• logo nu online
Home Nasional Banten Raya Warta Keislaman Tokoh Khutbah Sejarah Opini Pesantren NU Preneur Ramadhan 2023
Sabtu, 4 Mei 2024

Opini

ASEAN di Mata Gus Yahya; Catatan Singkat IIDC 2023

ASEAN di Mata Gus Yahya; Catatan Singkat IIDC 2023
Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf. (Foto: Ist)
Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf. (Foto: Ist)

DALAM jejak sejarah, masyarakat ASEAN  adalah konstituen peradaban yang sama. Yakni peradaban yang bersendikan harmoni, toleransi, dan perdamaian. Karena itu, penting dilakukan konsolidasi. Dialog yang jujur dan elegan antarbudaya dan agama. Dengan tujuan, masyarakat ASEAN bisa menjadi episentrum perdamaian, toleransi, dan harmoni.

 


Paragraf di atas adalah salah satu gagasan utama KH Yahya Cholil Staquf, yang akrab disapa--Gus Yahya dari sambutannya selaku ketua umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU). Kata sambutan berdurasi 10 menit itu disampaikan dalam pembukaan Intercultural and Interreligious Dialogue Conference (IIDC). Diadakan pada Senin, 7 Agustus 2023. Bertempat di Hotel Ritz-Carlton Mega Kuningan Jakarta. Kegiatan ini adalah inisiasi PBNU yang bekerja sama dengan Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia.

 


Dari gagasan Gus Yahya di atas, setidaknya ada tiga hal yang mendasar. Pertama, pentingnya kesadaran akan basis historis. Terlebih dalam membangun peradaban saat ini dan yang akan datang. Seakan kita disadarkan bahwa pada dasarnya, kita adalah masyarakat yang sedari dulu sudah dapat hidup dengan harmoni, toleran, dan damai. Secara spesifik, Gus Yahya merujuk jauh ke belakang, yakni abad 3 SM. Di mana masyarakat ASEAN adalah masyarakat yang kosmopolit dan terbuka. Tepatnya adalah adanya Jalur Sutera.

 


Jalur Sutera tidak serta merta sebagai jalur pedagangan semata. Lebih dari itu. Jalur Sutera adalah pertemuan lintas budaya, agama, etnis, dan suku. Dari interaksi tersebut terbangun sikap dan pandangan yang terbuka. Siap hidup berdampingan. Saling bertukar pengalaman hidup. Baik dalam ranah budaya, ekonomi, agama, atau pun keamanan. Dengan kata lain, Jalur Sutera adalah bukti nyata sejarah masyarakat ASEAN yang harmonis, toleran, dan damai.

 


Kedua, urgensi konsolidasi. Kesadaran historis di atas, harus dilanjutkan dalam tataran yang lebih nyata. Yakni kemauan untuk duduk bersama. Berdialog dan berjumpa. Membincangkan masalah mutakhir serta mencari solusinya. Sebagaimana diungkapkan Gus Yahya di awal sambutannya, agama harus dinaikkan kredibilitasnya. Kencenderungan untuk bertikai dan berkonflik harus dapat diminimalisasi. Baik di internal atau pun antaragama. Ini harus menjadi tanggung jawab umat beragama. Termasuk para pemuka agama.

 


Ketiga, pandangan Gus Yahya di atas memberikan penekanan bahwa nilai perdamaian, harmoni, dan toleransi dapat menopang pertumbuhan ekonomi. Dengan kata lain, ekonomi tidak akan tumbuh jika dihantui oleh berbagai konflik. Di sisi lain, pertumbuhan ekonomi juga jangan sampai menimbulkan kesenjangan. Nilai dan etika agama perlu menjadi acuan dalam merumuskan kebijakan ekonomi dan politik. Jika hal ini dapat dilakukan bersama, ASEAN akan kembali menjadi episentrum perdamaian, harmoni, dan toleransi. Seiring dengan ASEAN sebagai episentrum pertumbuhan perekonomian regional dan global.

Semoga.

 


Muhammad Hanifuddin, Ketua LBM PCNU Tangsel dan Dosen Ma'had Darus-Sunnah Jakarta


Opini Terbaru