Presiden ke-4 KH Abdurrahman Wahid yang akrab disapa Gus Dur terjadi pada Desember 1999. Hal tersebut bertepatan ujian sekolah dan libur antarsemester ganjil ke genap.
Di era itu, lanjutnya, Gus Dur menilai, kegiatan pembelajaran di sekolah sudah tidak ada karena telah ujian sekolah semester ganjil. “Kalau kita lihat 1999 itu di Desember, pas perpindahan antarsemester yang kebetulan sudah selesai ujian sekolahnya,” ujarnya kepada NU Online, Ahad (12/1/2025) malam.
Yuli menambahkan, di era tersebut, Gus Dur menilai bahwa anak-anak sudah tidak ada kegiatan pembelajaran akademik formal di sekolah. Karenanya, diadakan kegiatan atau program pesantren kilat kepada anak untuk mengisi waktu luangnya selama Ramadhan.
“Gus Dur waktu itu melihat bahwa tidak ada pembelajaran formal di sekolah. Daripada anak-anak libur tidak ada kegiatan sama sekali, jadi diadakan program pesantren kilat supaya anak mendapat ilmu agama dan meningkatkan ibadah puasa,” ucapnya.
Yuli menyampaikan bahwa masyarakat perlu mengingat kembali kapan bulan Ramadhan datang ketika era Gus Dur. Menurutnya, masyarakat lupa atau hanya mengingat tahunnya saja, sehingga lupa kapan bulan Masehinya. “Ini yang masyarakat lupa, di era Gus Dur itu kan Ramadhannya pas Desember. Kita juga tahu ya, kalau bulan Desember itu anak-anak liburan sekolah antar semester,” ujar Yuli, dilansir NU Online.
Ia menyampaikan, jika wacana libur satu bulan penuh selama Ramadhan di era Gus Dur kembali dilaksanakan, pemerintah perlu melihat sisi pendidikan formalnya. “Kalau di era Gus Dur pas bisa dilaksanakan (libur satu bulan penuh selama Ramadhan), karena tidak ada pembelajaran formal. Kalau sekarang? Kita lihat Ramadhan saja Maret. Ini kan Maret bulan aktifnya anak sekolah,” ucapnya.
Libur satu bulan penuh selama Ramadhan, lanjutnya, tidak ada kegiatan memiliki dampak yang merugi, seperti pencapaian pembelajaran akademik formal yang tertinggal. “Kalau libur dimaknai sebagai libur ya libur gitu, akan lebih banyak kerugiannya. Apalagi pencapaian pembelajaran akademik di kelas jadi tertinggal, walau pembelajaran akademik aktif cuman satu atau dua minggu, itu kan lumayan,” ujarnya.
Menurutnya, pemerintah harus memberikan makna libur yang jelas kepada masyarakat, sehingga masyarakat tidak salah mengartikan. “Kita (masyarakat) ini mengartikan libur di Ramadhan, ya libur satu bulan penuh. Jadi sebaiknya pemerintah menjelaskan makna libur itu seperti apa? Supaya kita tidak salah mengartikan,” ucapnya. (Rikhul Jannah)
ADVERTISEMENT BY ANYMIND