Banten Raya

Menakar Toleransi saat Ramadhan

Rabu, 22 Maret 2023 | 13:23 WIB

Menakar Toleransi saat Ramadhan

Majelis Kemisan Lakpesdam Kota Serang via zoom. (Foto: NU Online Banten/Screenshot Rahman Wahid)

Kota Serang, NU Online Banten
Ketua Pimpinan Wilayah GP Ansor Banten Ahmad Nuri mengatakan, puasa ‎tidak hanya tentang ibadah kepada Allah saja. Tapi juga ibadah dari sisi ‎kemanusiaan.‎


Dia menyoroti soal peraturan rumah makan yang ditutup di Kota Serang pada ‎Ramadhan, apakah aturan itu sudah menjelaskan transedental antara manusia ‎dengan Tuhan atau mereduksi kebebasan Tuhan kepada manusia.‎

“Puasa menjadi momentum menggugah dimensi sosial kepada orang-orang ‎yang tidak seberuntung dan dari sisi transedental yang privat itu, tawakal, dan ‎menyerahkan segalanya kepada Allah,” ujarnya dalam kegiatan rutin Majelis ‎Kemisan Lembaga Kajian dan Sumber Daya Manusia (Lakpesdam) Kota Serang ‎via zoom, Selasa (21/3/2023).‎


Dijelaskan, jangan sampai sisi transedental ini menjadi alasan pengekangan ‎dan merusak dimensi kehidupan sosial. “Harusnya umat Islam menampilkan ‎Ramadhan sebagai agama yang berkah kepada agama lain dan ada ‎kebahagian, bukan hal yang menakutkan bagi agama lain,” ungkap Nuri yang ‎menjadi salah satu narasumber.‎


Sedangkan Ketua Pelaksana Majelis Kemisan Imam Abdillah menyebut banyak ‎narasi intoleransi di Kota Serang pada Ramadhan tahun-tahun sebelumnya. ‎‎“Pada Ramadhan tahun-tahun sebelumnya, ada banyak narasi intoleransi, ‎maka Lakpesdam mengadakan kegiatan ini,’’ imbuhnya.‎


Senada dengan Imam, Ketua Lakpesdam Kota Serang Akbarudin mengatakan, ‎ada kecenderungan terjadi intoleransi di Kota Serang. “Sangat penting untuk ‎menakar toleransi di Kota Serang karena Ramadhan tahun lalu ada kegiatan ‎yang cukup mencengangkan soal toleransi,” tegas Akbar.‎


Sedangkan A’wan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Matin Syakowi ‎dalam keynote speakernya mengatakan, tujuan akhir dari puasa adalah takwa. ‎Di samping takwa, Kiai Matin juga menyoroti terkait orang yang menjalankan ‎ibadah puasa. ’’Puasa tidak cukup hanya dengan keimanan tapi perlu dilakukan ‎dengan keikhlasan. Bagi orang yang berpuasa sejatinya tidak perlu ‎penghormatan dari orang lain jika melaksanakan puasa dengan keikhlasan,” ‎ujarnya.‎


Narasumber lainnya, Hottua Mujiyanto menceritakan bahwa selama ini dirinya ‎yang merupakan pemeluk Katolik tidak merasakan momok menakutkan ‎selama Ramadhan. “Saya rasakan selama dari kecil, sebetulnya tidak ada hal ‎yang jadi momok yang menakutkan selama Ramadhan,” ungkap pria yang ‎akrab disapa Ucok ini.‎


Menurutnya, provokasi media sosial justru yang merusak dan mencoreng ‎toleransi. Ucok juga bercerita di agama yang ia anut adanya puasa yakni lebih ‎kepada menahan diri, menahan nafsu dan belajar mengolah diri.‎


Sedangkan narasumber lainnya Gus Ginanjar Sya’ban menjelaskan, isu ‎toleransi bukan hanya ada di Indonesia. Isu toleransi juga menyeruak di ‎negara-negara muslim lainnya. Padahal, agama Islam hadir sebagai rahmat dan ‎untuk menyatukan dunia dengan kehidupan persaudaraan.‎

“Misi Islam adalah menyatukan dunia dengan kehidupan persaudaraan,” ‎ungkap peraih Santri Award 2021 sekaligus Filolog Islam Nusantara tersebut.‎


Dia memberikan contoh kehidupan di Mesir. Di sana, Islam dan penganut ‎Kristen Koptik begitu kuat bersaudara. Bahkan, gereja Koptik mengadakan ‎buka puasa bersama.‎


Pewarta: Rahman Wahid