Keislaman

Hadiah dari Iuran Semua Peserta Itu Haram, Termasuk Judi

Rabu, 9 Agustus 2023 | 02:04 WIB

Hadiah dari Iuran Semua Peserta Itu Haram, Termasuk Judi

Ilustrasi lomba. (NUO)

AGUSTUS tiba. Seperti lazimnya, Agustus sebagai bulan kemerdekaan Republik Indonesia, dimeriahkan berbagai kegiatan. Termasuk perlombaan. Tentunya tak terkecuali pada Peringatan 17 Agustus 2023 yang merupakan Hari Ulang Tahun 78 Kemerdekaan Republik Indonesia.

 


Terkait lomba, agar makin menambah semangat peserta dan meriah, disediakan hadiah. Untuk keperluan hadiah, para peserta dipungut iuran. Bagaimana hukumnya lomba yang semua pesertanya iuran dan hadiahnya diambilkan dari iuran tersebut?

 


Pertanyaan tersebut mengemuka saat ngaji kitab rutin yang digelar selepas istighotsah oleh Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Tangerang Selatan (Tangsel) di Gedung Graha Aswaja NU, Ciputat, Selasa (8/8/2023). Kegiatan yang dihadiri oleh Ketua PCNU Tangsel H Abdullah Mas’ud itu, menurut Sekretaris PCNU Tangsel Kiai Himam Muzzahir sudah masuk pengajian ke-36.

 


Malam itu, sesuai jadwal, ngajinya adalah Kitab Risalah Ahlussunah wal Jama’ah karya Hadratussyekh KH Hasyim Asy’ari, pendiri Nahdlatul Ulama yang diampu oleh Rais Syuriyah Majelis Wakil Cabang (MWC) NU Setu, Tangsel, KH Syaiful Mujmal. Setelah pengajian, dibuka ruang bertanya.

 


’’Lomba yang semua pesertanya bayar atau iuran dan dibuat untuk beli hadiah, itu judi. Agar tidak judi gimana?,’’ jawab kiai yang menimba ilmu di Maroko itu disusul nada tanya kepada puluhan jamaah yang hadir.

 


Pria asal Brebes, Jawa Tengah, itu melanjutkan, supaya tidak judi, di antara solusinya, panitia membikin proposal atau ada yang jadi donatur. ’’Uang iuran peserta lomba digunakan untuk konsumsi, misalnya. Hadiah diambilkan dari dana hasil proposal atau donatur. Tidak digunakan untuk hadiah. Atau ada muhallil. Ini dijelaskan dalam Kitab Mu’nisul Jalis,’’ imbuh kiai yang malam itu mengenakan batik lengan panjang warna hijau dipadu sarung warna gelap dan peci hitam tersebut.

 


Dari penelusuran NUOB, di dalam Kitab Mu'nisul Jalis, Syeikh Mushtofa membagi sumber hadiah lomba menjadi empat. Hadiahnya dari pihak luar selain peserta lomba. Misal dari sponsor tertentu, pejabat, atau orang dermawan. Hukumnya boleh.

 


Selain itu, hadiahnya dari salah satu peserta lomba. Misalnya si A dan B lomba balap kuda. Kata si A, "jika kamu menang, maka saya akan berikan Rp 1 juta, dan jika saya yang menang, kamu nggak perlu bayar apa-apa". Hukumnya juga boleh.

 

Adapun jika hadiahnya dari iuran semua peserta, maka ini haram, karena judi. Ada skema untung rugi di sini.

 


Terakhir, hadiahnya dari semua peserta tapi dengan diikutkan seseorang sebagai muhallil (penghalal). Muhallil ini ikut lomba dan berhak dapat hadiah jika nanti menang, tapi dia tidak ikut membayar iuran. Maka ini halal.

 


Muhallil ini harus dari orang yang kompeten bersaing, punya peluang untuk menang, bukan hanya sekadar ikut-ikutan lomba. Alias bukan ikut bawang.

 


Contoh: Masing-masing dari si A dan B sepakat mengeluarkan iuran hadiah bagi siapapun yang menang. Si A mengatakan ke B, "kita buat lomba balap kuda dengan syarat si C ikut juga, jika kamu menang maka saya akan berikan 1 juta, jika saya menang maka kamu memberikan saya 1 juta, dan jika si C menang maka ia mendapatkan iuran dari kita berdua, dia tidak ikut membayar jika salah satu dari kita yg menang". Si C ini disebut muhallil. [مؤنس الجليس، ٢\٤٢٢]

 


Boleh saja sebenarnya mengambil iuran dari peserta lomba, tapi bukan untuk hadiah. Bisa digunakan untuk peralatan, konsumsi, atau teknis yang lain. (M Izzul Mutho)